27.8 C
Medan
Saturday, May 18, 2024

Warga Ambai Menggugat: Ketika Kekhawatiran Itu Terbukti…

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Februari 2021, warga Jalan Ambai, Kelurahan Sidorejo Hilir, Kecamatan Medan Tembung, tak menyangka sebidang tanah kosong, diapit dua rumah permanen, yang awalnya penuh semak belukar, berubah menjadi bangunan kafe. Jalan tersebut berjarak 200 meter dari Jalan Tempuling dan Jalan Tuasan yang dipenuhi deretan kafe-kafe yang menjadi lokasi tongkrongan. Kafe belakangan menjadi fenomena gaya hidup masyarakat Medan saat ini.

Semula, warga setempat mengira tanah kosong tersebut akan dibangun rumah toko atau hunian perumahan. Warga Ambai pun tenang-tenang saja. Ketika seorang warga iseng-iseng mendatangi lokasi dan menemui beberapa pekerja yang tengah menimbun permukaan tanah dengan sirtu, didapat info lahan tersebut akan dibangun sebuah kafe.

Info itu pun cepat menyebar dari mulut ke mulut dan menjadi pergunjingan warga Ambai. Lebih satu tahun sudah, kenyamanan warga Jalan Ambai Medan dalam menjalani aktivitas kehidupan “terusik” oleh ulah usil pemilik sebuah kafe.

Kafe yang bernama Pos Ambai Coffee dinilai telah menciderai norma-norma kepatutan hidup bermasyarakat. Warga Jalan Ambai tak mau menjadi penonton. Warga Ambai tak mau tinggal diam, warga Ambai pun menggugat.

Cerita panjang keluhan warga terkait aktivitas keramaian di kafe tersebut, telah beredar luas di kalangan masyarakat melalui pesan berantai lewat WhatsApp. Kasusnya pun viral di media sosial.

Pemberitaan di media atas perseteruan warga dengan pemilik kafe menjadi sorotan dari warganet. Umumnya warganet mengecam ulah pemilik kafe yang membuka usahanya nyaris 24 jam hingga mengganggu ketenangan warga.

Namun tak sedikit warga berkomentar lain, “Namanya orang membuka usaha..sabar aja..”
Akan tetapi, warga Jalan Ambai tetap tidak memberi toleransi terhadap pemilik usaha makan dan minum itu. Selain bising dan mengundang kegaduhan serta berdiri di tengah permukiman padat penduduk, kehadiran kafe tersebut juga tanpa seizin warga setempat.

Kini warga meneruskan masalah tersebut ke “meja hijau”. Farid Wajdi dan Diurna Wantana, warga terdampak langsung dari suara bising kafe itu tergerak melakukan perlawanan hukum. Melalui kuasa hukum dari Pengurus Besar Perkumpulan Advokat Sumatera Utara (PB-PASU), keduanya ingin memberi efek jera bagi pemilik kafe bahwa usahanya tersebut merusak tatanan hidup bermasyarakat.

Ketua tim kuasa hukum kedua warga, Indra Buana Tanjung menyatakan, gugatan warga Jalan Ambai telah didaftarkan ke Pengadilan Negeri Medan dengan Noreg. 443/Pdt.G/2022 PN Medan. Pihaknya akan mengawal kasus itu hingga tuntas.

Kekhawatiran Warga Terbukti
Rivai Lubis, warga yang rumahnya bersebelahan persis dengan kafe tersebut pernah mengungkap kekhawatirannya sebelum kafe itu berdiri di sebelah kiri rumahnya. Menurut ayah tiga anak ini, kawasan Jalan Ambai adalah kawasan yang tenang dan damai. Area tersebut lebih mirip komplek perumahan yang hanya sesekali dilintasi kendaraan.

Dia khawatir jalan Ambai akan berubah seperti pasar malam. Namun, sejak setahun belakangan, ketenangan pria 47 tahun ini terusik dengan suara hiruk pikuk yang bersumber dari kafe itu.

Senada dialami Rivai, Farid Wajdi yang seorang advokat senior, rumahnya berhadapan langsung dengan Pos Ambai Kafe, juga merasakan hal yang sama. Kekhawatiran Rivai dan warga lainnya akhirnya terbukti. Baru beberapa hari saja kafe itu berdiri, warga sudah merasa terganggu.

