27 C
Medan
Monday, June 24, 2024

Unilever Siapkan Rp1,7 Triliun ke Sumut

Pembangunan KEK Sei Mangke Masih Terseok

MEDAN-Gagasan pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sei Mangkei hingga kini masih terseok-seok. Meski begitu, PT Unilever Indonesia Tbk sudah geregetan ingin segera berinvestasi di lokasi tersebut. Dana sekitar Rp1,276 triliun pun telah mereka siapkan.

Perusahaan besar tersebut, melalui PT Unilever Oleochemical Indonesia, siap membangun pabrik pengolahan minyak sawit (palm oil fractionation plant). Tidak main-main, dana yang disiapkan mencapai 110 juta EURO. Dengan kurs 1 EURO sekitar Rp11.600, maka dana yang disiapkan setara dengan sekitar Rp1,276 triliun.

Corporate Secretary PT Unilever Indonesia Tbk, Sancoyo Antarikso secara khusus kepada Sumut Pos tadi malam menjelaskan, Unilever memang berkomitmen untuk terus berinvestasi di Indonesia.

“Salah satu rencana investasi dari Unilever NV yang saat ini sedang dalam tahap pembahasan dengan pihak pemerintah Indonesia adalah pembangunan palm oil fractionation plant, melalui PT Unilever Oleochemical Indonesia, dengan nilai investasi sekitar 110 juta EURO,” terang Sancoyo.
Diterangkan, PT Unilever Oleochemical Indonesia merupakan perusahaan afiliasi PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) yang terpisah dan tidak terkonsolidasi dan juga bukan merupakan anak perusahaan UNVR.

Langkah-langkah untuk mewujudkan investasinya di bumi Simalungun itu juga sudah dijalankan. Antara lain, menurut Sancoyo, PT Unilever Oleochemical Indonesia telah mengajukan aplikasi untuk mendapatkan fasilitas pembebasan/pengurangan pajak penghasilan badan, sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130 Tahun 2011 kepada pemerintah. “Kami telah mendapatkan rekomendasi memperoleh tax holiday tersebut dari Kementerian Perindustrian, dan saat ini tengah dibahas di Kementerian Keuangan,” ujarnya.

Dijelaskan, pihaknya juga terus mengikuti perkembangan pembangunan KEK Sei Mangkei, termasuk kendala lahan yang hingga kini masih menjadi persoalan. “Kami juga menunggu proses perubahan status tanah di Kawasan Industri Sei Mangkei. Kami berharap, proses terkait status tanah tersebut segera diselesaikan dan permohonan tax holiday dapat segera dikabulkan, sehingga memungkinkan PT Unilever Oleochemical Indonesia melanjutkan realisasi investasi,” paparnya.

Sayangnya, Sancoyo tidak menjawab pertanyaan mengenai berapa kiranya tenaga kerja yang bisa terserap di pabrik pengolahan minyak sawit itu. Tidak dijawab juga mengenai apa langkah yang akan dilakukan jika ternyata pembangunan KEK Sei Mangkei belum juga kelar, apakah akan memindahkan rencana investasi ke daerah lain atau bagaimana.

Sebelumnya, dalam Rapat Kerja Nasional dan SPS Awards 2012 yang dihelat Serikat Perusahaan Pers di Pekanbaru, Sabtu (14/7) lalu, Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan pembangunan KIK Sei Mangkei terhambat atau tak bisa berjalan disebabkan belum ada izin lokasi dari Bupati Simalungun JR Saragih. “Pembangunan KIK Sei Mangkei merupakan bagian MP3EI, jika ini terealisasi akan bisa menyerap 20.000 tenaga kerja,” jelasnya.

Pada kesempatan itu, Hatta juga meminta Plt Gubsu Gatot Pujo Nugroho agar segera turun tangan menuntaskan izin lokasi di lahan KIK Sei Mangkei tersebut. Hatta berharap Gatot segera melakukan mediasi dengan JR Saragih untuk merealisasikan lahan di sana. Kalau tidak, proyek itu akan dipindahkan ke tempat lain.

