30 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Sengketa Lahan di Desa Laucih, DPRD Sumut Minta Stop Operasional

prans/sumut pos DIRIKAN POSKO: Warga Desa Laucih, Simalingkar A, Kecamatan Pancurbatu, Deliserdang sudah mendirikan posko di lahan yang sedang bersengketa dengan PTPN II, Kamis (10/10).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Anggota DPRD Sumatera Utara (Sumut), Irham Buana Nasution meminta, operasional di Desa Laucih, Kecamatan Pancurbatu, Deliserdang, dihentikan sampai ada kejelasan terhadap lahan di sana dari lembaga terkait pemerintah.

“Apapun alasannya, karena (lahan di Desa Laucih) sudah masuk sengketa hukum, berarti statusnya stanvas. Artinya masyarakat dan PTPN II harus bersabar, sampai ada penyelesaian hukum final terkait sengketa itu,” ungkap Irham menjawab Sumut Pos, Senin (14/10).

Menurut Irham, jangan sampai rencana pembangunan perumahan atau real estate di lahan tersebut semakin memicu konflik horizontal, antara warga dan pihak PTPN II. Karena itu, dia berharap semua pihak mampu menahan diri untuk tidak melakukan langkah-langkah operasional di lapangan dalam bentuk apapun. “Nantinya ketika alat kelengkapan dewan sudah terbentuk, saya berencana bertugas di Komisi A. Dan persoalan sengketa tanah di Sumut akan coba saya inventarisir, termasuk sengketa lahan di Pancurbatu itu,” katanya.

Politisi Partai Golkar ini, juga berjanji akan memprioritaskan sengketa tanah di Desa Laucih, dalam agenda Komisi A DPRD Sumut ke depan. “Langkah awal kami nanti akan cek ulang seluruh persoalan tanah di Sumut. Dan undang seluruh pemangku kepentingan yang ada untuk mengetahui lebih jauh bagaimana rencana-rencana aksi penyelesaiannya,” kata mantan Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan itu.

Irham menambahkan, persoalan tanah di Sumut sudah terjadi secara turun menurun. Di samping itu, pola penyelesaiannya juga tidak terstruktur dan terukur. Catatan pihaknya, sengketa lahan tersebut malah sudah menyebar di hampir seluruh daerah di Sumut.

“Dan persoalan sengketa tanah ini makin hari makin meninggi konfliknya. Sementara Presiden Jokowi, selalu menempatkan persoalan agraria itu sebagai satu prioritas program kerjanya. Ini yang kemudian menurut kami mulai ditata kelola ulang, supaya tidak menjadi bom waktu, yang justru akan membuat dampaknya semakin meluas,” harapnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, sengketa lahan antara masyarakat Desa Laucih, Kecamatan Pancurbatu, Kabupaten Deliserdang, dengan PTPN II ternyata masih terus berlanjut. Bahkan sebagai dalih menggusur warga dari sana, oknum PTPN II menebar informasi akan dibangun perumahan karyawan PTPN II di lokasi tersebut. “Dari mana pula dasar mereka mau membangun perumahan karyawan di atas tanah yang masih sengketa dan berproses hukum,” ujar Pimpim Purba, perwakilan warga Desa Laucih, kepada wartawan, Minggu (13/10) lalu.

“Mereka berencana menggelar ground breaking pembangunan perumahan itu, dan informasinya akan dihadiri menteri, namun tak jadi, Jumat (11/10) lalu,” imbuhnya.

Warga, lanjutnya, sudah banyak melakukan upaya hukum guna memperjuangkan hak mereka. Bahkan yang terakhir sengketa tersebut sudah sampai ketingkat kasasi di Mahkamah Agung (MA). “Sudah terdaftar di MA. Dan sekarang ini sedang berproses dan digodok,” jelas Pimpim.