Warga Kecam Camat dan Lurah
Indra Buana Tanjung kembali menjelaskan, berdirinya Pos Ambai Kafe di lokasi itu tidak lepas dari peran aparat terkait di daerah tersebut. Pihak kecamatan, kelurahan dan perangkat di bawahnya dituding telah memberi kemudahan bagi pemilik kafe membuka usahanya.

Kepentingan warga pun diabaikan. “Karena itulah, Camat Medan Tembung, Lurah Sidorejo Hilir dan Kepling, menjadi tergugat dalam gugatan warga,” ujar Indra.

Materi gugatan, kata Indra, adalah meminta pihak terkait dalam hal ini BKPM, Wali Kota Medan, Kadis Pariwisata Medan, menindak Pos Ambai Kafe dan menghentikan segala aktivitas di dalamnya,” kata Indra Buana.

Sebelumnya, dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi III DPRD Medan, warga Jalan Ambai tersebut menyampaikan keluhannya. Pihak Kelurahan Sidorejo Hilir yang diwakili Kasie Tramtib dalam RDP itu mengaku telah berulang kali menegur pemilik kafe agar mengurangi jam operasionalnya, namun pemilik kafe tak mengindahkan teguran itu alias bandal. Operasional tetap hingga menjelang Subuh.

Anggota Komisi III DPRD Medan Hendri Duin menyatakan, keberadaan suatu usaha bisnis di suatu lokasi sangat penting untuk meningkatkan perekonomian, namun juga harus memperhatikan komunikasi dengan warga agar terjalin dengan baik.

Kini warga Ambai tidak sendirian dalam menghadapi masalah itu. Tak sedikit warga tetangga, yakni warga Jalan Tombak, Jalan Tuamang dan sekitarnya, memberi dukungan moral atas apa yang dialami warga jirannya itu. Mereka memberi apresiasi dan dukungan dengan beragam cara. Dukungan moral dituangkan dalam pesan berantai di grup WhatsApp, SMD hingga kelompok jamaah masjid di daerah itu. Apalagi, kafe tersebut berjarak 200 meter saja dari masjid. (rel/adz)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Februari 2021, warga Jalan Ambai, Kelurahan Sidorejo Hilir, Kecamatan Medan Tembung, tak menyangka sebidang tanah kosong, diapit dua rumah permanen, yang awalnya penuh semak belukar, berubah menjadi bangunan kafe. Jalan tersebut berjarak 200 meter dari Jalan Tempuling dan Jalan Tuasan yang dipenuhi deretan kafe-kafe yang menjadi lokasi tongkrongan. Kafe belakangan menjadi fenomena gaya hidup masyarakat Medan saat ini.

Semula, warga setempat mengira tanah kosong tersebut akan dibangun rumah toko atau hunian perumahan. Warga Ambai pun tenang-tenang saja. Ketika seorang warga iseng-iseng mendatangi lokasi dan menemui beberapa pekerja yang tengah menimbun permukaan tanah dengan sirtu, didapat info lahan tersebut akan dibangun sebuah kafe.

Info itu pun cepat menyebar dari mulut ke mulut dan menjadi pergunjingan warga Ambai. Lebih satu tahun sudah, kenyamanan warga Jalan Ambai Medan dalam menjalani aktivitas kehidupan “terusik” oleh ulah usil pemilik sebuah kafe.

Kafe yang bernama Pos Ambai Coffee dinilai telah menciderai norma-norma kepatutan hidup bermasyarakat. Warga Jalan Ambai tak mau menjadi penonton. Warga Ambai tak mau tinggal diam, warga Ambai pun menggugat.

Cerita panjang keluhan warga terkait aktivitas keramaian di kafe tersebut, telah beredar luas di kalangan masyarakat melalui pesan berantai lewat WhatsApp. Kasusnya pun viral di media sosial.

Pemberitaan di media atas perseteruan warga dengan pemilik kafe menjadi sorotan dari warganet. Umumnya warganet mengecam ulah pemilik kafe yang membuka usahanya nyaris 24 jam hingga mengganggu ketenangan warga.

