Konon, kebanyakan perusahaan tambang di seluruh dunia meninggalkan lokasi bekas tambang yang luluh lantak. Ada yang jadi gua hantu, kota hantu, atau lingkungan tercemar limbah. Tidak demikian halnya dengan PT Newmont Minahasa Raya. Tambang ini meninggalkan jejak hijau berupa kebun raya nan rindang di Rakatotok.
————————————
Dame Ambarita, Minahasa
————————————
Lahan bekas tambang Newmont di Minahasa, ditengarai merupakan lahan bekas tambang yang pertama kali di dunia disulap menjadi kawasan wisata Kebun Raya.
Sebelumnya, dua tambang lainnya yakni bekas tambang bauksit di Inggris diubah menjadi Taman Eden, dan bekas tambang batubara di St Pitersburg Amerika Serikat juga diubah menjadi hutan. Namun hasilnya tidak semasif kebun raya milik PTNMR, yang luasnya mencapai 200 hektare dari 400 hektare lahan tambang sebelumnya.
PTNMR, perusahaan Amerika Serikat mulai mengoperasikan tambang emasnya di Ratatotok dan Buyat sejak tahun 1996 dan berakhir tahun 2004. Adapun kontrak karya ditandatangani tahun 1986.
“Selama kurun waktu delapan tahun masa penambangan (1996-2004), PTNMR telah memproduksi 1,8 juta “troy ounce” emas batangan (1 troy ounce setara 31,1 gram). Produksi emas rata-rata 750 gram per bulan,” kata Environt Manager PT PTNMR, Jerry Kojansow, yang menerima kunjungan para jurnalis asal Sumut, di base camp PTNMR di Buyat, beberapa waktu lalu.
PTNMR mengakhiri masa penambangan tahun 2001, karena bebatuan yang mengandung mineral emas di Bukit Mesel sudah habis. Namun pabrik pengolahan masih memproses sisa stok material hingga Agustus 2004.
Setelah masa penambangan berakhir, dilanjutkan dengan pembongkaran pabrik yang selesai tahun 2006. PTNMR kemudian melanjutkan tahapan reklamasi dan revegetasi di areal bekas tambang.
“Kami mereklamasi kawasan ini secara total sejak tambang mulai berhenti beroperasi pada 2011. Tapi upaya reklamasi sudah dilakukan saat operasi tambang masih berlangsung. Itupun dilakukan secara bertahap. Penyerahan hutan reklamasi dilakukan pada tahun 2011,” kata Jerry.
Dari total luas lahan pinjam pakai kawasan hutan yang digunakan untuk kegiatan penambangan, yang dimanfaatkan untuk penambangan (pabrik dan fasilitas penunjang lainnya) hanya 240 hektare. Sisanya dimanfaatkan sebagai zona penyangga.
Dari 240 hektare lahan terpakai, yang bisa direklamasi seluas 200 hektare. Selebihnya berupa kolam bekas galian tambang, dinding galian, dan jalan, yang tidak bisa ditanami kembali.
Saat jurnalis dibawa meninjau ke lokasi, penambangan emas di Bukit Mesel itu nyaris tak menyisakan bekas-bekas tambang. Bahkan sisa-sisa bangunan maupun bekas pabrik pengolahan emas itu pun tak lagi terlihat. Yang ada hanya pepohonan dan suara satwa penghuni Bukit Mesel.
Satu-satunya yang tersisa dan menjadi bukti bahwa di bukit itu pernah dilakukan penambangan hanya sebuah danau seluas 700 meter x 500 meter dengan kedalaman 134 meter, bekas galian tambang emas yang kini sudah dipenuhi air. Cukup berpotensi menjadi objek wisata. Hanya satu masalahnya. Menurut Jerry, jalan ke danau itu belum memadai karena topografinya menurun.
Kini kawasan bekas penambangan telah berubah menjadi hutan lebat yang ditumbuhi berbagai jenis pepohonan bernilai ekonomi tinggi. Berdasarkan hasil survei, di bekas areal tambang ditumbuhi 155.814 pohon dan terdapat 145 spesies tanaman dari 45 famili pepohonan. Jenis kayu yang ditanam adalah kayu keras bernilai ekonomi tinggi seperti jati, mahoni, sengon, angsana, mahoni, cempaka, serta beberapa tanaman buah-buahan.
“Hasil survey mahasiswa IPB tahun 2010 mengungkapkan, 20 tahun sesudah pohon ditanam telah memiliki nilai ekonomi kira–kira US$ 125 per kubik pohon. Dengan jumlah spesis bernilai ekonomi tinggi adalah 163.294 batang pohon, maka nilai hutan reklamasi adalah US$ 20.411.750 atau sekitar Rp265 miliar (asumsi kurs Rp13.000),” kata Jerry.
Hasil penelitian Fakultas Pertanian Universitas Sam Ratulangi Manado menyimpulkan, reklamasi hutan bekas tambang PTNMR telah dilaksanakan 100 persen. Persentase tanaman mencapai 152,83 persen dengan tingkat kesehatan tanaman 97,68 persen serta persentase tanaman lokal 99,91 persen.
Penilai keberhasilan reklamasi hutan PTNMR di Ratatotok, Kabupaten Minahasa Tenggara dari pemerintah pusat menyimpulkan, nilai keberhasilan mencapai 93 persen. Lebih tinggi dari standar yang ditetapkan pemerintah untuk kategori baik, yakni 80 persen.
Tak ayal, areal bekas tambang PTNMR pun diusulkan untuk dijadikan kebun raya atau “botanical garden”. Ide awal pembangunan Kebun Raya di Ratatotok ini muncul dari keinginan PTNMR, yang ingin menjaga hutan hasil reklamasi, dengan meningkatkan status kawasan hutan.
Sebagai tindaklanjut dari usulan itu pihak Kebun Raya Bogor dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) telah berkunjung ke lokasi bekas tambang. Kehadiran mereka untuk menjajaki kemungkinan lokasi tersebut dijadikan kebun raya. Mereka menyimpulkan, reklamasi bekas lahan tambang emas di Ratatotok ini merupakan salah satu yang terbaik.
Masterplan dan Maket Kebun Raya pun disusun Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor dan LIPI. Kebun Raya ini rencananya akan dinamakan Kebun Raya Megawati Soekarnoputri.
Pembangunan infrastruktur Kebun Raya akan memakan waktu 5-7 tahun. Pembangunan hingga selesai diperkirakan akan lebih dari 10 tahun. Pembangunan Kebun Raya akan dimulai setelah mendapatkan persetujuan penganggaran Negara lewat APBN.
“Jika itu lahan ini ditetapkan menjadi kebun raya, ini bakal menjadi kebun raya pertama di dunia yang dikembangkan di atas area bekas pertambangan,” kata Jerry. (mea)