25 C
Medan
Saturday, June 1, 2024

Gatot ‘Dikeroyok’ Mendagri-DPRD

Gamawan Fauzi Minta Dewan Kontrol Plt Gubsu

JAKARTA- Plt Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho sepertinya menjadi ‘musuh bersama’ antara Mendagri Gamawan Fauzi dan sejumlah anggota DPRD Sumut yang tidak setuju mutasi dan penonjoban sejumlah pejabat di Pemprovsu. Setelah dengan tegas meminta Gatot segera menganulir Surat Keputusan (SK) mutasi-mutasi jabatan di Pemprov Sumut yang diterbitkan selama menjadi plt gubernur, Gamawan saat ini tengah menunggu reaksi Gatot terkait dengan perintahnya menganulir SK mutasi-mutasi itu.

“Kita tunggu saja dulu bagaimana reaksinya,” ujar Gamawan Fauzi kepada Sumut Pos di kantornya, Rabu (7/9).
Sambil menunggu reaksi Gatot, Gamawan berharap DPRD Sumut melakukan pengawasan yang ketat terhadap persoalan ini. Dewan diminta tidak tinggal diam. “DPRD-nya kita harapkan bisa mengontrol dia,” imbuh menteri asal Sumbar itu.
Imbauan Mendagri Gamawan Fauzi agar DPRD Sumut mengontrol Plt Gubsu Gatot Pujo Nugroho, mendapat dukungan penuh sejumlah anggota dewan. Meski baru bersifat pribadi, sejumlah wakil rakyat mengeluarkan statemen turut mendesak Plt Gubsu segera menganulir kebijkan pengangkatan 110 dan penonjoban 26 pejabat eselon III di jajaran Pemprovsu.

“Secara pribadi saya mendukung penuh Mendagri agar Plt Gubsu segera menganulir kebijakannya tersebut,” ungkap anggota DPRD Sumut dari Fraksi Partai Golkar, Mulkan Ritonga.

Ia sempat mengeluh, pada rapat paripurna hak interpelasi itu Mulkan menarik keputusannya untuk mendukung hak interpelasi digagas. “Mau tak mau saya harus tunduk kepada pimpinan partai yang memutuskan untuk hak interpelasi tak perlu dilanjutkan,” terangnya.

Ketua Fraksi PAN DPRD Sumut Parluhutan Siregar menyatakann
walau sudah ada desakan Mendagri kepada Plt Gubsu, pihak-pihak yang sempat menggagas hak angket tetap meneruskan langkah. “Kita masih dalam tahap mematangkan. Kita mau lihat sejauh mana kekuatan kita dan bagaimana kemungkinannya,” ujarnya.

Namun, jika nantinya sudah memenuhi syarat, pihak-pihak tersebut akan menjalankan hak angket. “Secepatnya akan kita gelar, kita tinggal tunggu langkah-langkah dalam pemenuhan syarat untuk menggelar hak angket ini,” tegas Parluhutan.

Parluhutan berharap, Plt Gubsu bisa kembali ke ‘jalan yang benar.’ “Kalau dia sudah mengikuti ketentuan dan peraturan yang berlaku, seperti yang diungkapkan Mendagri belum lama ini, kan tak perlu ada perselisihan,” katanya.
Politisi dari Fraksi Partai Demokrat, Sopar Siburian, juga menyatakan sangat mendukung keputusan Mendagri dalam mendesak Plt Gubsu menganulir kebijakannya secepatnya. “Ia (Plt Gubsu, Red) merupakan perpanjangan tangan pemerintah di daerah. Sudah sepatutnya ia mematuhi dan tunduk terhadap teguran yang dilayangkan melalui surat secra tertulis oleh Mendagri,” tegasnya.

Memang, sambungnya, untuk melakukan pengembalian posisi pejabat-pejabat tersebut bukan hal mudah. Atau dengan kata lain, menyelesaikan masalah akan menimbulkan masalah baru. “Tapi ia bisa melakukan evaluasi dengan mempedomani teguran dari Mendagri itu. Jika ada pejabat yang tak sesuai antara latar belakang pendidikan dengan jabatan yang diduduki sekarang, sudah seharusnya itu menjadi prioritas untuk dikembalikan lagi ke posisi semula,” jelas Sopar.

Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Sumut Chaidir Ritonga menjelaskan, jika memang Mendagri sudah mengeluarkan statement seperti itu, maka Plt Gubsu harus menyikapi secara pro aktif dan proporsional. “Saya memberikan saran agar Plt Gubsu bisa seintensif mungkin berkoordinasi dengan Kemendagri. Jangan hanya untuk berkomunikasi tapi juga mencari solusi yang mumpuni,” terangnya.

Menurut Chaidir, untuk mengembalikan jabatan ke posisi semula kepada 110 dan 26 pejabat eselon III yang sempat diangkat dan dinonjobkan Plt Gubsu bukanlah hal yang mudah. “Maka itu Plt Gubsu harus mendatangi Kemendagri untuk mengkonsultasikannya,” katanya.

Ia juga berpendapat, sebenarnya jika sudah ada yang menangani masalah ini (Kemendagri, Red) DPRD Sumut tak perlu lagi membuang-buang energi. “Dengan sudah disampaikannya teguran secara tertulis kepada Plt Gubsu, sudah takperlu lagi digelar hak interpelasi bahkan hak angket. Yang berkompeten sudah melakukan pembahasan, untuk apa lagi dicampuri, bisa jadi rancu nantinya,” tegas Chaidir.

Menurut Chaidir lagi, masalah pengangkatan dan penonjoban sejumlah pejabat eselon III di jajaran Pemprovsu itu tak begitu mempengaruhi hak orang banyak atau masyarakat. “Akan lebih baik jika anggota DPRD Sumut menggelar hak interpelasi kepada masalah yang sempat menjadi pembicaraan di tingkat Sumut ini. Seperti adanya transaksi dalam pengangkatan sejumlah pejabat, atau ada transaksi dalam mendapatkan proyek dan sebagainya. Hal ini juga sempat menjadi head line di Sumut Pos kan? Namun, tak banyak yang memperhatikannya,” ungkapnya.

Politisi dari Partai Golkar ini berpendapat, masalah ini lebih menyangkut kepada hak orang banyak. “Bagaimana tidak, tentu yang digunakan sejumlah pejabat atau dinas untuk membayar sejumlah uang dalam transaksi tersbut bersumber dari APBD. Ini adalah hak masyarakat, dan anggota DPRD Sumut selaku wakil rakyat harusnya lebih memprioritaskan hal itu untuk dipertanyakan dalam hak interpelasi atau bahakan hak angket. Apakah hal itu hanya rumors atau memang dilakukan?” tutur Chaidir.

Jika memang terjadi sambungnya, maka hal tersebut akan menciderai masyarakat, pejabat yang bersangkutan, dinas bahkan Pemprovsu sendiri. “Itu lebih penting menurut saya, daripada harus mempertanyakan pemutasian pejabat yang notabene sudah ditangani langsung oleh Kemendagri,” tegas Chaidir.
Menurutnya lagi, jika memang ada kesalahan dalam pengangkatan jabatan, PTUN juga sudah ada dan bisa memproses kesalahan tersebut. “Sebenarnya antara Mendagri dan Plt Gubsu hanya terjadi kesalah pahaman penafsiran PP. Dan saya yakin pelanggaran tersebut bukan disengaja. Nah, di sini DPRD Sumut akan lebih baik jika jadi pihak pengawas terhadap kebijakan-kebijakan baik dari Plt Gubsu maupun Mendagri,” ujar Chaidir.

Seperti sudah ditegaskan sebelumnya, Gamawan mengatakan, surat teguran yang sudah dilayangkan kepada Gatot Pujo Nugroho beberapa waktu lalu didasarkan kepada keinginan agar setiap kebijakan yang diambil Gatot, terutama soal mutasi, tidak melanggar aturan yang berlaku. “Saya pun, setiap pengambilan keputusan, berdasarkan aturan yang ada,” kata mantan gubernur Sumbar itu.

