28 C
Medan
Friday, June 28, 2024

Panggilan Kampung Halaman Itu Begitu Kuat

Dua Setengah Jam AY Nasution di Kantor Sumut Pos

Marsipature Hutana Be. Istilah yang dipopulerkan almarhum Raja Inal Siregar seakan kembali hidup saat berbincang dengan mantan Pangkostrad Letjend (Purn) Azmyn Yusri Nasution. Ya, ada semangat membangun kampung halaman yang terpancar dari kalimat yang dikeluarkan lelaki yang akrab disapa dengan AY Nasution itu. 

Ramadhan Batubara-Chairil Huda, Medan

“Saya lahir di Medan. Sekolah juga di Medan. Saya ini anak Medan,” buka AY Nasution saat mengunjungi Kantor Sumut Pos di Graha Pena, Jalan Sisingamangaraja Km 8,5 No 134 Medan, kemarin.

Lelaki yang pensiun dari TNI AD per 1 April 2012 itu pun tersenyum. Tatapannya teduh, memandang awak Sumut Pos yang kemarin memang sengaja menyambut prajurit yang telah makan asam garam di kawasan konflik tersebut. “Saya memang terpanggil untuk kembali ke tanah tempat saya lahir, Sumut. Tak ada yang lain yang saya cari selain membangun kampung ini. Dan, saya serius dengan itu,” katanya lagi.

Kalimat AY tadi seakan menegaskan kembali tentang rencananya untuk maju dalam Pilgubsu Maret 2013 mendatang. Lulusan AKABRI 1976 itu sama sekali tidak menutup-nutupi keinginannya. Kemajuan Sumut di masa mendatang telah membuat niatnya makin kuat. Bahkan, niat itu menutupi ‘status’ jenderal bintang tiga yang dimilikinya. Ya, biasanya posisi gubernur cenderung ‘milik’ jenderal bintang dua. “Tidak masalah, semua demi Sumut. Tak ada lagi yang saya cari. Seharusnya saya sudah nyaman di Jakarta, anak dan cucu saya semuanya di sana, tapi panggilan kampung ternyata lebih kuat,” ungkapnya.

AY bercerita, Sumut adalah sebuah daerah yang komplek. Kekomplekan itulah yang membutuhkan pemimpin yang pas. Pemimpin yang dimaksud adalah pemimpin yang mampu memenej segala potensi. “Jangan salah orang. Sumut itu istimewa. Daerah ini merupakan jalur internasional, kaya sumber daya alam, dan tentunya kaya sumber daya manusianya. Jadi, ketika pemimpin tak mampu menempatkan orang sesuai bidangnya, maka Sumut akan tetap jalan di tempat,” jelas lelaki yang doyan diving, jogging, dan renang itu.

Sesaat mata AY melirik beberapa pigura yang dipajang di dinding ruang rapat Sumut Pos. Terpajang di sana cover koran Sumut Pos dan grup seperti Posmetro Medan, Metro Siantar, Metro Asahan, Metro Tapanuli, Metro Tabagsel, dan Rakyat Aceh. “Seperti dibilang Pak Dahlan (Dahlan Iskan, Bos Jawa Pos Grup) ada tujuh…,” cetusnya.

Kemarin AY terlihat betah di Graha Pena. Lebih dari dua jam dia berdiskusi dengan awak Sumut Pos. Perbincangan pun tidak sekadar soal rencana pencalonannya atau dunia politik. Cerita mengalir dari Aceh hingga Papua; dua provinsi yang memang sempat menjadi kawasan tugas AY. “Saya sempat dengar, saat tugas di Aceh, Bapak dikenal tegas pada anggota dan menjadi ustads saat di luar,” pancing M Affan Bey Hutasuhut, wakil pemimpin umum Sumut Pos.

AY tertawa. Dia menerangkan, bertugas di daerah konflik memang harus demikian. Kedisiplinan anggota adalah harga mati. Maka, dia tegas terhadap anak buahnya. Tapi, untuk bermasyarakat tidak bisa demikian. “Pendekatan kepada masyarakat di daerah manapun harus persuasif. Tegas dan keras hanya untuk militer,” katanya.