Terkait hal itu, Gatot ketika dikonfirmasi Sumut Pos melalui seluler, Senin (16/7) malam, sekira pukul 19.13 WIB, mengatakan jika persoalan tersebut akan segera diselesaikan dengan cara mempertemukan pihak PTPN III dengan pihak Pemkab Simalungun.

“Kita akan mempertemukan pihak Pemkab Simalungun dan PTPN III. Kita akan duduk bersama untuk membahas persoalan itu,” jawab Gatot tanpa menyebutkan kapan waktu pastinya.

Kabag Humas Pemkab Simalungun M Andreas Simamora menyebutkan, ada salah persepsi antara pemerintah pusat dengan Pemkab Simalungun dalam masalah ini. Dia membantah Bupati Simalungun mempersulit pengeluaran izin bagi investor yang menanamkan modalnya di KEK Sei Mangkei.
Simamora beralasan, keterlambatan pengeluaran izin lokasi tersebut disebabkan adanya perubahan atau alih fungsi lahan di sana. Dimana sebelumnya peruntukan kawasan ini merupakan kawasan perkebunan. Saat ini peruntukannya berubah menjadi kawasan industri. “Sebenarnya perubahan lahan seperti ini bukan berkaitan dengan pemkab saja, tetapi ini ada kaitannya dengan Badan Pertanahan Nasional,” jelasnya.

Menyikapi permasalahan ini, pemkab sebenarnya tidak tinggal diam. Saat ini, pemkab sudah mengusulkan ke DPRD untuk membahas Ranperda RTRW, termasuk di dalamnya perubahan fungsi kawasan KEK Sei Mangkei dari perkebunan menjadi industri. “Kita berharap agar ranperda itu segera dibahas di DPRD dan secepatnya disetujui dan cepat dievaluasi gubernur, sehingga cepat disahkan menjadi Perda RTRW. Semua perizinan yang terkait KEK Sei Mangkei akan tuntas setelah perda ini disahkan,” ujar Simamora.

Sebelumnya, berdasarkan penjelasan Kepala Bappedasu, Riadil Akhir, benar ada persoalan di KEK Sei Mangkei terkait persoalan lahan. Di mana masih dibutuhkannya dari HGU perkebunan menjadi Hak Guna Bangunan (HGB) oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN). Karena lahan tersebut, untuk kawasan industri. Maka saat ini dibutuhkan perubahan peruntukan dari HGU perkebunan menjadi HGB oleh BPN.

“Namun, penyelesaian itu menurut BPN, perubahan status ini harus disesuaikan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), yang saat ini masih proses. Dan disampaikan KEK Sei Mangkei sudah ditetapkan melalui Perpres No 29 tahun 2012, dan KEK ini memerlukan dukungan infrastrktur seperti kereta api, jalan, pelabuhan, dan lain-lain. Dan ada yang memerlukan pembebasan lahan untuk ya,” cetus Riadil yang dikonfirmasi Sumut Pos sebelumnya.
Menurutnya, lahan untuk Sei Mangkei sudah ada seluas 2002,7 hektar yang sudah diperuntukkan sampai 2025. Dan status lahan tersebut, saat ini adalah HGU-nya PTPN 3. (sa,/ari/ral/dro/hot/smg)

Dicurigai Sengaja Dihambat

Kuat dugaan, Pemprov Sumut dan Pemkab Simalungun sengaja menghambat pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sei Mangkei. Pasalnya, dengan adanya KEK ini, nantinya sejumlah kewenangan pengurusan izin investasi harus dilimpahkan ke  Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus (DN KEK).

Demikian diungkapkan mantan Ketua Pansus RUU KEK, DPR, Irmadi Lubis. Menurut mantan anggota DPR (2004-2009) dari Fraksi PDI Perjuangan itu, sebuah KEK akan memberikan perlakuan secara khusus kepada para calon investor, termasuk soal perizinanannya.

