Dalam kesempatan itu dia mengatakan, hanya dengan cara seperti ini dirinya bisa bertahan hidup dan menopang ekonomi keluarga. “Keluarga kami dalam ancaman gizi buruk, putus sekolah dan lainnya. Hanya inilah aset yang bisa saya jual (ginjal, Red),” ucapnya serius seraya menambahkan, ini adalah bentuk tanggung jawabnya sebagai kepala keluarga.
Dengan kondisi gaji yang tak jelas sampai hari ini, Helmud mengaku kelimpungan dalam membiayai kebutuhan keluarga. Menurutnya bila memang tidak ada itikad baik dari manajemen Pirngadi, konsekuensi sampai menjual ginjal tersebut siap ia lakukan.
“Sepuluh tahun bekerja, loyalitas kami tidak dianggap sama sekali. Tapi apa hasil dari pekerjaan kami? Padahal semua itu sudah diatur Undang-undang. Kami hanya menuntut sesuai ketentuan saja,” katanya.
“Jadi ini bentuk perjuangan kami. Karena kalau menjual anak kami melanggar hukum, apalagi menjual istri. Ginjal inilah aset yang saya miliki,” tambahnya.
Bila ada masyarakat yang siap dan membutuhkan ginjalnya, Helmud mengaku siap menjualnya untuk masa depan keluarganya. “Saya serius. Ini keputusasaan kami ketika tidak mendapat buah dari pekerjaan kami. Berobat pun kami di Pirngadi bayar pak, jamsostek tidak didaftarkan, hak cuti pun tidak kami dapat. Baju dinas yang kami pakai ini pun, sampai hari ini baru satu ini saja kami dapat. Kami profesi bukan tenaga kerja biasa,” ungkapnya.
Untuk menarik perhatian masyarakat membeli ginjalnya, Helmud berdiri di pinggir jalan sambil membentangkan spanduk bersama rekan-rekan tenaga kontraknya. Bahkan mereka tampak membagi-bagikan brosur kepada pengguna jalan, guna sosialisasikan donor ginjal Helmud. Di hari sebelumnya, persis di persimpangan Jalan Raden Saleh/lampu merah Merdeka Walk, Helmud dan sejumlah rekannya melakukan aksi serupa. Aksi mereka sempat jadi perhatian masyarakat pengguna jalan yang melintasi jalan tersebut. (*)