Potensi masalah lain pembagian tambahan kuota berdasarkan pernah haji atau belum adalah penyerobotan antrian. Kemenag bisa saja memberangkatkan lebih dahulu jamaah yang baru lima tahun antri, gara-gara dia belum pernah berhaji. Padahal di lokasi yang sama ada calon jamaah yang sudah antri belasan tahun dan belum pernah berhaji, tidak bisa terangkat dari waiting list.
Dadi menegaskan Kemenag harus benar-benar cermat dalam mendistribusikan tambahan kuota sebanyak 10 ribu itu. Rencana memberikan kepada calon jamaah yang belum pernah berhaji, tetapi mengedapkan keadilan jamaah yang sudah antri lama. Sementara untuk kuota tetap sebanyak 211 ribu, bisa didistribuikan langsung seperti penyelenggaraan haji periode 2012 lalu.
Dadi menuturkan potensi masalah lainnya adalah ketersediaan pemondokan atau hotel. Dadi mengatakan kembali normalnya kuota haji, tentu berdampak pada pencarian pemondokan. ’’Jika tidak cepat-cepat berburu hotel, bisa mendapatkan hotel yang jauh atau harganya mahal,’’ jelasnya.
Dengan asumsi setiap pemondokan rata-rata berkapasitas seribu jamaah, Kemenag punya tugas besar untuk mencari pemondokan sekitar 50 unit. Kebutuhan unit hotel baru ini berpotensi naik, sebab kapasitas riilnya beragam. Ada hotel yang hanya berkapasitas 500 jamaah, 750 jamaah, seribu jamaah, bahkan sampai 2.000 jamaah. Dadi menjelaskan jika tidak bergerak dengan cepat, perburuan pemondokan bisa kedahuluan negara lain.
Kabar bonus kouta ini turut disambut bahagia sejumlah pihak. Wakil ketua Himpunan Penyelenggara Umrah Haji Khusus (Himpuh) Muharom Ahmad bahkan sudah berharap bisa dapat alokasi 8 sampai 9 persen dari 10 ribu kuota tambahan itu. Persentase tersebut sejumlah 800 hingga 900 orang.
Sebelumnya, saat ada pengurangan kuota nasional hingga 20 persen, haji plus hanya sekitar 13,6 ribu. Sedangkan pada 2012 saat kuota masih 211 ribu porsi haji plus sebanyak 17 ribu. Mereka berharap kuota kembali seperti sediakala plus tambahan 8-9 persen dari kursi tambahan.
Muharom menuturkan pihak penyelenggara haji plus berharap pemerintah bisa segera membagi alokasi kuota itu. Sehingga bukan hanya penyelenggara, tapi jamaah juga bisa bersiap melunasi biaya haji. ”Kami juga harus siapkan booking pesawat, hotel, transportasi selama di sana (Arab Saudi). Berharap sebulan sebelum ramadan atau Sya’ban (akhir, Mei red) sudah klir semua tinggal pelunasan,” ujar dia.
Mantan Sekjen Himpuh itu berharap pada Februari kuota itu sudah bisa detail. Sebab, biasanya akan ada calon jamaah yang kemungkinan tidak bisa berangkat pada tahun ini karena berbagai alasan. Seperti sakit, tidak mampu melunasi biaya haji, hingga yang masih harus berdinas.
Selain masalah kuota, Himpuh juga berharap agar semua peraturan baru terkait dengan haji bisa disosialisasikan segera. Tidak mendadak atau mendekati penyelenggaraan haji. Bukan hanya yang berasal dar Kemenag tapi juga dari kementerian haji Arab Saudi. ”Tahun lalu ada aturan soal e-hajj seperti rekening dan pelunasan yang mepet,” jelas dia.
Di samping itu, urusan transportasi jadi salah satu poin penting lainnya. Kesiapan maskapai tentu turut menentukan keberhasilan penyelenggaraan ibadah haji.
Garuda Indonesia, sebagai maskapai nasional yang ikut melayani angkutan haji tiap tahun, sudah menyatakan kesiapannya atas penambahan kuota yang ada. Vice President Corporate Communication Garuda Indonesia Benny S Butarbutar mengungkapkan, pengalaman melayani jamaah haji pada 2012 menjadi salah satu bekal utama untuk pelayanan 2017 nanti. Mengingat, jumlah kuota haji lima tahun silam sama dengan tahun ini.
Benny menjabarkan, pada musim Haji 2012 lalu, Garuda Indonesia menerbangkan sebanyak 112.683 jemaah Indonesia. Mereka tergabung dalam 295 kelompok terbang (kloter) dari 10 embarkasi.