Sementara Pengamat Terorisme Al Chaidar mengatakan, bila diteliti kejadian bom di Gereja Oikumene dengan kondisi nasional yang sedang memanas terkait kasus dugaan penistaan agama ini bisa jadi terhubung. ”Namun, dengan batasan tertentu,” ungkapnya.
Ada dua kemungkinan, yang pertama adalah adanya kemarahan yang terjadi pada kelompok teror atas situasi nasional. Kondisi yang tidak memuaskan semacam ini bisa jadi membuat kelompok teror semakin bersemangat melakukan aksinya. ”Karena melihat Indonesia makin lama makin menjauh dari Islam. Tapi, kalau hubungan langsung sulit ditemukan,” jelasnya.
Yang kedua, adalah kemungkinan menjadi pengalihan isu karena pemerintah kesulitan dalam menangani kasus Ahok. Al Chaidar menuturkan bahwa kejadian adanya pihak yang menggugah kelompok teror untuk melakukan aksi itu sebenarnya beberapa kali terjadi di Indonesia. ”Biasanya ini terjadi untuk bom yang tidak terkonsep dengan baik dan skalanya kecil,” tuturnya.
Apa dasarnya penggugahan aksi teror itu? Dia menjelaskan, ada satu kejanggalan yang tidak semua orang mengetahuinya. Yakni, Pepi Fernando itu justru menolak bergabung dengan jaringan ISIS. ”Pepi lebih condong pemikirannya sama dengan Al Qaeda. Kelompoknya juga harusnya memiliki pandangan yang sama,” ungkapnya.
Yang juga menguatkan, residivis kasus terorisme itu sebenarnya diawasi dengan sangat ketat oleh kepolisian. Lalu, bagaimana bisa Jo ini tidak terpantau. ”Polisi bukannya visinya mencegah,” ujarnya.
Di tempat lain, Menko Polhukam Jenderal TNI (Pur) Wiranto menggelar rapat koordinasi bersama Kapolri, Panglima TNI, Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) di Kemenkopolhukam, Jakarta Pusat (Jakpus), kemarin. Rapat tersebut membahas berbagai isu nasional yang sedang berkembang, salah satunya yakni insiden pengeboman di Gereja Oikumene, Sengkotek, Samarinda, Kalimantan Timur (Kaltim).
Usai memimpin rapat tersebut, Wiranto tidak menjelaskan secara detail langkah-langkah yang diambil pemerintah terkait insiden keji yang menewaskan seorang balita di tempat ibadah tersebut. Dia mengatakan bahwa pemerintah tidak segan untuk menindak setiap pelaku teror dengan tindakan keras. “Kita masuk langsung ke sasaran dan pelaku-pelaku itu,” kata Wiranto.
Namun, Wiranto juga mengatakan bahwa selain itu yang terpenting harus dilakukan adalah melalui pendekatan persuasif atau deradikalisasi. Melalui pendekatan tersebut, lanjutnya, dia berharap pelaku atau calon pelaku terorisme dapat disadarkan.
“Yang melakukan teror itu kan saudara kita juga, WNI yang barangkali sedang khilaf, dicekoki ideologi lain, kemudian bahwa mereka merasa ada ketidakadilan dan sebagainya,” jelasnya.
Wiranto menjelaskan, langkah tersebut, yakni pendekatan persuasif atau deradikalisasi memang butuh kesabaran dari berbagai elemen bangsa. Di samping itu pemerintah, sambungnya, juga sedang berupaya keras mewujudkan kemakmuran dan keadilan bagi seluruh masyarakat agar bibit-bibit terorisme tidak tumbuh subur di Indonesia.
“Sementara itu sedang dilakukan, jangan kemudian dirusak dengan aksi-aksi yang negatif. Bunuh temannya, bunuh saudaranya, merusak sesuatu yang sedang dibangun. Membuat masyarakat jadi kacau, resah, investor jadi takut masuk ke Indonesia. Wisatawan juga takut,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir menyatakan, sebaiknya umat Islam tidak perlu turun ke jalan lagi untuk melakukan aksi. “Khaira al-umur ausathuha, sebaik-baik urusan itu yg tengahan,” jelas dia melalui pesan singkat kepada Jawa Pos kemarin (14/11).
Menurut dia, aksi yang dilakukan pada 4 November lalu sudah cukup. Ormas-ormas Islam juga sudah menjalin komunikasi dengan pemerintah. Aspirasi yang disampaikan lewat aksi sudah sampai dan telah didengar. “Kita tunggu. Proses hukum terus dikawal,” papar tokoh Islam yang tinggal di Jogjakarta itu.
Haedar mengatakan, dia yakin proses penegakan hukum akan berjalan dengan tegas, cepat, transparan, dan memenuhi rasa keadilan yang sudah disuarakan umat Islam. Serahkan lah proses hukum kepada pihak kepolisian yang sekarang berusaha menyelesaikan persoalan tersebut. Polri juga akan melaksanakan gelar perkara secara terbuka.
Haedar mengimbau agar semua komponen umat Islam menjaga kondisi bangsa agar tetap kondusif. (idr/lum/jpg/adz)