Jawaban AY langsung melebar ke arah sosok pemimpin yang pas di Sumut. Dengan kata lain, jika dipercaya menjadi gubernur periode mendatang, apakah dia akan menerapkan disiplin keras pada PNS agar pelayanan terhadap masyarakat lebih maksimal? “Disiplin itu tidak kaku atau disiplin mati, tapi disiplin itu butuh penyesuaian sehingga benar-benar tertib,” jawabnya.

“Tidak mungkin kita paksa orang harus bangun jam lima pagi sementara kerja bisa selesai jika dia bangun jam setengah enam. Intinya, displin PNS dan militer itu beda. Titik samanya adalah pelayanan pada masyarakat,” tambahnya.

Sekali lagi, kemarin, konsep marsipature hutana be benar-benar terasa. AY terlihat begitu gemas dengan Sumut yang seperti jalan di tempat. Padahal, menurut AY, jika mau maju sejatinya Sumut bisa. “Harus ada komitmen. Siapa pun pemimpin Sumut di masa depan, harus berkomitmen untuk memajukan Sumut. Itulah sebab, jika ingin maju sebagai pemimpin Sumut harus dimulai dengan niat baik,” jelas AY.

Kalimat AY ini diungkapkannya ketika dipancing soal money politic yang cenderung terjadi saat pemilukada. “Ya, kalau dasarnya saja sudah tak benar, ujung-ujungnya juga tak benar kan? Saya pastikan, saya tidak akan melakukan hal semacam itu. Bila saat mau menjadi pemimpin harus pakai uang, hasilnya saat menjabat bisa membelenggu pemimpin itu sendiri kan,” tambahnya.

Tak terasa, jam dinding telah menunjukkan pukul setengah satu siang. AY permisi. Dia pun secara blak-blakan mengaku menikmati pertemuan itu dan berharap mendapat kesempatan untuk berdiskusi lebih panjang lagi. “Saya tetap berjalan dan berada, serta berada bersama masyarakat Sumut,” ucapnya sembari meninggalkan Graha Pena, kantor Sumut Pos. (*)

Dua Setengah Jam AY Nasution di Kantor Sumut Pos

Marsipature Hutana Be. Istilah yang dipopulerkan almarhum Raja Inal Siregar seakan kembali hidup saat berbincang dengan mantan Pangkostrad Letjend (Purn) Azmyn Yusri Nasution. Ya, ada semangat membangun kampung halaman yang terpancar dari kalimat yang dikeluarkan lelaki yang akrab disapa dengan AY Nasution itu. 

Ramadhan Batubara-Chairil Huda, Medan

“Saya lahir di Medan. Sekolah juga di Medan. Saya ini anak Medan,” buka AY Nasution saat mengunjungi Kantor Sumut Pos di Graha Pena, Jalan Sisingamangaraja Km 8,5 No 134 Medan, kemarin.

Lelaki yang pensiun dari TNI AD per 1 April 2012 itu pun tersenyum. Tatapannya teduh, memandang awak Sumut Pos yang kemarin memang sengaja menyambut prajurit yang telah makan asam garam di kawasan konflik tersebut. “Saya memang terpanggil untuk kembali ke tanah tempat saya lahir, Sumut. Tak ada yang lain yang saya cari selain membangun kampung ini. Dan, saya serius dengan itu,” katanya lagi.

Kalimat AY tadi seakan menegaskan kembali tentang rencananya untuk maju dalam Pilgubsu Maret 2013 mendatang. Lulusan AKABRI 1976 itu sama sekali tidak menutup-nutupi keinginannya. Kemajuan Sumut di masa mendatang telah membuat niatnya makin kuat. Bahkan, niat itu menutupi ‘status’ jenderal bintang tiga yang dimilikinya. Ya, biasanya posisi gubernur cenderung ‘milik’ jenderal bintang dua. “Tidak masalah, semua demi Sumut. Tak ada lagi yang saya cari. Seharusnya saya sudah nyaman di Jakarta, anak dan cucu saya semuanya di sana, tapi panggilan kampung ternyata lebih kuat,” ungkapnya.