Yang dimaksud adalah PP Nomor 49 Tahun 2008 tentang perubahan ketiga atas PP Nomor 6 Tahun 2005 tentang pemilihan, pengesahan pengangkatan, dan pemberhentian kepala daerah dan wakil kepala daerah.
Pasal 132A PP Nomor 49 Tahun 2008 ayat (1) mengatur sejumlah tindakan yang tidak boleh dilakukan penjabat kepala daerah atau pelaksana tugas kepala daerah. Yakni dilarang melakukan mutasi pegawai, membatalkan perijinan yang telah dikeluarkan pejabat sebelumnya dan/atau mengeluarkan perijinan yang bertentangan dengan yang dikeluarkan pejabat sebelumnya, membuat kebijakan tentang pemekaran daerah yang bertentangan dengan kebijakan pejabat sebelumnya, dan membuat kebijakan yang bertentangan dengan kebijakan penyelenggaraan pemerintahan dan program pembangunan pejabat sebelumnya.

Di ayat (2) dinyatakan, “Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan setelah mendapat persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri”.

Sebelumnya, Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kemendagri, Reydonnyzar Moenek menegaskan, langkah pembatalan mutasi harus segera dilakukan guna meminimalisir keresahan di lingkungan Pemprov Sumut.
“Soal waktu (menganulir SK mutasi, red), diserahkan sepenuhnya kepada Pak Gatot. Tapi lebih cepat lebih baik, untuk mengurangi gejolak dan ketidakpuasan,” ujar Reydonnyzar Moenek kepada Sumut Pos, Selasa (6/9).

Penetapan Sekda Dijadwal Ulang

Sementara itu, jadwal tim penilai akhir (TPA) untuk rapat menetapkan Sekda Provsu defenitif sebenarnya sudah jatuh pada 26 Agustus 2011 lalu. Namun, karena terdapat halangan dari Presiden selaku Ketua TPA dan Wapres sebagai Ketua Harian TPA maka hal tersebut tertunda lagi.

Chaidir Ritonga menjelaskan, penjadwalan ulang untuk rapat penetapan Sekda Provsu akan dilakukan minggu ini. “Pada 26 Agustus 2011 lalu terjadi halangan ditambah libur Idul Fitri 1432 H. Jadi menurut informasi yang saya terima, penjadwalan ulang untuk rapat itu akan dilakukan pada minggu ini,” terangnya.

Menurut Chaidir, pentingnya Sekda Provsu segera didefenitifkan karena jabatan tersebut memiliki dua fungsi strategis dalam pembangunan di Sumut. “Yang pertama, Sekda Provsu merupakan Ketua Baperjakat. Dalam hal ini, jabatan tersebut akan mengurusi hal-hal pemutasian, penilaian dan promosi dalam jabatan, mulai dari pejabat eselon IV hingga eselon II,” jelasnya.

Sementara, saat ini Plt Sekda Provsu masih pejabat eselon II. “Bagaimana dia bisa melakukan hal itu secara maksimal?” kata Chaidir lagi.

Yang kedua, sambung Chaidir, Sekda Provsu merupakan Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD). “Dalam hal ini TAPD merupakan mitra dari Banggar DPRD Sumut. Nah, TAPD bersama Banggar DPRD Sumut ini pula APBD maupun P-APBD diproses dan dimatangkan. Karena itu posisi ini juga sangat strategis untuk kemaslahatan masyarakat Sumut,” tuturnya.

Chaidir berpendapat, jika Plt Sekda Provsu saat ini masih eselon II, sementara pihak-pihak terkait untuk pembahasan APBD atau pun P-APBD juga merupakan pejabat eselon II, maka hal tersebut akan memberikan permasalahan sendiri nantinya. “Pastinya akan jadi repot,” ujarnya lagi.

Dalam pengelolaan pemerintahan yang lain, Sekda Provsu ini bisa setara dengan Wagub. “Karena di seluruh daerah di Indonesia, satu-satunya pejabat eselon I di masing-masing daerah adalah Sekda. Jadi kita berharap sekaligus mendesak agar Plt Sekda Provsu saat ini bisa sesegera mungkin didefenitifkan,” tegas Chaidir.

Menurut Politisi dari Partai Golkar ini, Sekda juga merupakan satu jabatan yang bisa memvasilitasi hubungan antara pihak eksekutif dengan legislatif. “Jadi memang Sekda defenitif sangat diperlukan karena fungsi yang strategis tadi di pemerintahan,” katanya.