“Setelah ada Badan Pengusahaan KEK, atau semacam Dewan Nasional KEK, maka segala aturan dia yang pegang. Investor tak perlu lagi ke mana-mana, tak perlu ke pemda, untuk urus perizinan, tapi cukup ke Dewan Nasional itu,” ujar Irmadi Lubis, Senin (16/7).

Sebelumnya, Menko Perekonomian Hatta Rajasa saat berbicara di Rapat Kerja Nasional Serikat Perusahaan Pers (SPS), di Pekanbaru, Riau, Sabtu (14/7), mengungkapkan kekesalannya atas lambannya Pemda menyelesaikan masalah pembebasan lahan untuk KEK.

Sampai-sampai, Hatta mengancam akan mencabut izin KEK Sei Mangkei, jika dalam sebulan ke depan masalah lahan itu belum juga kelar. Ketum DPP PAN itu pun cerita, dirinya telah  menelepon Plt Gubernur Sumut, Gatot Pujo Nugroho. “Kemarin, saya telepon gubernurnya, kalau pembebasan lahan tidak beres dalam satu bulan ini, maka izinnya akan saya cabut,” kata Hatta Rajasa di acara tersebut.

Hatta mengatakan, realisasi investasi di KEK Sei Mangkei terhambat gara-gara lahan yang belum beres. Padahal, lanjutnya di acara itu, PT Unilever sudah siap menanamkan investasinya sebesar Rp2 triliun. “Unilever minta tolong ke saya untuk membereskan masalah ini. Banyak perusahaan Eropa yang ikut masuk, jika Unilever juga masuk ke Sei Mangkei,” katanya.

Dari rapat DK KEK sendiri yang digelar 10 April 2012 lalu di Jakarta, menyimpulkan masih ada sejumlah kendala proyek KEK Sei Mangkei. Seperti diberitakan di situs resmi DK KEK, hambatan itu antara lain perubahan dari HGU (Hak Guna Usaha) ke HGB (Hak Guna Bangunan), serta adanya Kementerian/Lembaga yang belum menyusun rancangan pelimpahan kewenangan kepada administrator, dan belum jelasnya dukungan infrastruktur perkeretaapian dan kepelabuhan.

Meski demikian, seperti disebutkan di situs itu, setiap instansi sepakat mengupayakan percepatan penyelesaian langkah-langkah perwujudan pengoperasian KEK di Sei Mangkei.

Jadi, pernyataan Irmadi terkait hambatan soal pelimpahan kewenangan dari pemda ke DK KEK, memang diakui oleh DK KEK, seperti disebutkan di situs resminya itu.

“Jadi, memang biasanya hambatannya di soal pelimpahan kewenangan itu. Selama pelimpahan kewenangan belum tuntas, maka itu akan menjadi hambatan. Ya, karena selama ini ada anggapan, soal izin itu menjadi semacam ladang untuk mendapatkan keuntungan tertentu,” sindir Irmadi, politisi yang sekarang lebih banyak beraktivitas di Siantar itu.

Namun, lanjutnya, hambatan tidak selalu datang dari pemda. Pemerintah pusat, lanjutnya, juga kerap sulit menyerahkan kewenangannya kepada DK KEK. Untuk urusan pajak dan bea cukai misalnya. “Saya kurang tahu, apakah Kementerian Keuangan sudah melimpahkan urusan pajak dan bea cukai itu ke DK KEK,” ujarnya.

Terkait dengan ancaman Hatta yang akan mencabut jika soal pembahasan lahan tak cepat kelar, Irmadi menyesalkan pernyataan seperti itu. Alasan Irmadi, yang terjadi saat ini adalah banyaknya hambatan, bukan pelaksanaan dari proyek KEK itu.
“Kalau ada hambatan, ya mestinya pusat membantu pemda agar segera diselesaikan hambatan itu. Bukan malah mengancam. Lagian, belum beres kok sudah keluar izin,” cetus Irmadi.

