PERLU DIKAJI MENDALAM
Sementara, pengamat ekonomi Gunawan Benjamin menilai, kepolisian perlu mengkaji lebih jauh untuk menyimpulkan faktor penyebab dwelling time di Pelabuhan Belawan. Bahkan, menyangkut motifnya dari pihak yang paling diuntungkan.
Menurut dia, itu dinilai penting sebab berhubungan dengan upaya penanganan yang berdasarkan dari berbagai indikasi latarbelakang terjadinya kondisi yang disebut dwelling time. “Apabila upaya penanganan itu benar memiliki komitmen untuk mengubah kondisi prekonomian khususnya di Sumut, kasus dwelling time perlu dikaji dari pihak paling diuntungkan. Artinya, kondisi yang jadi permasalahan itu seharusnya dipastikan latarbelakang faktornya. Apakah persoalan teknis atau juga menyangkut praktek monopoli prekonomian melalui sistem mekanisme distribusi barang di pelabuhan,” sebut dia, Kamis (13/10).
Faktor penyebab yang sangat penting dalam upaya penanganan itu, menurut Gunawan, dapat diretas motifnya setelah menganalisis siapa saja pihak yang diuntungkan saat kondisi dwelling time terjadi. Pasalnya, dalam kondisi tertentu menyangkut hal-hal yang berhubungan dengan ekonomi, Gunawan menilai, pada umumnya memiliki motif dari latarbelakang terjadinya kondisi tersebut.
“Indikasinya banyak, bisa menyangkut sistem operasional atau mungkin kesengajaan dalam konteks monopoli ekonomi melalui sistem distribusi barang di Pelabuhan. Siapa saja yang diuntungkan dan memiliki wewenang dalam prosesnya, pasti berhubungan kondisi yang terjadi. Sebab itu seharusnya ditelusuri agar masalah tersebut bisa diselesaikan,” jabarnya.
Gunawan melanjutkan, tertahannya suatu produk barang di pelabuhan karena persoalan tertentu dan memang nyatanya kerap mempengaruhi harga jualnya di pasaran. Terlebih, jika produk tersebut menggunakan mata uang asing seperti dollar dalam transaksi jual belinya ketika akan dipasok ke Indonesia, tentu mekanime proses dan kapan waktu produk itu dipasarkan berpotensi dimonopoli hingga disesuaikan dengan ritme perubahan kurs mata uang asing.
“Contoh kecil seperti barang elektronik yang didistribusikan menggunakan transaksi mata uang asing. Tentu sangat mungkin waktu dan proses mekanisme menyangkut hal yang berhubungan dengan produk tersebut di pelabuhan, bisa disesuaikan dengan kurs mata uang asing untuk memonopoli kapan-kapan bisa dipasarkan dengan kondisi kurs yang menguntungkan. Nah, sejalan dengan hal itu, seharusnya pihak-pihak mana yang berhubungan dengan mekanisme dan indikasi monopoli itu bisa dideteksi dan ditindak,” pungkasnya.
Sementara itu, berkaitan penanganan persoalan dwelling time, pihak kepolisian juga tak menampik kemungkinan adanya penyimpangan dalam mekanisme proses pemberkasan barang di Pelabuhan Belawan atau biasa disebut Document Celarence yang menjadi gawean beberapa instansi dan Kementrian Perhubungan di Belawan, khususnya dermaga BICT.
Direktur Reskrimum Polda Sumut, Kombes Pol Nurfallah mengaku, berencana mengambil langkah lebih jauh mendalami faktor penyebab dwelling time melalui penelusuran mekanisme Document Clearence.
“Tentu saja penyelidikan akan mengarah kesana (mekanisme document clearence). Sejauh ini, Polda Sumut sudah memeriksa sejumlah pihak yang merupakan stekholder di Pelabuhan Belawan. Sampai saat ini masih terus didalami untuk menyelesaikan masalah dwelling time disana,” tegas Nurfallah melalui telpon selulernya.
Sehubungan dengan kasus itu, Fallah berkeyakinan OTT yang dilakukan Polda Metro Jaya di gedung Kementrian Perhubungan terkait adanya pungli beberapa waktu lalu, dapat menjadi referensi karena memiliki dampak yang sama dengan persoalan dwelling time di Pelabuhan Belawan.
“Bisa saja memang OTT Polda Metro Jaya di Kemenhub terkait adanya pungli menjadi referensi upaya kita mendalami masalah dwelling time di Pelabuhan Belawan,” tandas dia. (ted/adz)