31.7 C
Medan
Monday, May 20, 2024

FHI Medan Pesimis Rekrutmen 1.200 Guru PPPK Dapat Tercapai, Soal Ujian Susah, Passing Grade Ketinggian

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Tes seleksi guru Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) secara nasional sudah dihelat sejak Senin (13/9), hingga Kamis (16/9). Hasilnya, hanya segelintir guru honorer di Kota Medan yang berhasil mencapainya nilai passing grade (ambang batas) yang ditetapkan pemerintah.

UJIAN: Para guru honorer mengikuti ujian seleksi PPPK Guru di SMK Negeri 10 Medan, beberapa hari lalu.dewi s lubis/sumut pos.

Ketua Forum Honorer Indonesia (FHI) Kota Medan Fahrul Lubis mengatakan, dirinya banyak mendapat pengaduan dari guru honorer yang mengikuti seleksi PPPK di Kota Medan, kalau passing grade yang ditetapkan terlalu tinggi. “Ini terbukti, setelah 4 hari ujian bahkan sampai sore ini (kemarin), guru-guru honorer banyak mengadu perihal soal ujian yang sangat susah dan passing grade yang terlalu tinggi,” kata Fahrul Lubis kepada Sumut Pos, Kamis (16/9).

Untuk itu, lanjut Fahrul, para guru honorer di Kota Medan meminta agar pemerintah menurunkan passing grade yang mereka nilai sangat memberatkan para guru honorer. “Nilai passing grade PPPK melebihi ujian CPNS. Mereka baru bisa lulus dengan nilai minimal 500. Sementara beberapa hari ini saya mendapat laporan, yang mengikuti ujian kebanyakan mendapat nilai di bawah 400, bahkan paling tinggi 420. FHI Kota Medan berharap, pemerintah segera merubah aturan passing drade yang terlalu tinggi, kita minta agar segera diturunkan passing gradenya,” pinta Fahrul.

Menurutnya, para guru honorer telah berjuang demi sebuah nasib yang lebih baik, yakni menuju sebuah kesempatan menjadi seorang guru dengan status bernama PPPK. Namun sejak hari pertama hingga hari keempat, banyak guru honorer yang mengaku sangat kecewa karena nilai yang mereka peroleh tak mencapai passing grade meskipun telah mendapatkan afirmasi dari pemerintah.

Atas dasar itu, FHI Kota Medan menilai, jika pemerintah tidak segera menurunkan passing grade, maka pihaknya tidak yakin target pemerintah merekrut 1 juta guru PPPK di Indonesia dan 1.200 guru PPPK di Kota Medan tahun ini tidak akan tercapai. “Ada dua kali kesempatan lagi, tahap 2 dan tahap 3 untuk mengikuti tes bagi yang belum lulus passing grade pada tahap 1. Saya pesimis target 1 juta guru di Indonesia dan 1.200 guru di Medan bisa terpenuhi tahun ini. Karena hasil tes kompetensi teknis jauh di bawah rata-rata. Semoga saja, kegalauan saya ini salah,” ujarnya.

Dikatakan Fahrul, pengabdian para guru honorer tidak dihargai sebagai salah satu afirmasi oleh pemerintah. Padahal selama ini, di saat pemerintah kekurangan tenaga pendidik dan tenaga kependidikan, guru honorerlah yang menjadi garda terdepan untuk mengisi kelas ‘kosong’ dan ikut serta dalam mencerdaskan anak bangsa. “Habis manis sepah dibuang, begitulah kira-kira pepatah yang tepat menggambarkan nasib mereka para guru honorer. Artinya, setelah mencapai sebuah tujuan, pemerintah melupakan orang atau siapa saja yang telah membantu untuk mencapai tujuan tersebut,” katanya.

