29 C
Medan
Thursday, November 21, 2024
spot_img

Gatot Bagikan Uang Pelicin Rp60 Miliar ke DPRD

SENYUM: Usai menjalani pemeriksaan KPK, dua Anggota DPRD Sumut periode 2009-2014 Raudin Purba (kiri) dan Pasiruddin Daulay (kanan) tampak tersenyum di Mako Brimob Sumut Jalan Wahid Hasyim, Kamis (17/9).
SENYUM: Usai menjalani pemeriksaan KPK, dua Anggota DPRD Sumut periode 2009-2014 Raudin Purba (kiri) dan Pasiruddin Daulay (kanan) tampak tersenyum di Mako Brimob Sumut Jalan Wahid Hasyim, Kamis (17/9).

SUMUTPOS.CO- Perlahan mulai terkuak tabir praktik ‘suap’ guna memuluskan pengesahaan APBD dan pembatalan interplasi terhadap Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho. Pada hari ketiga pemeriksaan, anggota DPRD Sumut mengaku dijanjikan Rp350 juta, namun hari keempat pemeriksaan KPK justru penyidik mempertanyakan nominal Rp60 miliar mengalir ke wakil rakyat Sumut.

Usai menjalani pemeriksaan KPK, di Mako Brimob Poldasu, Kamis (17/9), anggota DPRD Sumut periode 2009-2014 dari Fraksi PKS, Raudin Purba mengaku, ditanyai soal interpelasi jilid satu dan dua, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPj) Gubernur Sumut dan pengesahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2013-2015.

“Yang ditanya ya terkait interpelasi, LKPj dan APBD. Ya kita jawab apa adanya saja, tidak tahu,” ujar Raudin yang keluar paling akhir sekitar pukul 17. 45 Wib.

Raudin mengaku, dalam pemeriksaan tersebut, muncul angka Rp60 miliar. Saat ditanya apakah angka Rp60 miliar itu dikaitkan dengan APBD untuk dibagikan kepada anggota dewan, dirinya hanya menyampaikan kemungkinan tersebut ada. Sedangkan untuk dirinya disebut-sebut menerima sebesar Rp50 juta atau terkecil di antara yang lain.

“Soal aliran dana ada, sampai disebut-sebut Rp60 miliar katanya dibagi-bagi kemana saya nggak tahu. Pokoknya itulah dana yang disebutkan,” ujarnya.

Ia juga mengaku melihat sejumlah daftar nama penerima dan jumlah uang yang diberikan kepada para legislator. “Saya disebutkan menerima Rp50 juta, saya pun nggak tahu uang apa itu. Didaftar itu ada banyak nama. Saya sendiri paling terakhir,” ucapnya.

Dia menyebutkan, permasalahan yang paling mendalam dilontarkan penyidik KPK, terkait APBD 2013, dimana antara yang disahkan dengan yang diusulkan berbeda. Selain itu, terlalu banyak anggaran yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Namun tidak diketahuinya secara persis.

“Kata penyidik terlalu banyak anggaran yang tidak bisa dipertanggung jawabkan. Kalau itu saya tidak tahu, saya nggak terlibat didalam. Karena saya bukan di Banggar (Badan Anggaran) dan tak ikut membahas,” katanya.

Raudin juga mengatakan saat penyidik KPK menanyakan kepada dirinya soal interpelasi jilid kedua yang gagal sebelum usulannya disampaikan kepada Badan Musyawarah (Banmus) untuk dijadwalkan ke agenda sidang paripurna, ia mengaku tidak tahu persis. “Waktu itu kan ada yang mengusulkan tetapi banyak yang menarik, belum sampai Banmus sudah batal. Kebetulan saya disitu (Banmus). Soal apa sebabnya, saya nggak tahu persis,” katanya.

Sementara terkait adanya dugaan penerimaan sesuatu dari pihak lain untuk memuluskan pengesahan APBD, dimana sempat muncul pengakuan mantan legislator pada Rabu (16/9) kemarin sebesar Rp350 juta, Raudin juga mengaku mendengarnya, namun tidak pernah dijanjikan atau menerimanya.

Sementara rekannya dari fraksi PKS, M Nasir menyampaikan hal yang sama mengenai adanya dugaan penerimaan gratifikasi dari pihak eksekutif pada rentang waktu 2013-2015. “Kami di fraksi sudah ada aturan baku. Tidak menerima selain normatif, honor dan SPPD. Soal uang Rp350 juta itu, saya juga baru tahu,” katanya yang saat ini menjadi anggota DPRD Medan.

Dikatakannya, selain ditanya KPK tentang mekanisme dan perjalan pembahasan hingga pengesahan APBD dan PAPBD, juga turut disinggung mengenai Dana Bantuan Sosial (Bansos), Dana Bantuan Daerah Bawahan (BDB) dan Dana Bagi Hasil (DBH).