Namun tak sedikit warga berkomentar lain, “Namanya orang membuka usaha..sabar aja..”
Akan tetapi, warga Jalan Ambai tetap tidak memberi toleransi terhadap pemilik usaha makan dan minum itu. Selain bising dan mengundang kegaduhan serta berdiri di tengah permukiman padat penduduk, kehadiran kafe tersebut juga tanpa seizin warga setempat.

Kini warga meneruskan masalah tersebut ke “meja hijau”. Farid Wajdi dan Diurna Wantana, warga terdampak langsung dari suara bising kafe itu tergerak melakukan perlawanan hukum. Melalui kuasa hukum dari Pengurus Besar Perkumpulan Advokat Sumatera Utara (PB-PASU), keduanya ingin memberi efek jera bagi pemilik kafe bahwa usahanya tersebut merusak tatanan hidup bermasyarakat.

Ketua tim kuasa hukum kedua warga, Indra Buana Tanjung menyatakan, gugatan warga Jalan Ambai telah didaftarkan ke Pengadilan Negeri Medan dengan Noreg. 443/Pdt.G/2022 PN Medan. Pihaknya akan mengawal kasus itu hingga tuntas.

Kekhawatiran Warga Terbukti
Rivai Lubis, warga yang rumahnya bersebelahan persis dengan kafe tersebut pernah mengungkap kekhawatirannya sebelum kafe itu berdiri di sebelah kiri rumahnya. Menurut ayah tiga anak ini, kawasan Jalan Ambai adalah kawasan yang tenang dan damai. Area tersebut lebih mirip komplek perumahan yang hanya sesekali dilintasi kendaraan.

Dia khawatir jalan Ambai akan berubah seperti pasar malam. Namun, sejak setahun belakangan, ketenangan pria 47 tahun ini terusik dengan suara hiruk pikuk yang bersumber dari kafe itu.

Senada dialami Rivai, Farid Wajdi yang seorang advokat senior, rumahnya berhadapan langsung dengan Pos Ambai Kafe, juga merasakan hal yang sama. Kekhawatiran Rivai dan warga lainnya akhirnya terbukti. Baru beberapa hari saja kafe itu berdiri, warga sudah merasa terganggu.

Warga Kecam Camat dan Lurah
Indra Buana Tanjung kembali menjelaskan, berdirinya Pos Ambai Kafe di lokasi itu tidak lepas dari peran aparat terkait di daerah tersebut. Pihak kecamatan, kelurahan dan perangkat di bawahnya dituding telah memberi kemudahan bagi pemilik kafe membuka usahanya.

Kepentingan warga pun diabaikan. “Karena itulah, Camat Medan Tembung, Lurah Sidorejo Hilir dan Kepling, menjadi tergugat dalam gugatan warga,” ujar Indra.

Materi gugatan, kata Indra, adalah meminta pihak terkait dalam hal ini BKPM, Wali Kota Medan, Kadis Pariwisata Medan, menindak Pos Ambai Kafe dan menghentikan segala aktivitas di dalamnya,” kata Indra Buana.

Sebelumnya, dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi III DPRD Medan, warga Jalan Ambai tersebut menyampaikan keluhannya. Pihak Kelurahan Sidorejo Hilir yang diwakili Kasie Tramtib dalam RDP itu mengaku telah berulang kali menegur pemilik kafe agar mengurangi jam operasionalnya, namun pemilik kafe tak mengindahkan teguran itu alias bandal. Operasional tetap hingga menjelang Subuh.

Anggota Komisi III DPRD Medan Hendri Duin menyatakan, keberadaan suatu usaha bisnis di suatu lokasi sangat penting untuk meningkatkan perekonomian, namun juga harus memperhatikan komunikasi dengan warga agar terjalin dengan baik.

Kini warga Ambai tidak sendirian dalam menghadapi masalah itu. Tak sedikit warga tetangga, yakni warga Jalan Tombak, Jalan Tuamang dan sekitarnya, memberi dukungan moral atas apa yang dialami warga jirannya itu. Mereka memberi apresiasi dan dukungan dengan beragam cara. Dukungan moral dituangkan dalam pesan berantai di grup WhatsApp, SMD hingga kelompok jamaah masjid di daerah itu. Apalagi, kafe tersebut berjarak 200 meter saja dari masjid. (rel/adz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/