28.4 C
Medan
Saturday, May 11, 2024

Regulasi Taksi Online Diatur Ulang

Bisa Picu Konflik Horizontal

Menyikapi pencabutan aturan tentang angkutan sewa khusus (ASK) atau taksi online oleh MA, Sekretaris Komisi D DPRD Sumut Sutrisno Pangaribuan menilai, keputusan MA ini justru akan membangun kerumitan baru di masyarakat. Karena selama ini, pemberlakuan aturan di ASK merupakan upaya menyamakan dengan kendaraan umum plat kuning. Taksi online (daring) dianggap solusi mengingat aktivitasnya sudah mengarah kepada transportasi publik. Sehingga ini harus direspon oleh Kementerian Perhubungan (Kemenhub).

“Mungkin MA punya pertimbangan hukum yang harus dihormati. Hanya saja Kemenhub harus menyiapkan regulasinya. Terutama konsolidasi diantara kita yang sering tidak dilakukan. Sebab patokannya adalah hukum dan aturan. Padahal itu meskinya sebagai upaya terakhir menciptakan suasana kondusif untuk kehidupan berbangsa dan bernegara,”ujar Sutrisno, Kamis (13/9).

Artinya lanjut Sutrisno, Kemenhub harus mengantisipasi ini dengan menyiapkan regulasi sesuai petunjuk MA. Disamping itu, mereka juga harus membangun komunikasi dengan lembaga yudikatif tersebut, kemana arah keputusan itu. Sehingga ada penyesuaian dengan pertimbangan hukum untuk kemudian diterbitkan regulasi yang baru.

“Jadi memang tugas kita bersama juga di daerah untuk mempertemukan para pihak. Jadi konsolidasinya kan bisa secara bersamaan atau terpisah. Misalnya kendaraan plat kuning kemudian ada juga untuk taksi online, dikonsolidasikan dulu. Jangan dibangun kontradiksi di antara keduanya,” sebutnya.

Sutrisno juga melihat, pemerintah dearah bisa saja membuat aturan yang tidak bertentangan dengan aturan yang ada di pusat. Sehingga meskipun secara hukum, ketentuan mengenai kewajiban uji KIR atau berada di bawah perusahaan (badan hukum) bagi taksi daring tidak diharuskan, daerah tetap bisa mengatur ketentuan terkait dengan pertimbangan konflik sosial.

“Misalnya kita yang atur untuk mengantisipasi gesekan. Tinggal saja penyusunannya perlu komunikasi para pihak untuk membentuk aturan, pergub atau peraturan kepala daerah. Paling tidak, ada antisipasi terhadap kekosongan hukum. Kalaupun tidak bisa regulasi, kita harus siapkan kesepakatan bersama,” katanya.

Bisa Picu Konflik Horizontal

Menyikapi pencabutan aturan tentang angkutan sewa khusus (ASK) atau taksi online oleh MA, Sekretaris Komisi D DPRD Sumut Sutrisno Pangaribuan menilai, keputusan MA ini justru akan membangun kerumitan baru di masyarakat. Karena selama ini, pemberlakuan aturan di ASK merupakan upaya menyamakan dengan kendaraan umum plat kuning. Taksi online (daring) dianggap solusi mengingat aktivitasnya sudah mengarah kepada transportasi publik. Sehingga ini harus direspon oleh Kementerian Perhubungan (Kemenhub).

“Mungkin MA punya pertimbangan hukum yang harus dihormati. Hanya saja Kemenhub harus menyiapkan regulasinya. Terutama konsolidasi diantara kita yang sering tidak dilakukan. Sebab patokannya adalah hukum dan aturan. Padahal itu meskinya sebagai upaya terakhir menciptakan suasana kondusif untuk kehidupan berbangsa dan bernegara,”ujar Sutrisno, Kamis (13/9).

Artinya lanjut Sutrisno, Kemenhub harus mengantisipasi ini dengan menyiapkan regulasi sesuai petunjuk MA. Disamping itu, mereka juga harus membangun komunikasi dengan lembaga yudikatif tersebut, kemana arah keputusan itu. Sehingga ada penyesuaian dengan pertimbangan hukum untuk kemudian diterbitkan regulasi yang baru.

“Jadi memang tugas kita bersama juga di daerah untuk mempertemukan para pihak. Jadi konsolidasinya kan bisa secara bersamaan atau terpisah. Misalnya kendaraan plat kuning kemudian ada juga untuk taksi online, dikonsolidasikan dulu. Jangan dibangun kontradiksi di antara keduanya,” sebutnya.

Sutrisno juga melihat, pemerintah dearah bisa saja membuat aturan yang tidak bertentangan dengan aturan yang ada di pusat. Sehingga meskipun secara hukum, ketentuan mengenai kewajiban uji KIR atau berada di bawah perusahaan (badan hukum) bagi taksi daring tidak diharuskan, daerah tetap bisa mengatur ketentuan terkait dengan pertimbangan konflik sosial.

“Misalnya kita yang atur untuk mengantisipasi gesekan. Tinggal saja penyusunannya perlu komunikasi para pihak untuk membentuk aturan, pergub atau peraturan kepala daerah. Paling tidak, ada antisipasi terhadap kekosongan hukum. Kalaupun tidak bisa regulasi, kita harus siapkan kesepakatan bersama,” katanya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/