MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pemko Medan dinilai telah menyia-nyiakan kesempatan untuk memiliki terminal bus modern dengan fasilitas setara bandara. Pasalnya, Pemko menolak untuk menyerahkan Terminal Amplas dan Pinangbaris untuk dikelola Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Padahal, Kemenhub telah menganggarkan Rp1,2 triliun atau berkisar Rp40 miliar hingga Rp50 miliar per terminal untuk revitalisasi terminal tipe A se-Indonesia pada APBN 2020n
Ketua Fraksi PAN DPRD Medan, HT Bahrumsyah menyebutkan, Pemko Medan memang tak pernah serius dalam mengelola aset. Dia mengaku heran, mengapa Pemko Medan ‘tidak ikhlas’ melepas Terminal Amplas dan Pinangbaris? Padahal sebenarnya, tidak ada yang perlu dipertahankan dari kedua terminal tersebut.
“Apa yang mau dipertahankan dari Amplas dan Pinangbaris? PAD-nya sangat kecil, sedangkan biaya untuk mengurus kedua terminal itu sangat besar dan Pemko Medan tak mampu membiayai itu. Jadinya mau diapakan terminal itu? Ya lepaslah, biar jadi aset pusat dan biar mereka yang mengelola supaya warga Medan bisa punya terminal yang patut untuk dibanggakan,” ucap Bahrumsyah kepada Sumut Pos, Senin (15/7).
Sikap tidak jelas Pemko Medan, sebut Bahrumsyah, hanya akan merugikan warga Kota Medan sendiri. “Undang-undangnya sudah jelas, terminal tipe A harus diserahkan pada pemerintah pusat. Kita mau kelola sendiri dananya dari mana? Sedangkan kita pun tak bisa lagi mengutip retribusi. Kalaupun tidak kita lepas, terus mau kita apakan? Soal BRT, itu masih terlalu lama. Kapan mau dibangun saja masih belum jelas, anggarannya saja masih belum ada,” katanya.
Untuk itu, kata Bahrumsyah, Pemko Medan harus tegas dalam mengambil sikap. “Banyak sekali aset Pemko yang tidak terurus dan jelas masih punya kita. Itu saja urus, tak usah repot-repot urus terminal yang jelas-jelas di dalam UU harus kita serahkan. Banyak sekali aset Pemko Medan yang jelas punya kita tapi tidak kita urus, Kenapa tidak fokus kesitu,” tutupnya.
Anggota DPRD Medan dari Fraksi Golkar, Sabar Syamsurya Sitepu mengatakan, hal ini merupakan kelalaian besar dari Pemko Medan. “Di saat semua kota sedang menunggu terminalnya direvitalisasi oleh pemerintah pusat, kita malah dipastikan tidak kebagian dana revitalisasi. Kota lain justru berusaha keras untuk mendapatkannya, kita malah kehilangan begitu saja dana Rp50 miliar ini,” ucap Sabar kepada Sumut Pos, Senin (15/7).
Menurut Sabar, hanya ada dua hal yang membuat hal ini terjadi. Pertama, karena kelalaian Pemko Medan dan yang kedua, karena unsur kesengajaan. “Yang manapun alasannya, yang pasti masyarakat Kota Medan yang rugi. Masyarakat tidak mau tahu itu dana dari pemerintah pusat atau daerah, yang masyarakat tahu mereka punya terminal yang layak atau tidak. Dan Pemko Medan jelas sangat tidak peduli dengan warganya yang sudah sangat membutuhkan terminal layak,” tegasnya.
Dikonfirmasi, Kepala Dishub Medan, Iswar pun menjelaskan mengapa Pemko Medan tak menyerahkan kedua terminal tipe A itu ke Kemenhub. Menurutnya, kedua terminal itu akan dibuat menjadi tempat pemberangkatan awal dan akhir BRT (Bus Rapid Trans). “Kita sudah ada surat menyurat dengan Kemenhub,” ucapnya kepada Sumut Pos, Senin (15/7).
Dalam surat menyurat itu, kata Iswar, Kemenhub akan membangun sendiri terminal dengan lahan sendiri. Mengenai kewenangan pengelolaan Terminal Amplas dan Pinangbaris, Iswar menyebutkan tidak mempersoalkan dipegang oleh Kemenhub. “Soal kewenangan silahkan ada di mereka, karena itu memang mau kita gunakan untuk kepentingan lain. Dan untuk terminal yang baru nanti, mereka akan cari lahan lain,” ungkapnya.
Lantas, kapan BRT itu akan dibangun? Iswar pun tak bisa memastikan kapan BRT akan dibangun dan dioperasionalkan di Kota Medan. Menurutnya, LRT dan BRT akan dibangun bersamaan, dan membutuhkan investasi yang besar.
Sebelumnya, Pemerintah Pusat melalui Kementerian Perhubungan (Kemenhub) berencana merevitalisasi 38 terminal bus tipe A se-Indonesia pada 2020, agar lebih modern bahkan setara fasilitas di bandara. Anggaran yang disiapkan mencapai rp1,2 triliun atau berkisar rp40 miliar hingga rp50 miliar per terminal, dan sudah disetujui DPR. Sayang, Terminal Amplas dan Pinangbaris tak masuk dalam perencanaan tersebut. Pasalnya, Pemko Medan ngotot tak mau menyerahkan asetnya ke pemerintah pusat.
Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Budi Setiadi mengatakan, rencana merenovasi terminal-terminal bus utama itu adalah inisiatif Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi. Pada prinsipnya, katanya, menteri ingin bangunan dan berbagai fasilitas di 38 terminal bus tipe A dibangun dan ditata lebih modern hingga setara fasilitas di bandara.
