30 C
Medan
Monday, November 25, 2024
spot_img

Medan Plaza Diduga Hendak Dipailitkan, Ahli Waris Berang

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Medan Plaza yang telah menjadi puing-puing pasca kebakaran tahun 2015 lalu, kini meninggalkan persoalan bagi ahli waris. Pasalnya, bagian dari manajemen mengajukan PKPU bersama dengan karyawan. Permohonan pun sudah dikabulkan Pengadilan Niaga pada PN Medan dengan perkara nomor 28/Pdt.Sus-PKPU/2022/PN Niaga Mdn.

Jonson David Sibarani SH, Kuasa Hukum Suharto dkk, selaku ahli waris Djaja Tjandra menilai ada dugaan skandal dalam permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) hingga dikabulkan, dan saat ini telah memasuki batas akhir pertama (45 hari).

“Sebagaimana kita ketahui, Permohonan PKPU itu harusnya dapat diproses dengan prinsip pembuktian sederhana saja. Gak bisa dengan pembuktian yang ribet. Tapi kami menilai, ini sulit dibuktikan dengan sederhana,” kata pengacara dari Kantor Hukum Metro itu, Kamis (18/8/2022).

Dirincikannya, pemohon dalam PKPU itu adalah Fancisca Ng. Dia ini istri dari Arifin Tjandra, salah satu Pemegang Saham di PT MPC yang menerima pembagian deviden. Sehingga statusnya yang masih melekat dengan manajemen, tentunya masih punya benturan kepentingan dengan perusahaan tersebut.

“Ini kan hampir bisa dikatakan manajemen mau mempailitkan diri. Tapi mereka gunakan ‘tangan’ lain. Karena kalau mau mempailitkan diri, prosedurnya berbeda. Ada aturan main. Ndak sembarangan,” katanya.

Lalu, sebagai kreditur lain agar seolah terpenuhi persyaratan untuk mengajukan PKPU, dimunculkan pula karyawan. Padahal, sebagaimana diatur dalam UU No 2 tahun 2004 dan SEMA No 2 Tahun 2019, mereka yang mau mengajukan PKPU dan masih berstatus sebagai karyawan, mengharuskan adanya putusan PHI dan telah dilakukan aanmaning.

“Lah, berarti kan ada aturan-aturan yang ditabrak. Jadi ini tidak sederhana pembuktiannya. Ini harusnya pembuktian sulit. Karena masih butuh proses-proses lain,” ketus Alumni Fakultas Hukum HKBP Nommensen itu.

Tapi begitu pun, lanjut dia, pihaknya menghormati pengadilan karena telah memutus mengabulkan PKPU sementara terhadap perkara tersebut. Namun Jonson meminta agar Hakim Pengawas dan Hakim Pemutus, mengambil sikap hati-hati. Sebab masih banyak kepentingan yang belum terakomodir dalam proses yang berlangsung menjelang hari ke-45.

“Kami minta pengurus yang dihunjuk agar bertindak sesuai dengan aturan yang berlaku. Jangan memihak. Akomodir tagihan yang masuk. Jangan nanti jadi muncul pidana. Transparan dalam membuat daftar tagihan. Perhatikan Pasal 240 UU No 37 tahun 2004 tentang Kepailitan/PKPU. Karena kami sudah mendapat informasi, ada RUPS-LB yang tentunya tidak bisa asal dilangsungkan tanpa sepengetahuan pengurus dalam PKPU.

Tapi mana pengawasan saudara? RUPS-LB itukan berkaitan dengan harta. Kenapa anda abaikan? Apalagi para pesaham pun tak hadir atas adanya undangan yang dibuatkan manajemen itu. Ada apa? Mau dipailitkan begitu saja ya? Kami minta hati-hati lah semua pihak, kami memantau. Banyak mata yang melihat perkara ini,” wanti-wantinya.

Jonson menduga, RUPSLB yang tidak kuorum itu sengaja dikondisikan. Harusnya dengan aset yang sebegitu besar, PT MPC masih bisa mengupayakan untuk penyelesaian utang kepada para kreditur. Aset diperkirakan Rp300-an miliar. Utang sekitar Rp30-an miliar yang diakui. Kenapa langsung menyerah?

“Ini yang kita khawatirkan. Mau dipailitkan cepat-cepat. Jangan-jangan tujuannya mau menghilangkan hak-hak ahli waris lainnya dari keturunan sah Almarhum Djaja Tjandra? Itu bisa cium aromanya dari rapat PKPU yang berlangsung di lantai 3 Pengadilan Niaga Medan kemarin. Saya ada di sana menyaksikan,” katanya.

Oleh karenanya, Jonson sangat berharap kepada hakim pengawas dan hakim pemutus dalam perkara PKPU tersebut agar jeli dan hati-hati dalam menentukan sikap. Sebab dari kisruh yang berlangsung di dalam rapat tadi menunjukkan adanya persoalan yang belum kelar.

