JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Nasib mujur dialami 700 WNI yang lolos berhaji menggunakan visa Filipina. Sebentar lagi mereka pulang ke tanah air dengan menyandang status haji. Sebab penindakan hukum untuk mereka tidak sampai mengganggu rangkaian kegiatan haji.
Inspektur Jenderal (Irjen) Kemenag Mochammad Jasin menuturkan kabar 700 WNI yang berhaji menggunakan paspor Filipina sudah diketahui. “Tetapi saya belum mendapatkan kabar kapan mereka dipulangkan,” jelasnya, Rabu (14/9).
Jasin menuturkan pemulangan WNI yang berhaji dengan paspor Filipina itu diurus oleh perwakilan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) di Jeddah. Namun Jasin memperkirakan, ke-700 WNI itu harus pulang dengan rute Arab Saudi – Filipina – baru Indonesia.
Mantan komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu menjelaskan bahwa ke-700 orang WNI itu memang menjalani pemeriksaan oleh otoritas Arab Saudi. Sebab mereka diketahui berstatus WNI, namun menggunakan paspor Filipina untuk berhaji.
Dia menegaskan cara seperti itu juga dilarang oleh pemerintah Arab Saudi. Sehingga Jasin mengingatkan masyarakat tidak lagi coba-coba berhaji menggunakan kuota negara lain. Sebab jika nekat melakukan upaya itu, seseorang bisa berurusan hukum di tiga negara. Yakni di Indonesia, negara keberangkatan menuju Saudi, dan di Arab Saudi sendiri.
Untungnya, jelas Jasin, diduga kuat 700 WNI itu berhasil mengikuti kegiatan wukuf dengan lancar. Sebab penanganan di lakukan setelah wukuf berlangsung. Menurut Jasin pihaknya cukup kesulitan untuk mendata dan menggali informasi terkait 700 orang WNI itu.
“Hasil pemantauan Itjen Kemenag, mereka tidak ada yang masuk ke maktab atau tenda jamaah haji Indonesia,” katanya. Seluruh jamaah haji Indonesia tapi berpaspor Filipina itu menggunakan maktab Filipina sendiri. Sebab secara administrasi, mereka resmi menggunakan sisa kuota haji Filipina.
Jasin menjelaskan ketika masa Armina (Arafah, Mudzalifah, dan Mina) berlangsung, panitia haji Kemenag tidak keliling ke maktab-maktab negara lain untuk mencari apakah ada WNI yang menyelinap. Dia menegaskan panitia haji selama masa Armina berfokus melayani jamaah yang ada di maktab resmi “merah-putih”.
Meskipun belum ada kabar kepulangan, diperkirakan kepulangan 700 jamaah haji itu berjalan lancar. Sebab nasib 700 orang itu sudah menjadi bahasan antara Presiden Joko Widodo dengan Presiden Filipina Rodrigo Roa Duterte pekan lalu. Pembicaraan dilakukan saat Duterte melawat ke Indonesia 9 September lalu. Itu artinya, sebelum mereka tertangkap oleh otoritas Saudi.
Menlu Retno Marsudi saat dikonfirmasi menyatakan, para jamaah tersebut berada di maktab Filipina. Pihaknya sudah meminta persetujuan Filipina mengenai nasib jamaah tersebut, dan disetujui. “Untuk sementara para jamaah itu dibiarkan untuk menyelesaikan ibadah haji,” ujarnya. Setelah itu, barulah mereka diproses.
Pihaknya sempat mengupayakan agar kepulangan para jamaah tersebut bisa langsung dari Jeddah. Namun, rupanya secara teknis pemulangan mereka akan menjadi rumit. Alhasil, mau tidak mau para jamaah tersebut harus pulang via Filipina. “Kami sedang menjajaki opsi agar mereka bisa pulang ebih cepat dari proses sebelumnya (177 jamaah),” tutur Retno.
Masalah WNI yang berangkat haji ke tanah suci dengan menggunakan paspor Filipina memang masih menjadi benang kusut yang sulit diurai. Aparat Indonesia dan Filipina masih dibikin repot dengan adanya laporan soal 700 jamaah haji WNI berpaspor Filipina yang kini masih berada di Mekkah.
Direktur Jenderal (Dirjen) Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM Ronny F. Sompie mengatakan bahwa sampai sekarang pihaknya masih menelusuri siapa saja orang Indonesia yang disebut-sebut masuk di dalam 700 jamaah haji tersebut. “Yang mengetahui pertama kali adalah pihak intelijen dan imigrasi Filipina melalui atase imigrasi dan juga KBRI yang ada baik di Arab Saudi maupun di Filipina. Kami mendapatkan informasi tentang jumlah tersebut, namun belum lengkap dengan daftar namanya,” kata Ronny di Kompleks Kemenkumham, Jakarta Pusat (Jakpus), kemarin.
Ronny menjelaskan bahwa saat ini pihaknya memprioritaskan upaya pemulangan terhadap 700 orang tersebut ke Indonesia. Hal tersebut dilakukan untuk mempermudah verifikasi sebelum dilakukan proses hukum lebih lanjut oleh tiga negara, yakni Indonesia, Arab Saudi, dan Filipina.
“Karena kalau kami mengutamakan penyelidikannya terlebih dahulu maka penyelamatan terhadap kepulangan saudara-saudara kita itu ke Indonesia pasti akan tersendat,” tuturnya.