Di sisi lain, hingga saat ini, siapa yang akan mengelola kawasan ekonomi tersebut belum ada kepastian. Harusnya Pemkab Simalungun mengeluarkan SK terkait badan pengelolaan seperti diamanatkan PP no 29 pasal 3 ayat 1 tahun 2012. “Tetapi hingga saat ini seharusnya sudah ada SK (Surat Keterangan) tentang pengelolaan Sei Mangke,” ujar Manajer Kawasan Industri Sei Mangke PTPN 3, Abdul Halim.

Akibatnya, investor ‘kebingunan’. “Unilever sudah datang dan mempertanyakn siapa yang mengelola, status lahan, dan lainnya,” ungkap Abdul Halim.
Saat ini, ada sekitar 104 hektar lahan Sei Mangke dari 2002,77 Ha yang akan ditangani developer. “Walau sudah dapat dimasukkan oleh developer tapi kita tidak berani karena belum ada kejelasan. Dan yang sudah kita keluarkan hingga saat ini berkisar Rp500 milliar,” tambahnya.

Selain itu, PT Ferrostaal Indonesia telah melakukan penandatanganan Joint Venture And Shareholders Agreement dengan PTPN 3. Nantinya kerja sama tersebut akan dinamakan PT Sinergi Oleo Nusantara yang nantinya akan mendirikan industri hilir minyak sawit terdiri dari industri biodiesel terintegrasi dengan industri surfactant dan beta carotene (600.000 ton/tahun), industri oleokimia-fatty alcohol 90.000 ton/tahun, dan industri refinery-olein/cooking oil dengan kapasitas 600.000 ton/tahun.

Sementara itu, pengamat ekonomi dari USU, Jhon Tafbu Ritonga mengatakan ketidakpastian ini menandakan pemerintah pusat dan daerah gamang melaksanakan MP3EI, seperti KEK Simalungun. Karena urusan untuk masa depan bangsa dan Sumut masih diributkan dan belum ada jalan keluarnya. “Saya berharap Kepala BPN yang baru Hendarman dapat menyelesaikannya,” ujar Jhon. (sam/ram)

Pembangunan KEK Sei Mangke Masih Terseok

MEDAN-Gagasan pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sei Mangkei hingga kini masih terseok-seok. Meski begitu, PT Unilever Indonesia Tbk sudah geregetan ingin segera berinvestasi di lokasi tersebut. Dana sekitar Rp1,276 triliun pun telah mereka siapkan.

Perusahaan besar tersebut, melalui PT Unilever Oleochemical Indonesia, siap membangun pabrik pengolahan minyak sawit (palm oil fractionation plant). Tidak main-main, dana yang disiapkan mencapai 110 juta EURO. Dengan kurs 1 EURO sekitar Rp11.600, maka dana yang disiapkan setara dengan sekitar Rp1,276 triliun.

Corporate Secretary PT Unilever Indonesia Tbk, Sancoyo Antarikso secara khusus kepada Sumut Pos tadi malam menjelaskan, Unilever memang berkomitmen untuk terus berinvestasi di Indonesia.

“Salah satu rencana investasi dari Unilever NV yang saat ini sedang dalam tahap pembahasan dengan pihak pemerintah Indonesia adalah pembangunan palm oil fractionation plant, melalui PT Unilever Oleochemical Indonesia, dengan nilai investasi sekitar 110 juta EURO,” terang Sancoyo.
Diterangkan, PT Unilever Oleochemical Indonesia merupakan perusahaan afiliasi PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) yang terpisah dan tidak terkonsolidasi dan juga bukan merupakan anak perusahaan UNVR.

Langkah-langkah untuk mewujudkan investasinya di bumi Simalungun itu juga sudah dijalankan. Antara lain, menurut Sancoyo, PT Unilever Oleochemical Indonesia telah mengajukan aplikasi untuk mendapatkan fasilitas pembebasan/pengurangan pajak penghasilan badan, sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130 Tahun 2011 kepada pemerintah. “Kami telah mendapatkan rekomendasi memperoleh tax holiday tersebut dari Kementerian Perindustrian, dan saat ini tengah dibahas di Kementerian Keuangan,” ujarnya.

