MEDAN, SUMUTPOS.CO – Sebanyak 33 aparatur sipil negara (ASN) di jajaran Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprovsu) yang telah divonis sebagai koruptor, siap-siap tak dapat uang pensiun. Gubernur Sumut (Gubsu) Edy Rahmayadi mengaku telah menandatangani surat keputusan (SK) Pemberhentian dengan Tidak Hormat (PDTH) terhadap 33 ASN koruptor di lingkungan Pemprovsu tersebut.
Gubsu menjamin tidak mentolerir perbuatan buruk seperti perilaku koruptif di kalangan abdi negara Pemprovsu. “Ya akan dipecat. Sudah saya teken SK-nya,” kata Edy Rahmayadi menjawab wartawan di Kantor Gubernur Sumut, Jumat (14/12)n
Menurutnya, masih banyak orang baik di Sumut yang enggan melakukan korupsi. “Kalau sudah korupsi sudahlah, masih banyak orang baik di sini. Semua yang sudah inkrah itu akan dipecat,” tegasnya lagi.
Diketahui, berdasarkan data Badan Kepegawaian Negara (BKN), ASN Pemprovsu berada di peringkat dua sebagai pengoleksi ASN terkorup di bawah DKI Jakarta. Yakni sebanyak 33 ASN dan Provinsi DKI 55 ASN. Untuk ASN di Sumut sendiri terdapat 298 orang yang terlibat tindak pidana korupsi. Namun secara keseluruhan, terdapat 2.357 orang ASN koruptor di seluruh Indonesia.
Kemendagri, Kementerian PAN-RB serta BKN telah bersepakat mengenakan sanksi PDTH alias pemecatan bagi ASN koruptor yang sudah mempunyai putusan hukum tetap. Maksimal waktu yang ditetapkan bagi kepala daerah bersangkutan, akan dilakukan sampai akhir bulan ini. Tindakan ini diambil menyusul terbitnya surat keputusan bersama (SKB) tiga menteri, yakni Kemendagri, Kemenpan RB dan BKN atas saran dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), beberapa waktu lalu.
Sebelumnya, Kepala BKN Bima Haria Wibisana mengatakan, ASN yang terbukti melakukan korupsi tak bakal mendapat dana pensiun. Selain itu, bagi ASN yang terkena dakwaan subsidier atau sebatas mengikuti perintah atasan, BKN juga akan melakukan pemecatan. Meskipun demikian, kata Bima, bagi PNS yang masuk kategori itu BKN masih akan mempertimbangkan untuk melakukan pemecatan dengan hormat.
Diakui Bima, masih ada pemerintah daerah yang membiarkan ASN koruptor menerima gaji dan bekerja. Bahkan, ada pula pemerintah yang memberhentikan pemberian gaji, namun status masih tetap menjadi ASN. “Adapula yang dilantik kembali dalam jabatannya. Macem-macem, karena itu harus dilihat satu-satu,” kata Bima.
///Gagalnya Revolusi Mental
Praktisi hukum di Sumut, Abdul Hakim Siagian menilai, korupsi itu adalah bentuk dari kegagalan revolusi mental. Tapi dalam hal ini, bisa dikatakan tidak semua ASN dikategorikan sebagai pemeras uang rakyat. “Ini sebetulnya bukti kegagalan revolusi mental, kemudian kegagalan pencegahan, kegagalan pemberantasan. Walaupun jujur kita akui tidak semua ASN itu terlibat dalam korupsi, ada juga beberapa diantara mereka yang saat ini meraih prestasi,” katanya.
Saat ini sebutnya kondisi Indonesia pada level darurat. Karenanya pemimpin negara harus bertindak cepat untuk dapat menyelesaikan permasalahan yang sudah turun temurun terjadi. “Kondisi korupsi kita saat ini sudah lampu merah, artinya dalam kata lain darurat. Makanya secara hukum kita desak presiden untuk mengeluarkan Indonesia darurat korupsi. Agar penanganannya itu hukum darurat, yang konsekuensinya dapat dicegah dengan cara darurat,” katanya.
Penanganan perilaku koruptif di republik ini menurutnya tidak dilakukan secara utuh. Seharusnya, pencegahannya harus dilakukan secara intensif dalam kooperatif. “Bahkan lebih parahnya, korupsi itu kejahatan luar biasa, tetapi kenapa penanganannya tidak luar biasa, hanya sekadar saja. Kalau tidak bisa lakukanlah dengan pencegahan secara luar biasa,” ujarnya yang menyebut selama ini aparat penegak hukum terkesan tebang pilih dalam menangani kasus korupsi.
Ia menambahkan, mereka yang terlibat korupsi dan sudah ditetapkan tersangka oleh pengadilan semua hartanya dapat disita oleh negara. “Korupsi itu tidak hanya terjadi di pemerintahan, melainkan swasta juga sering terjadi korupsi,” ujarnya.
Sebelumnya, BKD Setdaprovsu melakukan upaya jemput bola ke Pengadilan untuk meminta salinan putusan inkrah terhadap 33 ASN Pemprovsu. Berdasarkan jumlah tersebut, BKD sudah mendapatkan setengah salinan untuk dilakukan proses lebih lanjut. “Sejauh ini baru 50 persennya yang kami dapat salinan putusan itu. Setelah dapat semua akan kami buatkan surat keputusan PDTH kepada 33 ASN tersebut,” ujar Kepala BKD Setdaprovsu, Kaiman Turnip kepada Sumut Pos, akhir November lalu.
Menurut dia masih ada waktu paling lama akhir Desember ini untuk menindaklanjuti SKB tiga menteri tentang ASN yang terlibat tindakan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Pihaknya berjanji akan transparan soal ini jika waktunya sudah tepat. “SK itu diterbitkan paling lama kan Desember, jadi kami masih mencari semua putusan inkrah dari Pengadilan untuk selanjutnya diterbitkan SK alias pemecatan bagi ASN koruptor yang sudah mempunyai putusan hukum tetap. Sabar dululah, kan harus diteken dulu SK-nya. Pada prinsipnya nanti akan kami sampaikan ke publik,” paparnya.
Ia sebelumnya mengungkapkan, sebanyak 33 ASN dilingkungan Pemprovsu yang pernah terjerat kasus hukum juga masih menerima haknya dari negara. Namun pemberian gaji pokok kepada mereka hanya dibayarkan 50 persen dari total gaji yang biasa diterima. “Ya, masih tetap diberikan. Hanya saja dibayarkan 50 persen dari total gaji mereka. Termasuk bagi yang masih menjalani hukuman,” katanya.
Pemberian gaji tersebut seperti biasa tetap ditransfer ke rekening yang bersangkutan setiap bulannya. “Kalau memang sudah ada putusan hukum tetap (inkrah), kita akan melakukan pemecatan secara tidak hormat dan segala haknya akan dicabut,” pungkasnya. (prn)