“Jangan sampai hakim pengawas dan pemutus salah ambil langkah. Kita harus pakai hati nurani juga dalam beracara. Masih ada kepentingan klien kami, selaku ahli waris dari Djaya Tjandra yang diabaikan dan terancam dirampas. Walau pun bisa dengan mudah mengatakan itu bukan ranah PKPU, tapi itu semua berkaitan. Hukum itu jangan kaku. Apalagi sengaja dikaku-kakukan,” ketusnya.
Sementara pantauan awak media pada rapat lanjutan perkara PKPU sementara PT MPC, Selasa (16/8/2022) yang dipimpin hakim pengawas Abdul Kadir dengan pemohon Fansisca Ng, berlangsung cukup alot.

Rapat yang dijadwalkan pukul 10.00 WIB itu berlangsung molor dan baru dimulai sekitar pukul 14.15 WIB. terungkap bahwa pihak manajemen PT MPC tidak ada mengajukan proposal perdamaian sebagaimana yang diagendakan oada rapat sebelumnya.

“Jadi bagaimana kami mau mengajukan proposal perdamaian kepada para kreditur? Direksi telah mengundang seluruh pemegang saham untuk RUPSLB, tapi gak ada lagi aktivitas di Medan Plaza setelah peristiwa kebakaran 2015 lalu dan tidak punya kas untuk itu,” kata kuasa hukum PT MPC, Ahmad Zaini SH.

Namun atas pengakuan itu, Muhammad Adli SH, selaku kuasa hukum kreditur Lili Tan dkk langsung protes. “Dikemanakan dana asuransi yang dicairkan?” cecar Muhammad Ali dan dijawab Direktur PT MPC Fanny Gunawan, sudah habis dibagi-bagi.

Kemudian, Suharto alias Awie, yang juga selaku kreditur dan ahli waris dari Djaja Tjandra angkat bicara. “Kenapa ketika ada RUPSLB, pengurus PKPU tidak diundang manajemen?” cecarnya.

Lalu dia juga menyinggung soal sikap kurator Irfan Surya Harahap, SH CLA CMLC yang awalnya terlihat tegas di rapat sebelumnya akibat dirinya tidak diberitahukan tentang rencana RUPSLB, namun begitu pelaksanaan, yang bersangkutan justru tidak hadir.

“Parahnya, ketika rapat itu dibuka, ternyata langsung ditutup oleh karena para pemegang saham tidak hadir. Alasannya tidak kuorum. Padahal kita datang. Jadi bagaimana sebagai pemegang saham mayoritas? Seolah olah tidak berperan apa-apa,” tegas Suharto.
Sementara itu, Muhammad Adli SH, selaku kuasa hukum kreditur yang juga sebagai Pemegang Saham PT MPC, Lili Tan dkk mempertanyakan sekaligus mengharapkan komitmen pengurus PKPU yang saat itu dihadiri Novio Manurung SH MH dan Yohan Made Ardo Sipayung SH dalam penyelesaian perkara dimaksud.

Pantauan awak media, suasana rapat lanjutan pun sempat tampak ‘memanas’. Menurut Novio Manurung yang duduk di sebelah kiri hakim pengawas, pihaknya tidak wajib hadir dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS-LB) PT MPC.

“Ruh PKPU adalah agar tercapainya kesepakatan perdamaian di antara para pihak. Kami mohon agar pengurus hadir dalam proses tercapainya perdamaian di antara pemohon dan termohon,” tegas Adli yang akrab disapa Ai.

Dalam kesempatan tersebut, hakim pengawas Abdul Kadir pun menyatakan sependapat dengan permohonan Muhammad Adli SH bahwa ‘ruh’ PKPU adalah tercapainya kesepakatan perdamaian di antara para pihak.

Di penghujung rapat Abdul Kadir pun kembali menegaskan agar pemohon PKPU bisa merealisasikan proposal perdamaian. Rapat sementara pun dilanjutkan pekan depan.

Untuk diketahui, Medan Plaza yang bernaung di bawah PT Medan Plaza Centre merupakan gedung pusat perbelanjaan yang sempat menjadi icon Kota Medan. Bangunan ini musnah pada tahun 2014 lalu karena dihantam kebakaran hebat.