Dijelaskan, pihaknya juga terus mengikuti perkembangan pembangunan KEK Sei Mangkei, termasuk kendala lahan yang hingga kini masih menjadi persoalan. “Kami juga menunggu proses perubahan status tanah di Kawasan Industri Sei Mangkei. Kami berharap, proses terkait status tanah tersebut segera diselesaikan dan permohonan tax holiday dapat segera dikabulkan, sehingga memungkinkan PT Unilever Oleochemical Indonesia melanjutkan realisasi investasi,” paparnya.

Sayangnya, Sancoyo tidak menjawab pertanyaan mengenai berapa kiranya tenaga kerja yang bisa terserap di pabrik pengolahan minyak sawit itu. Tidak dijawab juga mengenai apa langkah yang akan dilakukan jika ternyata pembangunan KEK Sei Mangkei belum juga kelar, apakah akan memindahkan rencana investasi ke daerah lain atau bagaimana.

Sebelumnya, dalam Rapat Kerja Nasional dan SPS Awards 2012 yang dihelat Serikat Perusahaan Pers di Pekanbaru, Sabtu (14/7) lalu, Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan pembangunan KIK Sei Mangkei terhambat atau tak bisa berjalan disebabkan belum ada izin lokasi dari Bupati Simalungun JR Saragih. “Pembangunan KIK Sei Mangkei merupakan bagian MP3EI, jika ini terealisasi akan bisa menyerap 20.000 tenaga kerja,” jelasnya.

Pada kesempatan itu, Hatta juga meminta Plt Gubsu Gatot Pujo Nugroho agar segera turun tangan menuntaskan izin lokasi di lahan KIK Sei Mangkei tersebut. Hatta berharap Gatot segera melakukan mediasi dengan JR Saragih untuk merealisasikan lahan di sana. Kalau tidak, proyek itu akan dipindahkan ke tempat lain.

Terkait hal itu, Gatot ketika dikonfirmasi Sumut Pos melalui seluler, Senin (16/7) malam, sekira pukul 19.13 WIB, mengatakan jika persoalan tersebut akan segera diselesaikan dengan cara mempertemukan pihak PTPN III dengan pihak Pemkab Simalungun.

“Kita akan mempertemukan pihak Pemkab Simalungun dan PTPN III. Kita akan duduk bersama untuk membahas persoalan itu,” jawab Gatot tanpa menyebutkan kapan waktu pastinya.

Kabag Humas Pemkab Simalungun M Andreas Simamora menyebutkan, ada salah persepsi antara pemerintah pusat dengan Pemkab Simalungun dalam masalah ini. Dia membantah Bupati Simalungun mempersulit pengeluaran izin bagi investor yang menanamkan modalnya di KEK Sei Mangkei.
Simamora beralasan, keterlambatan pengeluaran izin lokasi tersebut disebabkan adanya perubahan atau alih fungsi lahan di sana. Dimana sebelumnya peruntukan kawasan ini merupakan kawasan perkebunan. Saat ini peruntukannya berubah menjadi kawasan industri. “Sebenarnya perubahan lahan seperti ini bukan berkaitan dengan pemkab saja, tetapi ini ada kaitannya dengan Badan Pertanahan Nasional,” jelasnya.

Menyikapi permasalahan ini, pemkab sebenarnya tidak tinggal diam. Saat ini, pemkab sudah mengusulkan ke DPRD untuk membahas Ranperda RTRW, termasuk di dalamnya perubahan fungsi kawasan KEK Sei Mangkei dari perkebunan menjadi industri. “Kita berharap agar ranperda itu segera dibahas di DPRD dan secepatnya disetujui dan cepat dievaluasi gubernur, sehingga cepat disahkan menjadi Perda RTRW. Semua perizinan yang terkait KEK Sei Mangkei akan tuntas setelah perda ini disahkan,” ujar Simamora.