Wakil Ketua DPRD Sumut M Affan juga berpendapat sama. “Memang sudah sejak lama kita mengharapkan Sekda Provsu agar segera didefenitifkan. Karena ini menyangkut pertumbuhan dan perkembangan pemerintahan di Sumut sendiri,” katanya. (sam/saz)

Gamawan Fauzi Minta Dewan Kontrol Plt Gubsu

JAKARTA- Plt Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho sepertinya menjadi ‘musuh bersama’ antara Mendagri Gamawan Fauzi dan sejumlah anggota DPRD Sumut yang tidak setuju mutasi dan penonjoban sejumlah pejabat di Pemprovsu. Setelah dengan tegas meminta Gatot segera menganulir Surat Keputusan (SK) mutasi-mutasi jabatan di Pemprov Sumut yang diterbitkan selama menjadi plt gubernur, Gamawan saat ini tengah menunggu reaksi Gatot terkait dengan perintahnya menganulir SK mutasi-mutasi itu.

“Kita tunggu saja dulu bagaimana reaksinya,” ujar Gamawan Fauzi kepada Sumut Pos di kantornya, Rabu (7/9).
Sambil menunggu reaksi Gatot, Gamawan berharap DPRD Sumut melakukan pengawasan yang ketat terhadap persoalan ini. Dewan diminta tidak tinggal diam. “DPRD-nya kita harapkan bisa mengontrol dia,” imbuh menteri asal Sumbar itu.
Imbauan Mendagri Gamawan Fauzi agar DPRD Sumut mengontrol Plt Gubsu Gatot Pujo Nugroho, mendapat dukungan penuh sejumlah anggota dewan. Meski baru bersifat pribadi, sejumlah wakil rakyat mengeluarkan statemen turut mendesak Plt Gubsu segera menganulir kebijkan pengangkatan 110 dan penonjoban 26 pejabat eselon III di jajaran Pemprovsu.

“Secara pribadi saya mendukung penuh Mendagri agar Plt Gubsu segera menganulir kebijakannya tersebut,” ungkap anggota DPRD Sumut dari Fraksi Partai Golkar, Mulkan Ritonga.

Ia sempat mengeluh, pada rapat paripurna hak interpelasi itu Mulkan menarik keputusannya untuk mendukung hak interpelasi digagas. “Mau tak mau saya harus tunduk kepada pimpinan partai yang memutuskan untuk hak interpelasi tak perlu dilanjutkan,” terangnya.

Ketua Fraksi PAN DPRD Sumut Parluhutan Siregar menyatakann
walau sudah ada desakan Mendagri kepada Plt Gubsu, pihak-pihak yang sempat menggagas hak angket tetap meneruskan langkah. “Kita masih dalam tahap mematangkan. Kita mau lihat sejauh mana kekuatan kita dan bagaimana kemungkinannya,” ujarnya.

Namun, jika nantinya sudah memenuhi syarat, pihak-pihak tersebut akan menjalankan hak angket. “Secepatnya akan kita gelar, kita tinggal tunggu langkah-langkah dalam pemenuhan syarat untuk menggelar hak angket ini,” tegas Parluhutan.

Parluhutan berharap, Plt Gubsu bisa kembali ke ‘jalan yang benar.’ “Kalau dia sudah mengikuti ketentuan dan peraturan yang berlaku, seperti yang diungkapkan Mendagri belum lama ini, kan tak perlu ada perselisihan,” katanya.
Politisi dari Fraksi Partai Demokrat, Sopar Siburian, juga menyatakan sangat mendukung keputusan Mendagri dalam mendesak Plt Gubsu menganulir kebijakannya secepatnya. “Ia (Plt Gubsu, Red) merupakan perpanjangan tangan pemerintah di daerah. Sudah sepatutnya ia mematuhi dan tunduk terhadap teguran yang dilayangkan melalui surat secra tertulis oleh Mendagri,” tegasnya.

Memang, sambungnya, untuk melakukan pengembalian posisi pejabat-pejabat tersebut bukan hal mudah. Atau dengan kata lain, menyelesaikan masalah akan menimbulkan masalah baru. “Tapi ia bisa melakukan evaluasi dengan mempedomani teguran dari Mendagri itu. Jika ada pejabat yang tak sesuai antara latar belakang pendidikan dengan jabatan yang diduduki sekarang, sudah seharusnya itu menjadi prioritas untuk dikembalikan lagi ke posisi semula,” jelas Sopar.

Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Sumut Chaidir Ritonga menjelaskan, jika memang Mendagri sudah mengeluarkan statement seperti itu, maka Plt Gubsu harus menyikapi secara pro aktif dan proporsional. “Saya memberikan saran agar Plt Gubsu bisa seintensif mungkin berkoordinasi dengan Kemendagri. Jangan hanya untuk berkomunikasi tapi juga mencari solusi yang mumpuni,” terangnya.

Menurut Chaidir, untuk mengembalikan jabatan ke posisi semula kepada 110 dan 26 pejabat eselon III yang sempat diangkat dan dinonjobkan Plt Gubsu bukanlah hal yang mudah. “Maka itu Plt Gubsu harus mendatangi Kemendagri untuk mengkonsultasikannya,” katanya.

Ia juga berpendapat, sebenarnya jika sudah ada yang menangani masalah ini (Kemendagri, Red) DPRD Sumut tak perlu lagi membuang-buang energi. “Dengan sudah disampaikannya teguran secara tertulis kepada Plt Gubsu, sudah takperlu lagi digelar hak interpelasi bahkan hak angket. Yang berkompeten sudah melakukan pembahasan, untuk apa lagi dicampuri, bisa jadi rancu nantinya,” tegas Chaidir.

Menurut Chaidir lagi, masalah pengangkatan dan penonjoban sejumlah pejabat eselon III di jajaran Pemprovsu itu tak begitu mempengaruhi hak orang banyak atau masyarakat. “Akan lebih baik jika anggota DPRD Sumut menggelar hak interpelasi kepada masalah yang sempat menjadi pembicaraan di tingkat Sumut ini. Seperti adanya transaksi dalam pengangkatan sejumlah pejabat, atau ada transaksi dalam mendapatkan proyek dan sebagainya. Hal ini juga sempat menjadi head line di Sumut Pos kan? Namun, tak banyak yang memperhatikannya,” ungkapnya.

Politisi dari Partai Golkar ini berpendapat, masalah ini lebih menyangkut kepada hak orang banyak. “Bagaimana tidak, tentu yang digunakan sejumlah pejabat atau dinas untuk membayar sejumlah uang dalam transaksi tersbut bersumber dari APBD. Ini adalah hak masyarakat, dan anggota DPRD Sumut selaku wakil rakyat harusnya lebih memprioritaskan hal itu untuk dipertanyakan dalam hak interpelasi atau bahakan hak angket. Apakah hal itu hanya rumors atau memang dilakukan?” tutur Chaidir.

Jika memang terjadi sambungnya, maka hal tersebut akan menciderai masyarakat, pejabat yang bersangkutan, dinas bahkan Pemprovsu sendiri. “Itu lebih penting menurut saya, daripada harus mempertanyakan pemutasian pejabat yang notabene sudah ditangani langsung oleh Kemendagri,” tegas Chaidir.
Menurutnya lagi, jika memang ada kesalahan dalam pengangkatan jabatan, PTUN juga sudah ada dan bisa memproses kesalahan tersebut. “Sebenarnya antara Mendagri dan Plt Gubsu hanya terjadi kesalah pahaman penafsiran PP. Dan saya yakin pelanggaran tersebut bukan disengaja. Nah, di sini DPRD Sumut akan lebih baik jika jadi pihak pengawas terhadap kebijakan-kebijakan baik dari Plt Gubsu maupun Mendagri,” ujar Chaidir.

Seperti sudah ditegaskan sebelumnya, Gamawan mengatakan, surat teguran yang sudah dilayangkan kepada Gatot Pujo Nugroho beberapa waktu lalu didasarkan kepada keinginan agar setiap kebijakan yang diambil Gatot, terutama soal mutasi, tidak melanggar aturan yang berlaku. “Saya pun, setiap pengambilan keputusan, berdasarkan aturan yang ada,” kata mantan gubernur Sumbar itu.

Yang dimaksud adalah PP Nomor 49 Tahun 2008 tentang perubahan ketiga atas PP Nomor 6 Tahun 2005 tentang pemilihan, pengesahan pengangkatan, dan pemberhentian kepala daerah dan wakil kepala daerah.
Pasal 132A PP Nomor 49 Tahun 2008 ayat (1) mengatur sejumlah tindakan yang tidak boleh dilakukan penjabat kepala daerah atau pelaksana tugas kepala daerah. Yakni dilarang melakukan mutasi pegawai, membatalkan perijinan yang telah dikeluarkan pejabat sebelumnya dan/atau mengeluarkan perijinan yang bertentangan dengan yang dikeluarkan pejabat sebelumnya, membuat kebijakan tentang pemekaran daerah yang bertentangan dengan kebijakan pejabat sebelumnya, dan membuat kebijakan yang bertentangan dengan kebijakan penyelenggaraan pemerintahan dan program pembangunan pejabat sebelumnya.