Budi mengungkapkan, dana revitalisasi Rp45 miliar hingga Rp50 miliar per terminal. Hal itu bertujuan memberikan layanan transportasi yang baik bagi masyarakat dengan merasakan nyaman dan tertib. “Sayangnya cuma Medan terminalnya tipe A belum disampaikan kepada kita. Kata Pak Wali Kota, terminal tidak diserahkan kepada pusat,” ujarnya.
Disebutnya, beberapa bulan lalu Kemenhub sudah menyurati Wali Kota Medan, mempertanyakan Terminal Amplas dan Pinang Baris, apakah hendak diserahkan atau tidak, jawabannya negatif. Pemko bersikukuh tak mau menyerahkan. Tetapi mempertahankan aset tersebut untuk dikelola sendiri.
Akibatnya, hingga beberapa waktu ke depan (tidak diketahui batasnya), kondisi Terminal Amplas dan Pinang Baris, masih akan morat-marit dan amburadul. Tidak terurus sama sekali seperti sudah terlihat selama bertahun-tahun. Kotor akibat sampah berserakan disana-sini, bau tak sedap yang menyengat, dinding gedung yang penuh orat-oret, dijadikan hunian oleh orang-orang yang tak punya rumah dan sebagainya.
Budi mengaku sudah pernah melihat secara langsung kondisi Terminal Amplas yang sangat kumuh. Betapa prihatinnya dia akan kondisi tersebut. Di tengah perbaikan pelayanan yang terus-menerus dilakukan pemerintah pusat, termasuk terminal, sangat heran masih ada seperti yang terlihat di Amplas. “Terminal type A kok begitu,” ungkapnya.
Dalam beberapa kali rapat kerja dengan Komisi V DPR RI, Budi mengaku kerap “dipermalukan” akibat memprihatinkannya kondisi Terminal Amplas. Selalu dipertanyakan dan dia hanya bisa menjawab belum diserahkan Pemko Medan.
Karena ukurannya yang cukup besar, Budi menyebutkan Kota Medan membutuhkan terminal yang merupakan simpul bagi arus datang dan perginya warga dari dan ke Kota Medan. Sikap Wali Kota Dzulmi Eldin yang enggan menyerahkan Amplas dan Pinang Baris, menyebabkan Kemenhub tidak memasukkannya dalam rencana modernisasi (menjadi sekelas bandara) tahun 2020. Alternatifnya, Kemenhub kemungkinan akan membangun terminal baru. Akan dicari lahan, ditawarkan kepada investor dan didirikan terminal.
Kelemahan Pemerintah Pusat
Pandangan berbeda disampaikan Ketua Komisi A DPRD Sumut, Muhri Fauzi Hafiz. Menurutnya, Kemenhub lambat bergerak dalam hal peralihan terminal Tipe A di Indonesia, termasuk di Kota Medan. Alhasil hingga kini, hak pengelolaan Terminal Amplas dan Pinangbaris tak dikelola pemerintah pusat. “Saya yakin ini akibat lambatnya pemerintah pusat,” katanya.
Sebenarnya, kata Muhri, dari sisi kebijakan, pemerintah pusat punya kelemahan dalam masalah ini. Pertama, terlalu lama menyelesaikan proses pengalihan ini. Kedua, terlalu lambat mengajak keterlibatan pemerintah provinsi. “Maka satu-satunya penyelesaian yang logis adalah melalui DPRD Sumut mengundang pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan Pemerintah Kota Medan melalui dinas-dinas atau OPD terkait agar proses ini bisa lebih cepat,” katanya.
Politisi Demokrat ini menambahkan, melalui pertemuan bersama pemangku kebijakan terkait itu nantinya, diharapkan ada win win solution. Kata dia, masalah ini tidak sepenuhnya menjadi kesalahan Pemko Medan. Sebab selaku perpanjangan tangan pemerintah pusat, pemda biasanya selalu ikut dan patuh akan kebijakan yang dibuat pusat.
Seperti diketahui, kebijakan peralihan pengelolaan terminal Tipe A di Indonesia sudah bergulir sejak medio 2017 lalu, dimana Kemenhub menerbitkan Permenhub Nomor PM 79/2018 tentang Pedoman Penetapan Kode Terminal Penumpang Angkutan Jalan. Sementara Pemko Medan sendiri, ‘terpaksa’ harus merelakan kehilangan pendapatan asli daerahnya akibat sumber PAD-nya ditarik oleh pemerintah pusat dari sektor dimaksud.
Kepala Bidang Lalu Lintas Dishub Sumut, Darwin Purba saat dimintai tanggapan sekaitan hal ini mengatakan, sebaiknya langsung ditanyakan ke Dishub Kota Medan. Ia pun berkeyakinan, jika ihwal ini ditanyakan kepada Gubsu Edy Rahmayadi, tentu Gubsu selaku perpanjangan tangan pemerintah pusat akan menindaklanjuti sesuai kewenangan yang ada berdasarkan perundangan dan ketentuan berlaku. “Pada prinsipnya kita mendorong agar semua pihak taat azas dan bersama menciptakan lalu lintas yang aman dan lancar,” pungkasnya.
Sebelumnya, Gubsu Edy Rahmayadi yang dimintai komentarnya mengenai masalah ini, mengaku terlebih dahulu akan memelajari ketentuan yang ada. “Nanti saya pelajari dulu aturannya seperti apa ya,” katanya singkat pada pekan lalu. (map/prn)