Sebelumnya, berdasarkan penjelasan Kepala Bappedasu, Riadil Akhir, benar ada persoalan di KEK Sei Mangkei terkait persoalan lahan. Di mana masih dibutuhkannya dari HGU perkebunan menjadi Hak Guna Bangunan (HGB) oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN). Karena lahan tersebut, untuk kawasan industri. Maka saat ini dibutuhkan perubahan peruntukan dari HGU perkebunan menjadi HGB oleh BPN.

“Namun, penyelesaian itu menurut BPN, perubahan status ini harus disesuaikan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), yang saat ini masih proses. Dan disampaikan KEK Sei Mangkei sudah ditetapkan melalui Perpres No 29 tahun 2012, dan KEK ini memerlukan dukungan infrastrktur seperti kereta api, jalan, pelabuhan, dan lain-lain. Dan ada yang memerlukan pembebasan lahan untuk ya,” cetus Riadil yang dikonfirmasi Sumut Pos sebelumnya.
Menurutnya, lahan untuk Sei Mangkei sudah ada seluas 2002,7 hektar yang sudah diperuntukkan sampai 2025. Dan status lahan tersebut, saat ini adalah HGU-nya PTPN 3. (sa,/ari/ral/dro/hot/smg)

Dicurigai Sengaja Dihambat

Kuat dugaan, Pemprov Sumut dan Pemkab Simalungun sengaja menghambat pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sei Mangkei. Pasalnya, dengan adanya KEK ini, nantinya sejumlah kewenangan pengurusan izin investasi harus dilimpahkan ke  Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus (DN KEK).

Demikian diungkapkan mantan Ketua Pansus RUU KEK, DPR, Irmadi Lubis. Menurut mantan anggota DPR (2004-2009) dari Fraksi PDI Perjuangan itu, sebuah KEK akan memberikan perlakuan secara khusus kepada para calon investor, termasuk soal perizinanannya.

“Setelah ada Badan Pengusahaan KEK, atau semacam Dewan Nasional KEK, maka segala aturan dia yang pegang. Investor tak perlu lagi ke mana-mana, tak perlu ke pemda, untuk urus perizinan, tapi cukup ke Dewan Nasional itu,” ujar Irmadi Lubis, Senin (16/7).

Sebelumnya, Menko Perekonomian Hatta Rajasa saat berbicara di Rapat Kerja Nasional Serikat Perusahaan Pers (SPS), di Pekanbaru, Riau, Sabtu (14/7), mengungkapkan kekesalannya atas lambannya Pemda menyelesaikan masalah pembebasan lahan untuk KEK.

Sampai-sampai, Hatta mengancam akan mencabut izin KEK Sei Mangkei, jika dalam sebulan ke depan masalah lahan itu belum juga kelar. Ketum DPP PAN itu pun cerita, dirinya telah  menelepon Plt Gubernur Sumut, Gatot Pujo Nugroho. “Kemarin, saya telepon gubernurnya, kalau pembebasan lahan tidak beres dalam satu bulan ini, maka izinnya akan saya cabut,” kata Hatta Rajasa di acara tersebut.

Hatta mengatakan, realisasi investasi di KEK Sei Mangkei terhambat gara-gara lahan yang belum beres. Padahal, lanjutnya di acara itu, PT Unilever sudah siap menanamkan investasinya sebesar Rp2 triliun. “Unilever minta tolong ke saya untuk membereskan masalah ini. Banyak perusahaan Eropa yang ikut masuk, jika Unilever juga masuk ke Sei Mangkei,” katanya.

Dari rapat DK KEK sendiri yang digelar 10 April 2012 lalu di Jakarta, menyimpulkan masih ada sejumlah kendala proyek KEK Sei Mangkei. Seperti diberitakan di situs resmi DK KEK, hambatan itu antara lain perubahan dari HGU (Hak Guna Usaha) ke HGB (Hak Guna Bangunan), serta adanya Kementerian/Lembaga yang belum menyusun rancangan pelimpahan kewenangan kepada administrator, dan belum jelasnya dukungan infrastruktur perkeretaapian dan kepelabuhan.