Sebenarnya, terang Fahrul, para guru berharap menjadi PNS, tetapi tujuan mereka terberangus oleh aturan yang menyatakan usia pelamar PNS dibatasi maksimal 35 tahun. Mereka hanya diberikan kesempatan untuk menjadi PPPK, namun dinilai memiliki berbagai syarat yang cukup merumitkan bahkan tidak berkeadilan. “Tahun ini merupakan puncak harapan mereka, karena usia telah mendekati masa pensiun. Harapan merubah status dan merubah kesejahteraan sirna ketika melihat nilai yang diperoleh jauh dari passing grade yang ditentukan. Hari ini mereka tetap mengajar di kelas ‘kosong’ itu. Bekerja seperti biasa dengan niat yang tulus untuk mencerdaskan anak bangsa. Sepatunya tetap di semir menandakan mereka selalu optimis meskipun keadaan dan aturan tidak berpihak kepadanya. Tetap ikhlas mengajar, meskipun gajinya sangat kecil,” terangnya.

Kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nadiem Makarim, FHI Kota Medan berharap agar pemerintah kembali memperhitungkan jumlah kebutuhan guru di Indonesia, terkhusus di Kota Medan. “Mas Menteri, pemerintah membutuhkan 1 juta guru, tapi baru 60 persen yang masuk formasi. Seandainya lulus semua pun, maka pemerintah masih kekurangan 40 persen, data tersebut belum ditambah yang memasuki masa pensiun di Tahun 2021. Seandainya banyak yang tidak lulus, siapakah yang akan mengisi kelas ‘kosong’ itu. Pasti tetap honorer itu kan, yang tidak dihargai masa pengabdiannya. Yang menua dimakan pengabdian sembari berharap ada keajaiban,” tuturnya.

FHI Kota Medan kembali bermohon, agar pemerintah segera menurunkan Passing Grade (Nilai Ambang Batas) pada seleksi PPPK Guru di tahun ini. “Jangan tabu dengan Penurunan Passing Grade, karena Pemerintah pernah mengeluarkan Permenpan RB Nomor 61 Tahun 2018 Tentang Optimalisasi Pemenuhan Kebutuhan/Formasi Pegawai Negeri Sipil Dalam Seleksi CPNS Tahun 2018. Besar harapan kami para honorer, adanya Kebijakan dari Pemerintah untuk mengeluarkan aturan Penurunan Passing Grade Demi Rasa Keadilan,” pungkasnya. (map)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Tes seleksi guru Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) secara nasional sudah dihelat sejak Senin (13/9), hingga Kamis (16/9). Hasilnya, hanya segelintir guru honorer di Kota Medan yang berhasil mencapainya nilai passing grade (ambang batas) yang ditetapkan pemerintah.

UJIAN: Para guru honorer mengikuti ujian seleksi PPPK Guru di SMK Negeri 10 Medan, beberapa hari lalu.dewi s lubis/sumut pos.

Ketua Forum Honorer Indonesia (FHI) Kota Medan Fahrul Lubis mengatakan, dirinya banyak mendapat pengaduan dari guru honorer yang mengikuti seleksi PPPK di Kota Medan, kalau passing grade yang ditetapkan terlalu tinggi. “Ini terbukti, setelah 4 hari ujian bahkan sampai sore ini (kemarin), guru-guru honorer banyak mengadu perihal soal ujian yang sangat susah dan passing grade yang terlalu tinggi,” kata Fahrul Lubis kepada Sumut Pos, Kamis (16/9).

Untuk itu, lanjut Fahrul, para guru honorer di Kota Medan meminta agar pemerintah menurunkan passing grade yang mereka nilai sangat memberatkan para guru honorer. “Nilai passing grade PPPK melebihi ujian CPNS. Mereka baru bisa lulus dengan nilai minimal 500. Sementara beberapa hari ini saya mendapat laporan, yang mengikuti ujian kebanyakan mendapat nilai di bawah 400, bahkan paling tinggi 420. FHI Kota Medan berharap, pemerintah segera merubah aturan passing drade yang terlalu tinggi, kita minta agar segera diturunkan passing gradenya,” pinta Fahrul.

Menurutnya, para guru honorer telah berjuang demi sebuah nasib yang lebih baik, yakni menuju sebuah kesempatan menjadi seorang guru dengan status bernama PPPK. Namun sejak hari pertama hingga hari keempat, banyak guru honorer yang mengaku sangat kecewa karena nilai yang mereka peroleh tak mencapai passing grade meskipun telah mendapatkan afirmasi dari pemerintah.