SENYUM: Usai menjalani pemeriksaan KPK, dua Anggota DPRD Sumut periode 2009-2014 Raudin Purba (kiri) dan Pasiruddin Daulay (kanan) tampak tersenyum di Mako Brimob Sumut Jalan Wahid Hasyim, Kamis (17/9).
SENYUM: Usai menjalani pemeriksaan KPK, dua Anggota DPRD Sumut periode 2009-2014 Raudin Purba (kiri) dan Pasiruddin Daulay (kanan) tampak tersenyum di Mako Brimob Sumut Jalan Wahid Hasyim, Kamis (17/9).

SUMUTPOS.CO- Perlahan mulai terkuak tabir praktik ‘suap’ guna memuluskan pengesahaan APBD dan pembatalan interplasi terhadap Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho. Pada hari ketiga pemeriksaan, anggota DPRD Sumut mengaku dijanjikan Rp350 juta, namun hari keempat pemeriksaan KPK justru penyidik mempertanyakan nominal Rp60 miliar mengalir ke wakil rakyat Sumut.

Usai menjalani pemeriksaan KPK, di Mako Brimob Poldasu, Kamis (17/9), anggota DPRD Sumut periode 2009-2014 dari Fraksi PKS, Raudin Purba mengaku, ditanyai soal interpelasi jilid satu dan dua, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPj) Gubernur Sumut dan pengesahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2013-2015.

“Yang ditanya ya terkait interpelasi, LKPj dan APBD. Ya kita jawab apa adanya saja, tidak tahu,” ujar Raudin yang keluar paling akhir sekitar pukul 17. 45 Wib.

Raudin mengaku, dalam pemeriksaan tersebut, muncul angka Rp60 miliar. Saat ditanya apakah angka Rp60 miliar itu dikaitkan dengan APBD untuk dibagikan kepada anggota dewan, dirinya hanya menyampaikan kemungkinan tersebut ada. Sedangkan untuk dirinya disebut-sebut menerima sebesar Rp50 juta atau terkecil di antara yang lain.

“Soal aliran dana ada, sampai disebut-sebut Rp60 miliar katanya dibagi-bagi kemana saya nggak tahu. Pokoknya itulah dana yang disebutkan,” ujarnya.

Ia juga mengaku melihat sejumlah daftar nama penerima dan jumlah uang yang diberikan kepada para legislator. “Saya disebutkan menerima Rp50 juta, saya pun nggak tahu uang apa itu. Didaftar itu ada banyak nama. Saya sendiri paling terakhir,” ucapnya.

Dia menyebutkan, permasalahan yang paling mendalam dilontarkan penyidik KPK, terkait APBD 2013, dimana antara yang disahkan dengan yang diusulkan berbeda. Selain itu, terlalu banyak anggaran yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Namun tidak diketahuinya secara persis.

“Kata penyidik terlalu banyak anggaran yang tidak bisa dipertanggung jawabkan. Kalau itu saya tidak tahu, saya nggak terlibat didalam. Karena saya bukan di Banggar (Badan Anggaran) dan tak ikut membahas,” katanya.

Raudin juga mengatakan saat penyidik KPK menanyakan kepada dirinya soal interpelasi jilid kedua yang gagal sebelum usulannya disampaikan kepada Badan Musyawarah (Banmus) untuk dijadwalkan ke agenda sidang paripurna, ia mengaku tidak tahu persis. “Waktu itu kan ada yang mengusulkan tetapi banyak yang menarik, belum sampai Banmus sudah batal. Kebetulan saya disitu (Banmus). Soal apa sebabnya, saya nggak tahu persis,” katanya.

Sementara terkait adanya dugaan penerimaan sesuatu dari pihak lain untuk memuluskan pengesahan APBD, dimana sempat muncul pengakuan mantan legislator pada Rabu (16/9) kemarin sebesar Rp350 juta, Raudin juga mengaku mendengarnya, namun tidak pernah dijanjikan atau menerimanya.

Sementara rekannya dari fraksi PKS, M Nasir menyampaikan hal yang sama mengenai adanya dugaan penerimaan gratifikasi dari pihak eksekutif pada rentang waktu 2013-2015. “Kami di fraksi sudah ada aturan baku. Tidak menerima selain normatif, honor dan SPPD. Soal uang Rp350 juta itu, saya juga baru tahu,” katanya yang saat ini menjadi anggota DPRD Medan.

Dikatakannya, selain ditanya KPK tentang mekanisme dan perjalan pembahasan hingga pengesahan APBD dan PAPBD, juga turut disinggung mengenai Dana Bantuan Sosial (Bansos), Dana Bantuan Daerah Bawahan (BDB) dan Dana Bagi Hasil (DBH).

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/