Menurutnya, menjadi pembudidaya ikan hias bukan hanya semata mencari keuntungan besar. Tetapi bagaimana selalu mendapat benih yang unggul. “Soalnya benih yang didapat ditentukan sendiri,” akunya.
Satu sisi, kata Wagito, membudiyakan ikan hias tak semudah membalikkan telapak tanggan. Berbagai tantangan dia hadapi, mulai mencari kesulitan mencari induk yang berkualitas sampai menghadapi ikan predator dan membuat kolam pemisahan dilakukannya sendiri.
Wagito banyak belajar sendiri untuk membudidayakan ikan hias agar pengetahuannya terus bertambah. “Beberapa buku terkait pembudidayan ikan saya pelajari,” ungkapnya.
Lambat tapi pasti, kerja keras Wagito membudidayakan ikan hias mulai terlihat. “Pertamakali ikan hias jenis koi berhasil dibudidayakan jumlahnya sekitar 5 ribu ekor,” sebutnya.
Bahkan pembudidayan ikan hias tidak terbatas ikan koi. Akan tetapi tetapi jenis koki serta komet yang banyak diminati pasar lokal menjadi target budidayanya. Untuk pemasaran hasil budidayanya, perekor jenis koi dengan ukuran 5-8 inci dibandrol Rp5.000 – Rp12.000.
Sedangkan koki ukuran 5-8 inci yang sama dibandrol Rp1.000 – Rp10.000. “Jenis komet ukuran 5-8 inci saya lepas Rp.1.000 – Rp10.000,” tuturnya merincikan.
Wagito juga menceritakan, dengan luas kolam sekitar 1 hektare di tiga tempat yang berbeda, dia mampu mendapat keuntungan Rp3 juta per bulan. Setelah dipotong biaya pakan ikan buatan pabrik, rekening listrik dan menggaji dua orang karyawan tetapnya.
“Itu merupakan keuntungan bersih yang kemudian menjadi tabungan,” demikian Wagito. (btr/yaa)