Meski telah sekian tahun berlalu, ternyata ada persoalan yang ditinggalkan hingga saat ini. Keturunan dari almarhum Djaya Tjandra dari kedua istrinya selaku pemilik saham terbesar saling lapor dan saling gugat. Terakhir, manajemen diajukan PKPU oleh istri dari salah seorang pemegang saham. Sementara itu, Direktur PT MPC, Patty yang dikonfirmasi melalui pesan whatApp nomor telefonnya, tidak menjawab konfirmasi, hanya membaca pesan yang dikirimkan wartawan. (ila)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Medan Plaza yang telah menjadi puing-puing pasca kebakaran tahun 2015 lalu, kini meninggalkan persoalan bagi ahli waris. Pasalnya, bagian dari manajemen mengajukan PKPU bersama dengan karyawan. Permohonan pun sudah dikabulkan Pengadilan Niaga pada PN Medan dengan perkara nomor 28/Pdt.Sus-PKPU/2022/PN Niaga Mdn.

Jonson David Sibarani SH, Kuasa Hukum Suharto dkk, selaku ahli waris Djaja Tjandra menilai ada dugaan skandal dalam permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) hingga dikabulkan, dan saat ini telah memasuki batas akhir pertama (45 hari).

“Sebagaimana kita ketahui, Permohonan PKPU itu harusnya dapat diproses dengan prinsip pembuktian sederhana saja. Gak bisa dengan pembuktian yang ribet. Tapi kami menilai, ini sulit dibuktikan dengan sederhana,” kata pengacara dari Kantor Hukum Metro itu, Kamis (18/8/2022).

Dirincikannya, pemohon dalam PKPU itu adalah Fancisca Ng. Dia ini istri dari Arifin Tjandra, salah satu Pemegang Saham di PT MPC yang menerima pembagian deviden. Sehingga statusnya yang masih melekat dengan manajemen, tentunya masih punya benturan kepentingan dengan perusahaan tersebut.

“Ini kan hampir bisa dikatakan manajemen mau mempailitkan diri. Tapi mereka gunakan ‘tangan’ lain. Karena kalau mau mempailitkan diri, prosedurnya berbeda. Ada aturan main. Ndak sembarangan,” katanya.

Lalu, sebagai kreditur lain agar seolah terpenuhi persyaratan untuk mengajukan PKPU, dimunculkan pula karyawan. Padahal, sebagaimana diatur dalam UU No 2 tahun 2004 dan SEMA No 2 Tahun 2019, mereka yang mau mengajukan PKPU dan masih berstatus sebagai karyawan, mengharuskan adanya putusan PHI dan telah dilakukan aanmaning.

“Lah, berarti kan ada aturan-aturan yang ditabrak. Jadi ini tidak sederhana pembuktiannya. Ini harusnya pembuktian sulit. Karena masih butuh proses-proses lain,” ketus Alumni Fakultas Hukum HKBP Nommensen itu.

Tapi begitu pun, lanjut dia, pihaknya menghormati pengadilan karena telah memutus mengabulkan PKPU sementara terhadap perkara tersebut. Namun Jonson meminta agar Hakim Pengawas dan Hakim Pemutus, mengambil sikap hati-hati. Sebab masih banyak kepentingan yang belum terakomodir dalam proses yang berlangsung menjelang hari ke-45.

“Kami minta pengurus yang dihunjuk agar bertindak sesuai dengan aturan yang berlaku. Jangan memihak. Akomodir tagihan yang masuk. Jangan nanti jadi muncul pidana. Transparan dalam membuat daftar tagihan. Perhatikan Pasal 240 UU No 37 tahun 2004 tentang Kepailitan/PKPU. Karena kami sudah mendapat informasi, ada RUPS-LB yang tentunya tidak bisa asal dilangsungkan tanpa sepengetahuan pengurus dalam PKPU.

Tapi mana pengawasan saudara? RUPS-LB itukan berkaitan dengan harta. Kenapa anda abaikan? Apalagi para pesaham pun tak hadir atas adanya undangan yang dibuatkan manajemen itu. Ada apa? Mau dipailitkan begitu saja ya? Kami minta hati-hati lah semua pihak, kami memantau. Banyak mata yang melihat perkara ini,” wanti-wantinya.

Jonson menduga, RUPSLB yang tidak kuorum itu sengaja dikondisikan. Harusnya dengan aset yang sebegitu besar, PT MPC masih bisa mengupayakan untuk penyelesaian utang kepada para kreditur. Aset diperkirakan Rp300-an miliar. Utang sekitar Rp30-an miliar yang diakui. Kenapa langsung menyerah?

“Ini yang kita khawatirkan. Mau dipailitkan cepat-cepat. Jangan-jangan tujuannya mau menghilangkan hak-hak ahli waris lainnya dari keturunan sah Almarhum Djaja Tjandra? Itu bisa cium aromanya dari rapat PKPU yang berlangsung di lantai 3 Pengadilan Niaga Medan kemarin. Saya ada di sana menyaksikan,” katanya.

Oleh karenanya, Jonson sangat berharap kepada hakim pengawas dan hakim pemutus dalam perkara PKPU tersebut agar jeli dan hati-hati dalam menentukan sikap. Sebab dari kisruh yang berlangsung di dalam rapat tadi menunjukkan adanya persoalan yang belum kelar.

