BELAWAN- Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai Belawan (KPPBC) mengaku mengalami kesulitan jika harus menindak tegas perusahan importir besi bekas (scrap steel). Kendati demikian, dalam proses masuknya limbah besi asal luar negeri tersebut, petugas Bea Cukai tetap melakukan pemeriksaan secara teliti baik dokumen maupun fisik barang scrap steel yang dikemas menggunakan kontainer.
Kasubsi Penindakan dan Penyidik KPPBC Belawan, Suadi pada Sumut Pos, Kamis (18/4) kemarin, mengatakan, meski komoditas scrap steel impor terus masuk Sumatera Utara (Sumut), namun pihaknya tetap melakukan pemeriksaan secara teliti baik itu soal dokumen impor maupun isi komoditas besi bekas yang masuk ke Sumut melalui Pelabuhan Belawan.
“Dokumen yang diterima Bea Cukai dengan kondisi fisik barang tetap diperiksa secara teliti, apakah sesuai atau tidak, dan kalau ada ditemukan isi muatan scrap steel bercampur dengan zat cair mengandung B3 (Bahan Beracun dan Berbahaya) baru kita amankan. Tapi kalau tidak, kan tak mungkin ditahan,” ujarnya.
Suadi, menyebutkan selama Januari hingga April pasokan komoditi scrap steel impor yang masuk melalui Pelabuhan Belawan, pihaknya belum menemukan adanya kandungan zat berbahaya bercampur di dalam kontainer berisi limbah besi.
“Tidak ada ditemukan bercampur zat cair berbahaya, begitu juga dengan pasokan scrap steel pesanan PT.GSI. Tapi untuk berapa banyak kuota scrap steel yang masuk selama tahun ini, kita tidak bisa berikan datanya,” kata dia.
Soal penanganan masuknya limbah besi impor dia mengakui sulit dalam menindak para importir, karena Bea Cukai tidak memiliki kewenangan untuk itu, terkecuali ada ditemukan ketidaksesuaian manifest dengan komoditi barang yang masuk ke dalam negeri.
“Jadi kita sulit dalam mengambil tindakan, karena itu kewenangan KLH (Kementerian Lingkungan Hidup), sedangkan Bea Cukai hanya melakukan penahanan saja. Salah satu contoh, kasus 40 unit kontainer berisi scrap steel PT GSI yang ditahan karena diduga mengandung zat kimia B3.
Barang buktinya masih kita tahan, apakah harus direekspor atau tidak kita belum tahu, karena keputusan dari KLH soal kasus itu belum ada,” ungkap, Suadi.
Menyinggung masalah itu, Deputi IV Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), Masnerliati angkat bicara. Menurutnya impor limbah besi baru dapat dilakukan jika semua syarat yang telah ditetapkan terpenuhi. Di antaranya harus dapat dipastikan limbah tidak mengandung bahan beracun dan berbahaya (B3).
“Jadi sebenarnya boleh saja, asalkan tidak terkontaminsasi. Selain itu juga harus mendapat rekomendasi dari Kementerian Lingkungan Hidup (KLH),” katanya kepada koran ini di Jakarta, Kamis (18/4).
Ia menjelaskan hal tersebut, menanggapi kembali dibongkarnya sekitar 1 juta ton besi bekas impor asal Savana Amerika Serikat (AS) di Pelabuhan Belawan, Rabu (17/4) kemarin.
Menurut Masnerliati, ketatnya pengecekan kondisi limbah yang diimpor penting diperhatikan, karena dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009, jelas ditegaskan barang yang mengandung B3, dilarang masuk ke Indonesia. Selain itu dalam Undang-Undang Nomor 18 tahun 2008 tentang sampah, larangan yang sama juga diberlakukan.
Syarat lain, perusahaan pengimpor menurut Masnerliati juga terlebih dahulu harus memperoleh izin produsen sebagaimana diatur dalam Surat Keputusan Menteri Perdagangan.
Saat ditanya apakah Kementerian KLH akan kembali melakukan pengecekan terhadap 1 juta ton limbah besi ke Pelabuhan Belawan? Masnerliati memastikan langkah tersebut dapat saja dilakukan. Namun itu baru dapat dilakukan jika ada permintaan dan kecurigaan dari pihak Bea Cukai. Hal ini dimungkinkan karena antara dua lembaga telah ada perjanjian kerjasama. (rul/gir)