25 C
Medan
Thursday, May 16, 2024

Jaksa Diminta Baca Ulang UU Perseroan

MEDAN- Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam repliknya tetap bertahan pada tuntutannya, bahwa ketiga terdakwa perkara kredit tidak terpasang di BNI SKM Medan telah melakukan tindak pidana korupsi yang mengakibatkan kerugian negara. Hal ini membuat Tim Penasehat hukum (PH) ketiga terdakwa, Baso Fakhruddin, meminta jaksa membaca ulang UU Perseroan, agar benar-benar memahami soal perseroan terbatas (PT).

“Dalam repliknya, Jaksa kembali ke inti tuntutannya. Kalau kita menjawab secara teoritis dan ada buktinya, mereka (jaksa, Red) menjelaskannya sepotong-potong,” kata pengacara terdakwa Baso Fakhruddin usai sidang di Pengadilan Tipikor Medan, kemarin.
Baso mengatakan, tuntutan jaksa terlalu dipaksakan dan mengesampingkan beberapa peraturan lainnya terkait dengan Perseroan Terbatas terbuka (PT Tbk). Seperti halnya Putusan MK Tahun 2012 dan UU BUMN Tahun 2013. Seharusnya jaksa jeli dan benar-benar memahami soal perseroan terbatas (PT) seperti halnya PT BNI Tbk.

“Dalil Jaksa ’kan UU Tipikor, sementara kita pakai dalil yang terbaru Putusan MK Tahun 2012, September. Hati-hati kalau dasar hukumnya menggunakan UU yang lebih lama menghadapi UU yang lebih baru. ’Kan ada UU BUMN yang terbaru Tahun 2003. Jaksa tidak pernah mengutip soal UU BUMN. Semua soal keuangan Negara Jaksa menggunakan UU Tipikor,” jelasnya lagi.

Ia lantas mencontohkan, BNI, Mandiri, BRI adalah Perseroan Terbatas (PT) Terbuka (Tbk). Mereka semua listing di pasar modal. “Pertanyaan saya begini, kalau nanti di pasar modal nilainya rontok jatuh ke 50 poin, semua saham bank itu jatuh 50 poin, berarti jaksa bisa dong bilang itu ada kerugian Negara? Ya tangkap saja semua Direktur Bank-bank BUMN. Kan punya pemerintah juga? Kan jadi seperti itu? Kan sudah jelas-jelas Persero Tbk? Tapi dia ’kan tidak tunduk pada UU Keuangan Negara, tapi tunduk pada UU PT dan Pasar Modal,” katanya lagi.

Terkait keterangan Direktur PT Atakana, M Aka, yang mengatakan tidak pernah memberikan kuasa ke pihak manapun terkait SHGU 102, dinilai Baso sebagai sebuah kebohongan. Pasalnya, saat M Aka dihadirkan sebagai saksi, dirinya mengakui ada menandatangani surat kuasa kepada Boy Hermansyah.

Begitu juga hal soal RUPS tidak sah. Baso meminta jaksa membaca ulang UU Perseroan.
“Bukankah dalam hukum korporasi atau perusahaan dimungkinkan adanya ‘RUPS sirkulair’ yang syaratnya 100 persen pemegang saham setuju, maka hal tersebut mengikat layaknya putusan RUPS. Dalam kapasitas apa jaksa menyatakan RUPS tersebut tidak sah? Itu ’kan sudah domain perdata?” ujarnya.

Ditambahkannya, jual beli SHGU 102 telah terjadi di mana pembayaran SHGU 102 telah dilakukan oleh PT BDKL kepada para pesaham PT Atakana Company, dan membayar hutang PT Atakana Company di BNI SKM Medan. Hal ini juga sesuai dengan permintaan PT Atakana sebagaimana tertuang dalam RUPS PT Atakana Company.

Lebih lanjut dikatakannya, berdasarkan fatwa Mahkamah Agung RI nomor : WKMA/U/20/VIII/2006, pada pokoknya menyatakan modal BUMN berasal dari kekayaan negara yang telah dipisahkan dari APBN. Dan selanjutnya pembinaan dan pengelolaannya tidak didasarkan pada sistem APBN, melainkan pada prinsip perusahaan yang sehat, piutang BUMN bukanlah piutang negara.