Meski demikian, seperti disebutkan di situs itu, setiap instansi sepakat mengupayakan percepatan penyelesaian langkah-langkah perwujudan pengoperasian KEK di Sei Mangkei.

Jadi, pernyataan Irmadi terkait hambatan soal pelimpahan kewenangan dari pemda ke DK KEK, memang diakui oleh DK KEK, seperti disebutkan di situs resminya itu.

“Jadi, memang biasanya hambatannya di soal pelimpahan kewenangan itu. Selama pelimpahan kewenangan belum tuntas, maka itu akan menjadi hambatan. Ya, karena selama ini ada anggapan, soal izin itu menjadi semacam ladang untuk mendapatkan keuntungan tertentu,” sindir Irmadi, politisi yang sekarang lebih banyak beraktivitas di Siantar itu.

Namun, lanjutnya, hambatan tidak selalu datang dari pemda. Pemerintah pusat, lanjutnya, juga kerap sulit menyerahkan kewenangannya kepada DK KEK. Untuk urusan pajak dan bea cukai misalnya. “Saya kurang tahu, apakah Kementerian Keuangan sudah melimpahkan urusan pajak dan bea cukai itu ke DK KEK,” ujarnya.

Terkait dengan ancaman Hatta yang akan mencabut jika soal pembahasan lahan tak cepat kelar, Irmadi menyesalkan pernyataan seperti itu. Alasan Irmadi, yang terjadi saat ini adalah banyaknya hambatan, bukan pelaksanaan dari proyek KEK itu.
“Kalau ada hambatan, ya mestinya pusat membantu pemda agar segera diselesaikan hambatan itu. Bukan malah mengancam. Lagian, belum beres kok sudah keluar izin,” cetus Irmadi.

Di sisi lain, hingga saat ini, siapa yang akan mengelola kawasan ekonomi tersebut belum ada kepastian. Harusnya Pemkab Simalungun mengeluarkan SK terkait badan pengelolaan seperti diamanatkan PP no 29 pasal 3 ayat 1 tahun 2012. “Tetapi hingga saat ini seharusnya sudah ada SK (Surat Keterangan) tentang pengelolaan Sei Mangke,” ujar Manajer Kawasan Industri Sei Mangke PTPN 3, Abdul Halim.

Akibatnya, investor ‘kebingunan’. “Unilever sudah datang dan mempertanyakn siapa yang mengelola, status lahan, dan lainnya,” ungkap Abdul Halim.
Saat ini, ada sekitar 104 hektar lahan Sei Mangke dari 2002,77 Ha yang akan ditangani developer. “Walau sudah dapat dimasukkan oleh developer tapi kita tidak berani karena belum ada kejelasan. Dan yang sudah kita keluarkan hingga saat ini berkisar Rp500 milliar,” tambahnya.

Selain itu, PT Ferrostaal Indonesia telah melakukan penandatanganan Joint Venture And Shareholders Agreement dengan PTPN 3. Nantinya kerja sama tersebut akan dinamakan PT Sinergi Oleo Nusantara yang nantinya akan mendirikan industri hilir minyak sawit terdiri dari industri biodiesel terintegrasi dengan industri surfactant dan beta carotene (600.000 ton/tahun), industri oleokimia-fatty alcohol 90.000 ton/tahun, dan industri refinery-olein/cooking oil dengan kapasitas 600.000 ton/tahun.

Sementara itu, pengamat ekonomi dari USU, Jhon Tafbu Ritonga mengatakan ketidakpastian ini menandakan pemerintah pusat dan daerah gamang melaksanakan MP3EI, seperti KEK Simalungun. Karena urusan untuk masa depan bangsa dan Sumut masih diributkan dan belum ada jalan keluarnya. “Saya berharap Kepala BPN yang baru Hendarman dapat menyelesaikannya,” ujar Jhon. (sam/ram)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/