“Jangan sampai hakim pengawas dan pemutus salah ambil langkah. Kita harus pakai hati nurani juga dalam beracara. Masih ada kepentingan klien kami, selaku ahli waris dari Djaya Tjandra yang diabaikan dan terancam dirampas. Walau pun bisa dengan mudah mengatakan itu bukan ranah PKPU, tapi itu semua berkaitan. Hukum itu jangan kaku. Apalagi sengaja dikaku-kakukan,” ketusnya.
Sementara pantauan awak media pada rapat lanjutan perkara PKPU sementara PT MPC, Selasa (16/8/2022) yang dipimpin hakim pengawas Abdul Kadir dengan pemohon Fansisca Ng, berlangsung cukup alot.

Rapat yang dijadwalkan pukul 10.00 WIB itu berlangsung molor dan baru dimulai sekitar pukul 14.15 WIB. terungkap bahwa pihak manajemen PT MPC tidak ada mengajukan proposal perdamaian sebagaimana yang diagendakan oada rapat sebelumnya.

“Jadi bagaimana kami mau mengajukan proposal perdamaian kepada para kreditur? Direksi telah mengundang seluruh pemegang saham untuk RUPSLB, tapi gak ada lagi aktivitas di Medan Plaza setelah peristiwa kebakaran 2015 lalu dan tidak punya kas untuk itu,” kata kuasa hukum PT MPC, Ahmad Zaini SH.

Namun atas pengakuan itu, Muhammad Adli SH, selaku kuasa hukum kreditur Lili Tan dkk langsung protes. “Dikemanakan dana asuransi yang dicairkan?” cecar Muhammad Ali dan dijawab Direktur PT MPC Fanny Gunawan, sudah habis dibagi-bagi.

Kemudian, Suharto alias Awie, yang juga selaku kreditur dan ahli waris dari Djaja Tjandra angkat bicara. “Kenapa ketika ada RUPSLB, pengurus PKPU tidak diundang manajemen?” cecarnya.

Lalu dia juga menyinggung soal sikap kurator Irfan Surya Harahap, SH CLA CMLC yang awalnya terlihat tegas di rapat sebelumnya akibat dirinya tidak diberitahukan tentang rencana RUPSLB, namun begitu pelaksanaan, yang bersangkutan justru tidak hadir.

“Parahnya, ketika rapat itu dibuka, ternyata langsung ditutup oleh karena para pemegang saham tidak hadir. Alasannya tidak kuorum. Padahal kita datang. Jadi bagaimana sebagai pemegang saham mayoritas? Seolah olah tidak berperan apa-apa,” tegas Suharto.
Sementara itu, Muhammad Adli SH, selaku kuasa hukum kreditur yang juga sebagai Pemegang Saham PT MPC, Lili Tan dkk mempertanyakan sekaligus mengharapkan komitmen pengurus PKPU yang saat itu dihadiri Novio Manurung SH MH dan Yohan Made Ardo Sipayung SH dalam penyelesaian perkara dimaksud.

Pantauan awak media, suasana rapat lanjutan pun sempat tampak ‘memanas’. Menurut Novio Manurung yang duduk di sebelah kiri hakim pengawas, pihaknya tidak wajib hadir dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS-LB) PT MPC.

“Ruh PKPU adalah agar tercapainya kesepakatan perdamaian di antara para pihak. Kami mohon agar pengurus hadir dalam proses tercapainya perdamaian di antara pemohon dan termohon,” tegas Adli yang akrab disapa Ai.

Dalam kesempatan tersebut, hakim pengawas Abdul Kadir pun menyatakan sependapat dengan permohonan Muhammad Adli SH bahwa ‘ruh’ PKPU adalah tercapainya kesepakatan perdamaian di antara para pihak.

Di penghujung rapat Abdul Kadir pun kembali menegaskan agar pemohon PKPU bisa merealisasikan proposal perdamaian. Rapat sementara pun dilanjutkan pekan depan.

Untuk diketahui, Medan Plaza yang bernaung di bawah PT Medan Plaza Centre merupakan gedung pusat perbelanjaan yang sempat menjadi icon Kota Medan. Bangunan ini musnah pada tahun 2014 lalu karena dihantam kebakaran hebat.

Meski telah sekian tahun berlalu, ternyata ada persoalan yang ditinggalkan hingga saat ini. Keturunan dari almarhum Djaya Tjandra dari kedua istrinya selaku pemilik saham terbesar saling lapor dan saling gugat. Terakhir, manajemen diajukan PKPU oleh istri dari salah seorang pemegang saham. Sementara itu, Direktur PT MPC, Patty yang dikonfirmasi melalui pesan whatApp nomor telefonnya, tidak menjawab konfirmasi, hanya membaca pesan yang dikirimkan wartawan. (ila)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/