AY bercerita, Sumut adalah sebuah daerah yang komplek. Kekomplekan itulah yang membutuhkan pemimpin yang pas. Pemimpin yang dimaksud adalah pemimpin yang mampu memenej segala potensi. “Jangan salah orang. Sumut itu istimewa. Daerah ini merupakan jalur internasional, kaya sumber daya alam, dan tentunya kaya sumber daya manusianya. Jadi, ketika pemimpin tak mampu menempatkan orang sesuai bidangnya, maka Sumut akan tetap jalan di tempat,” jelas lelaki yang doyan diving, jogging, dan renang itu.

Sesaat mata AY melirik beberapa pigura yang dipajang di dinding ruang rapat Sumut Pos. Terpajang di sana cover koran Sumut Pos dan grup seperti Posmetro Medan, Metro Siantar, Metro Asahan, Metro Tapanuli, Metro Tabagsel, dan Rakyat Aceh. “Seperti dibilang Pak Dahlan (Dahlan Iskan, Bos Jawa Pos Grup) ada tujuh…,” cetusnya.

Kemarin AY terlihat betah di Graha Pena. Lebih dari dua jam dia berdiskusi dengan awak Sumut Pos. Perbincangan pun tidak sekadar soal rencana pencalonannya atau dunia politik. Cerita mengalir dari Aceh hingga Papua; dua provinsi yang memang sempat menjadi kawasan tugas AY. “Saya sempat dengar, saat tugas di Aceh, Bapak dikenal tegas pada anggota dan menjadi ustads saat di luar,” pancing M Affan Bey Hutasuhut, wakil pemimpin umum Sumut Pos.

AY tertawa. Dia menerangkan, bertugas di daerah konflik memang harus demikian. Kedisiplinan anggota adalah harga mati. Maka, dia tegas terhadap anak buahnya. Tapi, untuk bermasyarakat tidak bisa demikian. “Pendekatan kepada masyarakat di daerah manapun harus persuasif. Tegas dan keras hanya untuk militer,” katanya.

Jawaban AY langsung melebar ke arah sosok pemimpin yang pas di Sumut. Dengan kata lain, jika dipercaya menjadi gubernur periode mendatang, apakah dia akan menerapkan disiplin keras pada PNS agar pelayanan terhadap masyarakat lebih maksimal? “Disiplin itu tidak kaku atau disiplin mati, tapi disiplin itu butuh penyesuaian sehingga benar-benar tertib,” jawabnya.

“Tidak mungkin kita paksa orang harus bangun jam lima pagi sementara kerja bisa selesai jika dia bangun jam setengah enam. Intinya, displin PNS dan militer itu beda. Titik samanya adalah pelayanan pada masyarakat,” tambahnya.

Sekali lagi, kemarin, konsep marsipature hutana be benar-benar terasa. AY terlihat begitu gemas dengan Sumut yang seperti jalan di tempat. Padahal, menurut AY, jika mau maju sejatinya Sumut bisa. “Harus ada komitmen. Siapa pun pemimpin Sumut di masa depan, harus berkomitmen untuk memajukan Sumut. Itulah sebab, jika ingin maju sebagai pemimpin Sumut harus dimulai dengan niat baik,” jelas AY.

Kalimat AY ini diungkapkannya ketika dipancing soal money politic yang cenderung terjadi saat pemilukada. “Ya, kalau dasarnya saja sudah tak benar, ujung-ujungnya juga tak benar kan? Saya pastikan, saya tidak akan melakukan hal semacam itu. Bila saat mau menjadi pemimpin harus pakai uang, hasilnya saat menjabat bisa membelenggu pemimpin itu sendiri kan,” tambahnya.

Tak terasa, jam dinding telah menunjukkan pukul setengah satu siang. AY permisi. Dia pun secara blak-blakan mengaku menikmati pertemuan itu dan berharap mendapat kesempatan untuk berdiskusi lebih panjang lagi. “Saya tetap berjalan dan berada, serta berada bersama masyarakat Sumut,” ucapnya sembari meninggalkan Graha Pena, kantor Sumut Pos. (*)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/