Di ayat (2) dinyatakan, “Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan setelah mendapat persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri”.

Sebelumnya, Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kemendagri, Reydonnyzar Moenek menegaskan, langkah pembatalan mutasi harus segera dilakukan guna meminimalisir keresahan di lingkungan Pemprov Sumut.
“Soal waktu (menganulir SK mutasi, red), diserahkan sepenuhnya kepada Pak Gatot. Tapi lebih cepat lebih baik, untuk mengurangi gejolak dan ketidakpuasan,” ujar Reydonnyzar Moenek kepada Sumut Pos, Selasa (6/9).

Penetapan Sekda Dijadwal Ulang

Sementara itu, jadwal tim penilai akhir (TPA) untuk rapat menetapkan Sekda Provsu defenitif sebenarnya sudah jatuh pada 26 Agustus 2011 lalu. Namun, karena terdapat halangan dari Presiden selaku Ketua TPA dan Wapres sebagai Ketua Harian TPA maka hal tersebut tertunda lagi.

Chaidir Ritonga menjelaskan, penjadwalan ulang untuk rapat penetapan Sekda Provsu akan dilakukan minggu ini. “Pada 26 Agustus 2011 lalu terjadi halangan ditambah libur Idul Fitri 1432 H. Jadi menurut informasi yang saya terima, penjadwalan ulang untuk rapat itu akan dilakukan pada minggu ini,” terangnya.

Menurut Chaidir, pentingnya Sekda Provsu segera didefenitifkan karena jabatan tersebut memiliki dua fungsi strategis dalam pembangunan di Sumut. “Yang pertama, Sekda Provsu merupakan Ketua Baperjakat. Dalam hal ini, jabatan tersebut akan mengurusi hal-hal pemutasian, penilaian dan promosi dalam jabatan, mulai dari pejabat eselon IV hingga eselon II,” jelasnya.

Sementara, saat ini Plt Sekda Provsu masih pejabat eselon II. “Bagaimana dia bisa melakukan hal itu secara maksimal?” kata Chaidir lagi.

Yang kedua, sambung Chaidir, Sekda Provsu merupakan Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD). “Dalam hal ini TAPD merupakan mitra dari Banggar DPRD Sumut. Nah, TAPD bersama Banggar DPRD Sumut ini pula APBD maupun P-APBD diproses dan dimatangkan. Karena itu posisi ini juga sangat strategis untuk kemaslahatan masyarakat Sumut,” tuturnya.

Chaidir berpendapat, jika Plt Sekda Provsu saat ini masih eselon II, sementara pihak-pihak terkait untuk pembahasan APBD atau pun P-APBD juga merupakan pejabat eselon II, maka hal tersebut akan memberikan permasalahan sendiri nantinya. “Pastinya akan jadi repot,” ujarnya lagi.

Dalam pengelolaan pemerintahan yang lain, Sekda Provsu ini bisa setara dengan Wagub. “Karena di seluruh daerah di Indonesia, satu-satunya pejabat eselon I di masing-masing daerah adalah Sekda. Jadi kita berharap sekaligus mendesak agar Plt Sekda Provsu saat ini bisa sesegera mungkin didefenitifkan,” tegas Chaidir.

Menurut Politisi dari Partai Golkar ini, Sekda juga merupakan satu jabatan yang bisa memvasilitasi hubungan antara pihak eksekutif dengan legislatif. “Jadi memang Sekda defenitif sangat diperlukan karena fungsi yang strategis tadi di pemerintahan,” katanya.

Wakil Ketua DPRD Sumut M Affan juga berpendapat sama. “Memang sudah sejak lama kita mengharapkan Sekda Provsu agar segera didefenitifkan. Karena ini menyangkut pertumbuhan dan perkembangan pemerintahan di Sumut sendiri,” katanya. (sam/saz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/