Orang nomor satu di Polri ini mencontohkan, Singapura yang sudah berhasil membuat kelas menengahnya kuat, high classnya kecil. “Jadi masyarakatnya egaliter. Intelektualnya cukup, masyarakatnya cerdas. Nah, kita saat ini masih didominasi oleh low class. Kecil high classnya, tidak besarnya middle class,” ungkapnya.
Tito juga menyebutkan, Indonesia telah memilih jalan demokrasi. Namun dalam perjalannya, praktik-praktik demokrasi disalahgunakan oleh kelompok-kelompok yang memanipulasi keadaan.
Berbicara sekitar satu jam di atas podium dia mendorong para pemuda untuk merumuskan sejumlah hal dalam mengatasi persoalan bangsa. “Perlu ada skema penanganan konflik. Skema pemerataan ekonomi dan pencegahan dominasi pemilik kekuasaan, pemilik modal, dan penguasa opini,” ungkapnya.
Selain itu, mengajak seluruh elemen masyarakat untuk memperkuat mekanisme pencegahan penyalahgunaan pemilik kekuasaan.
“Kita harus memperkuat mekanisme pencegahan penyalahguaan pemilik kekuasaan, pemilik modal, pemilik opini dengan menciptakan pressure group, menjadi penyeimbang agar pemilik kekuasaan ini tidak memanipulasi demokrasi ini. Dan memang sekali lagi ini memerlukan waktu. Are we on the right track or not?” katanya dengan nada tanya.
Saat ini, lanjut Tito, kecendrungan yang ada, masyarakat menyalahkan pemerintah terhadap kondisi bangsa saat ini. “Kita melihat bahwa tidak fair, kalau seandainya menyalahkan pemerintahan yang baru berjalan dua tahun. Inilah the price we play jalan demokrasi yang mengarah liberal di tengah masyarakat yang didominasi low class. Artinya kita berusaha untuk menangani potensi yang dapat memecah,” imbuhnya.
Sementara itu, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) IMM, Taufan Putra Revolusi yang memberikan sambutannya mengatakan, kondisi kita saat ini mengkhawatirkan. “Kebhinekaan dan persatuan kita tengah berada di titik nadir,” kata dia.(dvs/adz)