“Sebenarnya, jaksa tidak perlu malu mengakui fakta di persidangan ini dan melaksanakan tugasnya sesuai fakta,” katanya.
Menurut Baso, dalam perkara ini telah terjadi kriminalisasi terhadap perjanjian kredit oleh jaksa. “Ya kalau soal kredit ini dikriminalisasi oleh Jaksa, mending Bank-bank BUMN ini kita bubarkan saja. Karena semua bisa masuk ke penjara orang-orang Bank BUMN,” ujarnya. (far)

MEDAN- Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam repliknya tetap bertahan pada tuntutannya, bahwa ketiga terdakwa perkara kredit tidak terpasang di BNI SKM Medan telah melakukan tindak pidana korupsi yang mengakibatkan kerugian negara. Hal ini membuat Tim Penasehat hukum (PH) ketiga terdakwa, Baso Fakhruddin, meminta jaksa membaca ulang UU Perseroan, agar benar-benar memahami soal perseroan terbatas (PT).

“Dalam repliknya, Jaksa kembali ke inti tuntutannya. Kalau kita menjawab secara teoritis dan ada buktinya, mereka (jaksa, Red) menjelaskannya sepotong-potong,” kata pengacara terdakwa Baso Fakhruddin usai sidang di Pengadilan Tipikor Medan, kemarin.
Baso mengatakan, tuntutan jaksa terlalu dipaksakan dan mengesampingkan beberapa peraturan lainnya terkait dengan Perseroan Terbatas terbuka (PT Tbk). Seperti halnya Putusan MK Tahun 2012 dan UU BUMN Tahun 2013. Seharusnya jaksa jeli dan benar-benar memahami soal perseroan terbatas (PT) seperti halnya PT BNI Tbk.

“Dalil Jaksa ’kan UU Tipikor, sementara kita pakai dalil yang terbaru Putusan MK Tahun 2012, September. Hati-hati kalau dasar hukumnya menggunakan UU yang lebih lama menghadapi UU yang lebih baru. ’Kan ada UU BUMN yang terbaru Tahun 2003. Jaksa tidak pernah mengutip soal UU BUMN. Semua soal keuangan Negara Jaksa menggunakan UU Tipikor,” jelasnya lagi.

Ia lantas mencontohkan, BNI, Mandiri, BRI adalah Perseroan Terbatas (PT) Terbuka (Tbk). Mereka semua listing di pasar modal. “Pertanyaan saya begini, kalau nanti di pasar modal nilainya rontok jatuh ke 50 poin, semua saham bank itu jatuh 50 poin, berarti jaksa bisa dong bilang itu ada kerugian Negara? Ya tangkap saja semua Direktur Bank-bank BUMN. Kan punya pemerintah juga? Kan jadi seperti itu? Kan sudah jelas-jelas Persero Tbk? Tapi dia ’kan tidak tunduk pada UU Keuangan Negara, tapi tunduk pada UU PT dan Pasar Modal,” katanya lagi.

Terkait keterangan Direktur PT Atakana, M Aka, yang mengatakan tidak pernah memberikan kuasa ke pihak manapun terkait SHGU 102, dinilai Baso sebagai sebuah kebohongan. Pasalnya, saat M Aka dihadirkan sebagai saksi, dirinya mengakui ada menandatangani surat kuasa kepada Boy Hermansyah.

Begitu juga hal soal RUPS tidak sah. Baso meminta jaksa membaca ulang UU Perseroan.
“Bukankah dalam hukum korporasi atau perusahaan dimungkinkan adanya ‘RUPS sirkulair’ yang syaratnya 100 persen pemegang saham setuju, maka hal tersebut mengikat layaknya putusan RUPS. Dalam kapasitas apa jaksa menyatakan RUPS tersebut tidak sah? Itu ’kan sudah domain perdata?” ujarnya.

Ditambahkannya, jual beli SHGU 102 telah terjadi di mana pembayaran SHGU 102 telah dilakukan oleh PT BDKL kepada para pesaham PT Atakana Company, dan membayar hutang PT Atakana Company di BNI SKM Medan. Hal ini juga sesuai dengan permintaan PT Atakana sebagaimana tertuang dalam RUPS PT Atakana Company.

Lebih lanjut dikatakannya, berdasarkan fatwa Mahkamah Agung RI nomor : WKMA/U/20/VIII/2006, pada pokoknya menyatakan modal BUMN berasal dari kekayaan negara yang telah dipisahkan dari APBN. Dan selanjutnya pembinaan dan pengelolaannya tidak didasarkan pada sistem APBN, melainkan pada prinsip perusahaan yang sehat, piutang BUMN bukanlah piutang negara.

“Sebenarnya, jaksa tidak perlu malu mengakui fakta di persidangan ini dan melaksanakan tugasnya sesuai fakta,” katanya.
Menurut Baso, dalam perkara ini telah terjadi kriminalisasi terhadap perjanjian kredit oleh jaksa. “Ya kalau soal kredit ini dikriminalisasi oleh Jaksa, mending Bank-bank BUMN ini kita bubarkan saja. Karena semua bisa masuk ke penjara orang-orang Bank BUMN,” ujarnya. (far)

Previous article
Next article

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/