Namun fakta di lapangan berbeda ceritanya. Warga terus mendapat intimidasi dan dihadapkan dengan aparat polisi dan TNI. Padahal lahan yang menurut warga berstatus Hak Guna Usaha (HGU) tersebut, hingga kini belum dilepaskan oleh pemerintah. Di samping itu, warga mengklaim punya alas hak kuat atas kepemilikan tanah tersebut.

Terdapat 4.000 orang yang menetap pada 5 desa di sana, yang masih berjuang memiliki tanah mereka. Yakni Desa Bekala, Laucih, Durintonggal, Rumahbacang, dan Namobintang. Sengketa ini pun sebenarnya sudah berlarut-larut terjadi.

Bahkan sebagai bentuk perjuangan, selain sudah pernah dipanggil untuk rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi A DPRD Sumut, ribuan warga di 5 desa tersebut, juga sudah melakukan aksi menginap di gedung wakil rakyat. Tinjauan lapangan pun sudah pernah dilakukan Komisi A DPRD Sumut pada 2017, namun hingga kini belum ada menghasilkan solusi apapun.

Sekarang warga telah mendirikan sebuah posko yang mereka sebut sebagai ‘Ibukota’. Posko dari kayu dan terpal itu, berdiri di depan Kantor PTPN II Wilayah Bekala. Persis pula bersebelahan dengan Kantor Sinergi BUMN Perumnas dengan PTPN II, dalam rangka pembangunan kawasan perumahan dan permukiman di wilayah Bekala.

Dan anehnya, menurut warga lagi, pihak PTPN II memampangkan plang informasi tentang sertifikat HGU PTPN II No.171, berlaku pada 2009-2034. Padahal sertifikat No.171/2009 tersebut, tidak jelas juntrungnya, sebab HGU terakhir justru keluar di bawah 2009.

Guna mempersolid perjuangan, warga telah membentuk wadah bernama Forum Kaum Tani Laucih. Warga juga memasang spanduk di beberapa titik desa tersebut, bertuliskan ‘Tanah ini dalam sengketa Mahkamah Agung No.119/6/2018/146/B/2019’. (prn/saz)

prans/sumut pos DIRIKAN POSKO: Warga Desa Laucih, Simalingkar A, Kecamatan Pancurbatu, Deliserdang sudah mendirikan posko di lahan yang sedang bersengketa dengan PTPN II, Kamis (10/10).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Anggota DPRD Sumatera Utara (Sumut), Irham Buana Nasution meminta, operasional di Desa Laucih, Kecamatan Pancurbatu, Deliserdang, dihentikan sampai ada kejelasan terhadap lahan di sana dari lembaga terkait pemerintah.

“Apapun alasannya, karena (lahan di Desa Laucih) sudah masuk sengketa hukum, berarti statusnya stanvas. Artinya masyarakat dan PTPN II harus bersabar, sampai ada penyelesaian hukum final terkait sengketa itu,” ungkap Irham menjawab Sumut Pos, Senin (14/10).

Menurut Irham, jangan sampai rencana pembangunan perumahan atau real estate di lahan tersebut semakin memicu konflik horizontal, antara warga dan pihak PTPN II. Karena itu, dia berharap semua pihak mampu menahan diri untuk tidak melakukan langkah-langkah operasional di lapangan dalam bentuk apapun. “Nantinya ketika alat kelengkapan dewan sudah terbentuk, saya berencana bertugas di Komisi A. Dan persoalan sengketa tanah di Sumut akan coba saya inventarisir, termasuk sengketa lahan di Pancurbatu itu,” katanya.

Politisi Partai Golkar ini, juga berjanji akan memprioritaskan sengketa tanah di Desa Laucih, dalam agenda Komisi A DPRD Sumut ke depan. “Langkah awal kami nanti akan cek ulang seluruh persoalan tanah di Sumut. Dan undang seluruh pemangku kepentingan yang ada untuk mengetahui lebih jauh bagaimana rencana-rencana aksi penyelesaiannya,” kata mantan Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan itu.

