Tidak hanya Gatot yang membenarkan bahwa ‘uang ketok’ adalah sebuah tradisi di DPRD Sumut, Mantan Sekretaris Daerah Sumut, Nurdin Lubis pun mengamini hal tersebut. “Saya tahu ada uang ketok, ketika itu ada pembahasan di 2012 proses Juli-Agustus ketika disampaikan ke dewan kemudian dalam sidang Paripurna, maka munculah keinginan dari kawan-kawan dewan agar muncul keinginan dari kawan-kawan semacam uang ketok dan itu adalah sebuah tradisi,” ujar Nurdin.
Dalam dakwaan Gatot selaku Gubernur Sumatra Utara pada saat itu memberikan uang Rp1,4 miliar untuk memuluskan pengesahan APBD Sumut. Uang tersebut diberikan Gatot agar Kamaluddin memberikan persetujuan terhadap Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD) Provinsi Sumut Tahun Anggaran (TA) 2012, persetujuan terhadap Perubahan APBD Provinsi Sumut TA 2013, persetujuan terhadap APBD Provinsi Sumut TA 2014 dan persetujuan terhadap APBD Provinsi Sumut TA 2015.
Uang suap Rp1,4 miliar menurut Jaksa KPK diterima Kamaluddin beberapa kali. Gatot menyerahkan uang tersebut melalui Bendahara Sekretariat DPRD Sumut Muhammad Alinafiah, Sekretaris DPRD Sumut Randiman Tarigan, atau Kabiro Keuangan Pemprov Sumut Ahmad Fuad Lubis. Besaran duit yang diberikan bertahap ini berkisar mulai dari Rp 40 juta hingga Rp 1,5 miliar.
Selain kepada Kamaluddin, Gatot juga memberikan duit suap atau yang dikenal dengan istilah ‘uang ketok’ kepada pimpinan DPRD Sumut lainnya yaitu Ajib Shah, Saleh Bangun, Chaidir Ritonga, dan Sigit Pramono Asri. ‘Uang ketok’ diberikan dengan tujuan yang sama, yakni memuluskan persetujuan APBD Pemprov Sumut tahun anggaran 2012 hingga 2015. (gus/ain/bal/adz)