26.7 C
Medan
Friday, May 3, 2024

Arcandra Jadi WNI Tanpa Naturalisasi

Foto: Dhimas Ginanjar/Jawa Pos Arcandra Tahar dalam diskusi Membangun Kedaulatan Energi, KAMIS (8/9/2016). Arcandra kembali diisukan menjadi Menteri ESDM lagi karena sudah mengantongi kepastian hukum menjadi WNI.
Foto: Dhimas Ginanjar/Jawa Pos
Arcandra Tahar dalam diskusi Membangun Kedaulatan Energi, KAMIS (8/9/2016). Arcandra kembali diisukan menjadi Menteri ESDM lagi karena sudah mengantongi kepastian hukum menjadi WNI.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Menteri Hukum dan HAM Yasonna Hamonangan Laoly menyatakan bahwa pemerintah telah meneguhkan Arcandra Tahar sebagai warga negara Indonesia (WNI) per 1 September 2016 tanpa melalui proses naturalisasi. Hal tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai azas, di antaranya yakni azas perlindungan maksimum kepada setiap warga negara.

Yasonna menjelaskan bahwa status kewarganegaraan Arcandra sebelum diteguhkan sebagai WNI memang cukup rumit. Bahkan, berbagai pasal di dalam Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 2006 yang mengatur mengenai kewarganegaraan Indonesia tidak dapat diberlakukan dalam kasus kewarganegaraan Arcandra yang sebelumnya diketahui berkewarganegaraan ganda, yakni Amerika Serikat (AS) dan Indonesia.

Karena itu, Yasonna mengatakan bahwa untuk memberikan kejelasan soal masalah tersebut, pemerintah kemudian mengambil langkah inovasi hukum atau diseminasi. Lebih lanjut dia menjelaskan bahwa berdasarkan hukum materiil, tidak dapat ditampik Arcandra telah kehilangan kewarganegaraan AS maupun Indonesia atas perbuatannya sendiri.

Dengan hilangnya dua kewarganegaraannya itu, mantan Menteri ESDM tersebut dapat berstatus stateless atau tidak memiliki kewarganegaraan. Namun, Yasonna menjelaskan bahwa pemerintah tidak dapat membiarkan hal tersebut terjadi kepada salah satu anak bangsa.

“Lalu pemerintah mengikuti hukum formil setelah hukum materiil. Di dalam hukum formil itu kemudian diketahui bahwa alasan Arcandra berpaspor AS itu karena urusan bisnis semata dan dia memilih untuk menjadi WNI,” kata Yasonna saat menggelar konferensi pers soal status Arcandra di Gedung Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi, Kemenkumham, Jakarta Selatan (Jaksel), kemarin (14/9).

Menteri berusia 63 tahun tersebut menerangkan pula, atas dasar itulah pihaknya akhirnya meneguhkan Arcandra sebagai WNI sekaligus sebagai bagian dari penerapan azas perlindungan maksimum terhadap warga negara. Selain itu, agar Arcandra terhindar dari proses naturalisasi yang menempuh jalur yang panjang untuk menjadi WNI.

“Jika saya meneruskan proses kehilangan kewarganegaraan Indonesianya maka saya berpotensi melanggar pidana karena melanggar Pasal 36 UU Nomor 12 Tahun 2006 karena saya bisa lalai menyebabkan seseorang kehilangan kewarganegaraannya,” ujarnya.

Namun, inovasi hukum dari pemerintah menimbulkan perdebatan. Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun mengatakan bahwa peneguhan status WNI oleh pemerintah kepada Arcandra membuat Arcandra seolah-olah tidak pernah kehilangan kewarganegaraan Indonesia. Padahal, menurutnya fakta mengatakan sebaliknya.

Refly menjelaskan bahwa Arcandra secara sukarela menyatakan sumpah setia kepada AS dan memiliki paspor AS. Hal tersebut membuat pria asal Padang, Sumatra Barat (Sumbar) tersebut dipastikan kehilangan hak sebagai WNI.

Karena itu, dia menjelaskan bahwa yang seharusnya dilakuakn pemerintah bukan meneguhkan status WNI Arcandra, melainkan memberikan kembali status WNI kepada Arcandra. “Meneguhkan dan memberikan kembali ini beda-beda tipis, tapi bagi saya dampaknya amat besar ke depannya. Terlebih kalau misal dia mencalonkan diri sebagai presiden,” ujarnya.