Atas dasar itu, FHI Kota Medan menilai, jika pemerintah tidak segera menurunkan passing grade, maka pihaknya tidak yakin target pemerintah merekrut 1 juta guru PPPK di Indonesia dan 1.200 guru PPPK di Kota Medan tahun ini tidak akan tercapai. “Ada dua kali kesempatan lagi, tahap 2 dan tahap 3 untuk mengikuti tes bagi yang belum lulus passing grade pada tahap 1. Saya pesimis target 1 juta guru di Indonesia dan 1.200 guru di Medan bisa terpenuhi tahun ini. Karena hasil tes kompetensi teknis jauh di bawah rata-rata. Semoga saja, kegalauan saya ini salah,” ujarnya.

Dikatakan Fahrul, pengabdian para guru honorer tidak dihargai sebagai salah satu afirmasi oleh pemerintah. Padahal selama ini, di saat pemerintah kekurangan tenaga pendidik dan tenaga kependidikan, guru honorerlah yang menjadi garda terdepan untuk mengisi kelas ‘kosong’ dan ikut serta dalam mencerdaskan anak bangsa. “Habis manis sepah dibuang, begitulah kira-kira pepatah yang tepat menggambarkan nasib mereka para guru honorer. Artinya, setelah mencapai sebuah tujuan, pemerintah melupakan orang atau siapa saja yang telah membantu untuk mencapai tujuan tersebut,” katanya.

Sebenarnya, terang Fahrul, para guru berharap menjadi PNS, tetapi tujuan mereka terberangus oleh aturan yang menyatakan usia pelamar PNS dibatasi maksimal 35 tahun. Mereka hanya diberikan kesempatan untuk menjadi PPPK, namun dinilai memiliki berbagai syarat yang cukup merumitkan bahkan tidak berkeadilan. “Tahun ini merupakan puncak harapan mereka, karena usia telah mendekati masa pensiun. Harapan merubah status dan merubah kesejahteraan sirna ketika melihat nilai yang diperoleh jauh dari passing grade yang ditentukan. Hari ini mereka tetap mengajar di kelas ‘kosong’ itu. Bekerja seperti biasa dengan niat yang tulus untuk mencerdaskan anak bangsa. Sepatunya tetap di semir menandakan mereka selalu optimis meskipun keadaan dan aturan tidak berpihak kepadanya. Tetap ikhlas mengajar, meskipun gajinya sangat kecil,” terangnya.

Kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nadiem Makarim, FHI Kota Medan berharap agar pemerintah kembali memperhitungkan jumlah kebutuhan guru di Indonesia, terkhusus di Kota Medan. “Mas Menteri, pemerintah membutuhkan 1 juta guru, tapi baru 60 persen yang masuk formasi. Seandainya lulus semua pun, maka pemerintah masih kekurangan 40 persen, data tersebut belum ditambah yang memasuki masa pensiun di Tahun 2021. Seandainya banyak yang tidak lulus, siapakah yang akan mengisi kelas ‘kosong’ itu. Pasti tetap honorer itu kan, yang tidak dihargai masa pengabdiannya. Yang menua dimakan pengabdian sembari berharap ada keajaiban,” tuturnya.

FHI Kota Medan kembali bermohon, agar pemerintah segera menurunkan Passing Grade (Nilai Ambang Batas) pada seleksi PPPK Guru di tahun ini. “Jangan tabu dengan Penurunan Passing Grade, karena Pemerintah pernah mengeluarkan Permenpan RB Nomor 61 Tahun 2018 Tentang Optimalisasi Pemenuhan Kebutuhan/Formasi Pegawai Negeri Sipil Dalam Seleksi CPNS Tahun 2018. Besar harapan kami para honorer, adanya Kebijakan dari Pemerintah untuk mengeluarkan aturan Penurunan Passing Grade Demi Rasa Keadilan,” pungkasnya. (map)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/