28.9 C
Medan
Tuesday, May 21, 2024

Wihh… LGBT di Medan Berpendidikan SMA dan Sarjana

Foto: Ocsya/Rakyat Kalbar/JPG Puluhan mahasiswa dari berbagai elemen berunjukrasa menolak LGBT di Bundaran Tugu Digulis Untan Pontianak, Jumat (12/2) sore.
Foto: Ocsya/Rakyat Kalbar/JPG
Puluhan mahasiswa dari berbagai elemen berunjukrasa menolak LGBT di Bundaran Tugu Digulis Untan Pontianak, Jumat (12/2) sore.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Jauh sebelum isu LGBT (lesbian, gay, bisexsual, transgender) mencuat, Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Sumut sudah melakukan Survei Cepat Perilaku (SCP) untuk memetakan kelompok tersebut.

Sekretaris Pelaksana KPA Sumut, Ahmad Ramadhan mengatakan, SCP dilakukan tahun 2014 di Medan dan difasilitasi KPA Nasional. Hasil survey menyebut, populasi LSL di Medan hasil pemetaan tahun 2014 berjumlah sekitar 1.680 orang.

Survey lanjutan dilakukan 2015 khusus terhadap 240 Lelaki Suka Lelaki (LSL). Diketahui, kelompok ini memiliki risiko tinggi terinfeksi HIV. Risiko itu timbul karena mereka melakukan hubungan hingga menyebabkan adanya luka.

“Cara mereka mendapatkan teman paling dominan melalui media sosial atau internet sebagai tempat sosialisasi,” terang Ramadhan, kemarin.

Hanya saja, dia mengatakan, survey tidak sampai menelisik mengapa mereka mencari teman melalui media sosial itu. Juga pemicunya, apakah karena bosan dengan lawan jenis, ataukah karena sudah karakter dasarnya. “Apakah faktor hormonal atau lingkungan. Ini perlu pengkajian,” ujar Ramadhan.

Dijelaskan, LGBT berusia antara 16 sampai 60 tahun, dominan usia produktif 20 sampai 30 tahun dan yang paling tinggi usia 30 tahun. Dari tingkat pendidikan, Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) 121 orang atau 50,4 persen dan perguruan tinggi atau akademi 107 orang atau 44,6 persen. Jumlah ini berbeda dengan hasil survei terhadap Wanita Pekerja Seks yang kebanyakan hanya tamatan SD.

“Dalam survei yang dilakukan, ada yang mengaku dalam satu bulan satu orang 30 kali berhubungan, ada 30 orang yang berhubungan dengan satu orang. Ada juga yang mengaku 10 orang berhubungan dengan 60 orang dan ada yang 65 orang dengan satu pelanggannya,” terangnya.

Selain itu, dari 240 orang yang di survei, mengatakan 66,7 persen mengatakan mengetahui tempat tes HIV dan 33,3 persen tidak tahu di mana tempatnya. “54,2 persen saat berhubungan memakai kondom dan pelicin dan 35 persen tidak menggunakan keduanya,” beber Ramadhan.

“Kita berharap kepada sektor terkait seperti Dinas Pendidikan dan Kopertis serta tokoh agama untuk melakukan penanggulangan menghadapi kondisi saat ini. Membuat program atau kegiatan pencegahan dan upaya kepada yang sudah berperilaku, karena ada pengaruh dari lingkungan,” imbuhnya. (ris/azw/sam/jpnn)

Foto: Ocsya/Rakyat Kalbar/JPG Puluhan mahasiswa dari berbagai elemen berunjukrasa menolak LGBT di Bundaran Tugu Digulis Untan Pontianak, Jumat (12/2) sore.
Foto: Ocsya/Rakyat Kalbar/JPG
Puluhan mahasiswa dari berbagai elemen berunjukrasa menolak LGBT di Bundaran Tugu Digulis Untan Pontianak, Jumat (12/2) sore.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Jauh sebelum isu LGBT (lesbian, gay, bisexsual, transgender) mencuat, Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Sumut sudah melakukan Survei Cepat Perilaku (SCP) untuk memetakan kelompok tersebut.

Sekretaris Pelaksana KPA Sumut, Ahmad Ramadhan mengatakan, SCP dilakukan tahun 2014 di Medan dan difasilitasi KPA Nasional. Hasil survey menyebut, populasi LSL di Medan hasil pemetaan tahun 2014 berjumlah sekitar 1.680 orang.

Survey lanjutan dilakukan 2015 khusus terhadap 240 Lelaki Suka Lelaki (LSL). Diketahui, kelompok ini memiliki risiko tinggi terinfeksi HIV. Risiko itu timbul karena mereka melakukan hubungan hingga menyebabkan adanya luka.

“Cara mereka mendapatkan teman paling dominan melalui media sosial atau internet sebagai tempat sosialisasi,” terang Ramadhan, kemarin.

Hanya saja, dia mengatakan, survey tidak sampai menelisik mengapa mereka mencari teman melalui media sosial itu. Juga pemicunya, apakah karena bosan dengan lawan jenis, ataukah karena sudah karakter dasarnya. “Apakah faktor hormonal atau lingkungan. Ini perlu pengkajian,” ujar Ramadhan.

Dijelaskan, LGBT berusia antara 16 sampai 60 tahun, dominan usia produktif 20 sampai 30 tahun dan yang paling tinggi usia 30 tahun. Dari tingkat pendidikan, Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) 121 orang atau 50,4 persen dan perguruan tinggi atau akademi 107 orang atau 44,6 persen. Jumlah ini berbeda dengan hasil survei terhadap Wanita Pekerja Seks yang kebanyakan hanya tamatan SD.

“Dalam survei yang dilakukan, ada yang mengaku dalam satu bulan satu orang 30 kali berhubungan, ada 30 orang yang berhubungan dengan satu orang. Ada juga yang mengaku 10 orang berhubungan dengan 60 orang dan ada yang 65 orang dengan satu pelanggannya,” terangnya.

Selain itu, dari 240 orang yang di survei, mengatakan 66,7 persen mengatakan mengetahui tempat tes HIV dan 33,3 persen tidak tahu di mana tempatnya. “54,2 persen saat berhubungan memakai kondom dan pelicin dan 35 persen tidak menggunakan keduanya,” beber Ramadhan.

“Kita berharap kepada sektor terkait seperti Dinas Pendidikan dan Kopertis serta tokoh agama untuk melakukan penanggulangan menghadapi kondisi saat ini. Membuat program atau kegiatan pencegahan dan upaya kepada yang sudah berperilaku, karena ada pengaruh dari lingkungan,” imbuhnya. (ris/azw/sam/jpnn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/