Foto: Dhimas Ginanjar/Jawa Pos Arcandra Tahar dalam diskusi Membangun Kedaulatan Energi, KAMIS (8/9/2016). Arcandra kembali diisukan menjadi Menteri ESDM lagi karena sudah mengantongi kepastian hukum menjadi WNI.
Foto: Dhimas Ginanjar/Jawa Pos
Arcandra Tahar dalam diskusi Membangun Kedaulatan Energi, KAMIS (8/9/2016). Arcandra kembali diisukan menjadi Menteri ESDM lagi karena sudah mengantongi kepastian hukum menjadi WNI.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Menteri Hukum dan HAM Yasonna Hamonangan Laoly menyatakan bahwa pemerintah telah meneguhkan Arcandra Tahar sebagai warga negara Indonesia (WNI) per 1 September 2016 tanpa melalui proses naturalisasi. Hal tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai azas, di antaranya yakni azas perlindungan maksimum kepada setiap warga negara.

Yasonna menjelaskan bahwa status kewarganegaraan Arcandra sebelum diteguhkan sebagai WNI memang cukup rumit. Bahkan, berbagai pasal di dalam Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 2006 yang mengatur mengenai kewarganegaraan Indonesia tidak dapat diberlakukan dalam kasus kewarganegaraan Arcandra yang sebelumnya diketahui berkewarganegaraan ganda, yakni Amerika Serikat (AS) dan Indonesia.

Karena itu, Yasonna mengatakan bahwa untuk memberikan kejelasan soal masalah tersebut, pemerintah kemudian mengambil langkah inovasi hukum atau diseminasi. Lebih lanjut dia menjelaskan bahwa berdasarkan hukum materiil, tidak dapat ditampik Arcandra telah kehilangan kewarganegaraan AS maupun Indonesia atas perbuatannya sendiri.

Dengan hilangnya dua kewarganegaraannya itu, mantan Menteri ESDM tersebut dapat berstatus stateless atau tidak memiliki kewarganegaraan. Namun, Yasonna menjelaskan bahwa pemerintah tidak dapat membiarkan hal tersebut terjadi kepada salah satu anak bangsa.

“Lalu pemerintah mengikuti hukum formil setelah hukum materiil. Di dalam hukum formil itu kemudian diketahui bahwa alasan Arcandra berpaspor AS itu karena urusan bisnis semata dan dia memilih untuk menjadi WNI,” kata Yasonna saat menggelar konferensi pers soal status Arcandra di Gedung Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi, Kemenkumham, Jakarta Selatan (Jaksel), kemarin (14/9).

Menteri berusia 63 tahun tersebut menerangkan pula, atas dasar itulah pihaknya akhirnya meneguhkan Arcandra sebagai WNI sekaligus sebagai bagian dari penerapan azas perlindungan maksimum terhadap warga negara. Selain itu, agar Arcandra terhindar dari proses naturalisasi yang menempuh jalur yang panjang untuk menjadi WNI.

“Jika saya meneruskan proses kehilangan kewarganegaraan Indonesianya maka saya berpotensi melanggar pidana karena melanggar Pasal 36 UU Nomor 12 Tahun 2006 karena saya bisa lalai menyebabkan seseorang kehilangan kewarganegaraannya,” ujarnya.

Namun, inovasi hukum dari pemerintah menimbulkan perdebatan. Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun mengatakan bahwa peneguhan status WNI oleh pemerintah kepada Arcandra membuat Arcandra seolah-olah tidak pernah kehilangan kewarganegaraan Indonesia. Padahal, menurutnya fakta mengatakan sebaliknya.

Refly menjelaskan bahwa Arcandra secara sukarela menyatakan sumpah setia kepada AS dan memiliki paspor AS. Hal tersebut membuat pria asal Padang, Sumatra Barat (Sumbar) tersebut dipastikan kehilangan hak sebagai WNI.

Karena itu, dia menjelaskan bahwa yang seharusnya dilakuakn pemerintah bukan meneguhkan status WNI Arcandra, melainkan memberikan kembali status WNI kepada Arcandra. “Meneguhkan dan memberikan kembali ini beda-beda tipis, tapi bagi saya dampaknya amat besar ke depannya. Terlebih kalau misal dia mencalonkan diri sebagai presiden,” ujarnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/