Akbar pun memaklumi jika dia enggan berkomentar karena menjaga hubungan baik eksekutif dan legislatif.
Namun, politisi Partai Nasdem ini bertanya lagi, bagaimana sikapnya secara pribadi terhadap Setnov setelah adanya dugaan pencatutan ini. Namun, Luhut tetap tak mau menyatakan sikapnya kepada Setnov.
“Kita jangan terlalu buru-buru. Dalam kesempatan yang baik ini saya ingin sampaikan, kita jangan mengadili orang, apalagi berdasarkan persepsi,” ujar Luhut. “Tapi kalau sudah ada putusan jelas, tentu saya akan bersikap,” ucapnya.
Dalam sidang itu, Luhut terlihat tak mau terpancing atas pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan para hakim MKD. Dia juga seolah tak mau terlibat konflik dengan Menteri ESDM Sudirman Said terkait pembahasan perpanjangan kontrak karya PT Freeport.
Akbar sempat menanyakan pendapat pribadi Luhut mengenai perbedaan penyikapan perpanjangan kontrak PT Freeport dengan Menteri Sudirman. Pasalnya, Luhut dalam dua memonya kepada Presiden Jokowi tegas menyatakan pembahasan kontrak baru bisa dilakukan 2019. Sedangkan Menteri ESDM sudah memulai pembicaraan dengan perusahaan asing asal Amerika Serikat itu.
“Kenapa kemudian yang kami baca, pengakuan Sudirman Said dengan apa yang ada dalam rekaman, berbeda antara sikap Anda kepada presiden. Masalahnya apa yang Anda laporkan kepada presiden (lewat memo), berbeda dengan penyikapan saudara Menteri ESDM,” tanya Akbar.
“Tanya saja kepada menteri ESDM,” jawab Luhut, singkat.
Pertanyaan ini terkait dengan surat Sudirman Said sebagai balasan atas permohonan perpanjangan kontrak dari PT Freeport pada 7 Oktober 2015. Dalam surat yang ditujukan kepada Chairman of the Board Freeport McMoRan Inc, saudara James R Moffett, menteri ESDM dianggap memberi ‘lampu hijau’ terhadap kelanjutan Kontrak Karya PT Freeport.
“Apa pendapat Anda yang dilakukan Sudirman Said dengan kirim surat atau balas surat PT Freeport jauh sebelum 2019?” tanya Akbar. Lagi-lagi, Luhut secara tegas menolak mengomentarinya. “Saya sekali lagi, saya tidak ingin komentari,” pungkas Luhut.