Pasangan Ari Sihasale-Nia Zulkarnaen tidak hanya kompak untuk urusan rumah tangga, tapi juga pasangan serasi dalam membuat film. Keduanya punya ketertarikan yang sama terhadap film yang mengangkat anak sebagai objek cerita. Sejumlah film anak yang mendidik dan berkualitas sudah diproduksi Alenia Pictures yang dibangun sejak 2004 lalu.
ACHMAD SUKARNO HAMID, Jakarta
Tidak hanya jago berakting, Ale-Nia kini juga diacungi jempol soal menggarap film. Pasangan selebritis ini dikenal sebagai produser dan sutradara handal.
Terbaru, pihaknya memproduksi film Seputih Cinta Melati. ’’Kita memang lebih konsern ke dunia anak dan keluarga. Kasihan kan, kalau nantinya anak-anak tidak punya film?’’ ujar Ale-sapaan akrabnya, saat ditemui dalam press screening film Seputih Cinta Melati di XXI Epicentrum, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (14/7).
Sejak mendirikan Alenia Pictures, pria kelahiran Tembagapura, Papua, 5 Oktober 1973 mereka menyajikan cerita anak dengan tema beragam, menarik, dan memiliki pesan moral yang tinggi.
Mulai dari Denias, Senandung di Atas Awan (2006), Liburan Seru! (2008), King (2009), Tanah Air Beta (2010), Serdadu Kumbang (2011), Di Timur Matahari (2012), dan Leher Angsa (2013).
Ceritanya mulai dari petualangan, cinta akan alam, pendidikan, motivasi melalui olahraga, hingga religi. Semua disuguhkan dalam cerita yang berbeda.
’’Kalau untuk yang terbaru ini (Seputih Cinta Melati), kami angkat cerita bertemakan religi. Film ini berbeda dari karya-karya yang telah kami buat sebelumnya,’’ jelas pria yang sempat bergabung dalam grup vocal Cool Colours bersama Ari Wibowo, Surya Saputra, Johandy Yahya, dan Ari Wiyatna itu.
Meski gemar mengangkat cerita tentang anak, namun Ale mengakui tidak mudah mencari ide cerita untuk film anak. Butuh kesabaran dan ide-ide yang brilian.
Mulai mencari ide cerita, bibit-bibit baru yang pas dengan latar belakang cerita yang diambil. Mencari bibit baru, lanjut Ale, selain membutuhkan waktu juga kesabaran.
Oleh karenanya, dalam membuat film bertemakan anak-anak, aktor dan musisi keturunan Ambon tersebut harus bekerja ekstra untuk mencari pemain baru. ’’Anak itu polos jujur apa adanya. Jangan mengharapkan mereka bisa mengikuti kemaun kita sebagai sutradara. Kita harus mengajarinya dengan pelan-pelan,’’ paparnya.
Namun, kesabaran Ale-Nia terbukti. Sejumlah film yang mereka produksi mampu menembus festival film internasional.
Seperti film perdana mereka, Denias, Senandung di Atas Awan yang berhasil menembus persaingan di film Indonesia pada tahun 2008 dan mewakili indonesia dalam film terbaik berbahasa asing di ajang Piala Oscar. Wow! (*)