Hetty menuturkan bahwa tortor, gondang, dan kain ulos merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Tiga hal itu punya peranan penting dalam budaya Batak. Tortor merupakan kumpulan gerakan sopan dan ramah yang mengekspresikan jati diri masyarakat Sumatera Utara. Sementara itu, gondang adalah alat musik yang menemani setiap penampilan.
“Nah, selain berfungsi sebagai baju, ulos berfungsi sebagai penghangat kami,” tuturnya. Lantaran Hetty dan keluarga besarnya di Jawa, dirinya memadukan busana Jawa dan Batak.
Mereka mengombinasikan jarit dan ulos sekaligus. Jarit adalah kain batik panjang ala Jawa, sedangkan ulos adalah selendang tenunan Batak. Hetty lahir di Surabaya. Orangtuanya lahir di Medan.
Orang tua Hetty menginjakkan kaki di Sidoarjo sekitar 90 tahun lalu. Meski bermarga batak dan sepenuhnya berdarah batak, Hetty tak pernah belajar langsung kesenian-kesenian Batak dari orang Batak.
Dia justru belajar dari seorang Tionghoa perantauan yang tinggal di Surabaya, tempat dirinya dilahirkan. Kondisi itu justru membuatnya memiliki kemauan kuat melestarikan budaya Batak.
“Sejak saya diajari tari Batak oleh guru Tionghoa tersebut, saya semakin ingin melestarikan budaya leluhur,” terang ibu rumah tangga warga perumahan Bluru Permai, Sidoarjo, itu.
Menurut dia, ada lebih dari 600 kepala keluarga yang berdarah Batak di Kota Delta. Mereka terdiri atas banyak marga. Misalnya, Hutabarat, Sinaga, Situmorong, dan Purba. Beberapa di antara mereka lahir di Batak. Beberapa lainnya lahir di tanah Jawa. Meski begitu, mereka tetap berusaha melestarikan beragam tradisi Batak di Sidoarjo. (jpg/rbb)