Irham menambahkan, persoalan tanah di Sumut sudah terjadi secara turun menurun. Di samping itu, pola penyelesaiannya juga tidak terstruktur dan terukur. Catatan pihaknya, sengketa lahan tersebut malah sudah menyebar di hampir seluruh daerah di Sumut.

“Dan persoalan sengketa tanah ini makin hari makin meninggi konfliknya. Sementara Presiden Jokowi, selalu menempatkan persoalan agraria itu sebagai satu prioritas program kerjanya. Ini yang kemudian menurut kami mulai ditata kelola ulang, supaya tidak menjadi bom waktu, yang justru akan membuat dampaknya semakin meluas,” harapnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, sengketa lahan antara masyarakat Desa Laucih, Kecamatan Pancurbatu, Kabupaten Deliserdang, dengan PTPN II ternyata masih terus berlanjut. Bahkan sebagai dalih menggusur warga dari sana, oknum PTPN II menebar informasi akan dibangun perumahan karyawan PTPN II di lokasi tersebut. “Dari mana pula dasar mereka mau membangun perumahan karyawan di atas tanah yang masih sengketa dan berproses hukum,” ujar Pimpim Purba, perwakilan warga Desa Laucih, kepada wartawan, Minggu (13/10) lalu.

“Mereka berencana menggelar ground breaking pembangunan perumahan itu, dan informasinya akan dihadiri menteri, namun tak jadi, Jumat (11/10) lalu,” imbuhnya.

Warga, lanjutnya, sudah banyak melakukan upaya hukum guna memperjuangkan hak mereka. Bahkan yang terakhir sengketa tersebut sudah sampai ketingkat kasasi di Mahkamah Agung (MA). “Sudah terdaftar di MA. Dan sekarang ini sedang berproses dan digodok,” jelas Pimpim.

Namun fakta di lapangan berbeda ceritanya. Warga terus mendapat intimidasi dan dihadapkan dengan aparat polisi dan TNI. Padahal lahan yang menurut warga berstatus Hak Guna Usaha (HGU) tersebut, hingga kini belum dilepaskan oleh pemerintah. Di samping itu, warga mengklaim punya alas hak kuat atas kepemilikan tanah tersebut.

Terdapat 4.000 orang yang menetap pada 5 desa di sana, yang masih berjuang memiliki tanah mereka. Yakni Desa Bekala, Laucih, Durintonggal, Rumahbacang, dan Namobintang. Sengketa ini pun sebenarnya sudah berlarut-larut terjadi.

Bahkan sebagai bentuk perjuangan, selain sudah pernah dipanggil untuk rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi A DPRD Sumut, ribuan warga di 5 desa tersebut, juga sudah melakukan aksi menginap di gedung wakil rakyat. Tinjauan lapangan pun sudah pernah dilakukan Komisi A DPRD Sumut pada 2017, namun hingga kini belum ada menghasilkan solusi apapun.

Sekarang warga telah mendirikan sebuah posko yang mereka sebut sebagai ‘Ibukota’. Posko dari kayu dan terpal itu, berdiri di depan Kantor PTPN II Wilayah Bekala. Persis pula bersebelahan dengan Kantor Sinergi BUMN Perumnas dengan PTPN II, dalam rangka pembangunan kawasan perumahan dan permukiman di wilayah Bekala.

Dan anehnya, menurut warga lagi, pihak PTPN II memampangkan plang informasi tentang sertifikat HGU PTPN II No.171, berlaku pada 2009-2034. Padahal sertifikat No.171/2009 tersebut, tidak jelas juntrungnya, sebab HGU terakhir justru keluar di bawah 2009.

Guna mempersolid perjuangan, warga telah membentuk wadah bernama Forum Kaum Tani Laucih. Warga juga memasang spanduk di beberapa titik desa tersebut, bertuliskan ‘Tanah ini dalam sengketa Mahkamah Agung No.119/6/2018/146/B/2019’. (prn/saz)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/