Semangat anak-anak belajar di Lembaga Pendidikan Pintar Bagan Percut (LPPBP) begitu tinggi, walau LPPBP digenangani air, puluhan murid-murid bersedia berhimpitan di dalam Musala demi belajar. Keinginan belajar anak-anak tertular dari kegigihan Cut Darmayanti Sihombing. Wanita 31 tahun itu mendirikan LPPBP, setelah dua tahun bekerja sebagai Tenaga Kerja Wanita (TKW) di Malaysia.
——————————————
Parlindungan Harahap-Deliserdang
——————————————
Menempuh perjalanan sekitar satu jam, dari kota Medan, Sumut Pos tiba di Lembaga Pendidikan Pintar Bagan Percut (LPPBP), Dusun XVIII Desa Percut Kecamatan Percut Seituan Kabupaten Deliserdang, Selasa (18/10). Setibanya hanya disambut suasana sepi. Beberapa sarana permainan anak seperti ayunan,mangkok putar dan jungkitan terbuat dari kayu terlihat terbengkalai di halaman yang becek.
Begitu juga sebuah bangunan semi permanen dengan tiang kayu, dinding jaring kawat besi dan genteng warna biru yang design Taman Kanak-kanak (TK), terlihat terkunci dan tidak ada orang di dalam. Termasuk sebuah rumah bercat abu-abu dan bergenteng merah yang berdampingan dengan TK itu, terlihat sepi.
Saat Sumut Pos mencoba memanggil si pemilik rumah, tidak ada sahutan terdengar. Saat mencoba kembali memanggil dari arah depan rumah, terlihat seoang wanita dan beberapa orang anak-anak di dalam sebuah Musala berukuran 8×9 meter, yang berada di belakang rumah. Tanpa lagi memanggil, Sumut Pos melangkah ke Musala tersebut. Langkah menuju Musala itu sempat terhenti dengan banjir setinggi kira-kira semata kaki orang dewasa yang menggenang di halaman Musala.
Melihat beberapa kayu yang diletak berjejer hingga ke depan pintu masuk Musala, Sumut Pos kembali melangkah hingga sampai ke Musala itu, meski sepatu akhirnya basah karena ternyata kayu-kayu itu tenggelam ketika diinjak.
Setibanya di dalam Musala, seorang wanita mengenakan hijab lebar yang sedang mengajari beberapa anak perempuan berbusana muslimah. Wanita itu, ternyata pendiri dan pengelola Lembaga Pendidikan Pintar Bagan Percut (LPPBP). Wanita bernama Cut Darmayanti Sihombing itu, Sumut Pos menanyakan riwayat dan juga perjalanan LPPBP yang dikelolanya. Oleh karena itu, wanita berusia 31 tahun itu langsung tersenyum kecil sebelum memberi jawaban.
” Awalnya dulu saya ingin kuliah. Namun karena terbentur biaya, terpaksa saya kerja sebagai Tenaga Kerja Wanita (TKW) ke Malaysia. Saat saya pulang, saya ditawari tanah oleh kakek saya yang akhirnya saya beli tanah ini dengan tabungan saya selama bekerja di Malaysia, ” ujar Cut mengisahkan.
Sejak membeli tanah itu, Cut menjadi sering ke Dusun XVIII Desa Percut Kecamatan Percut Seituan, Deliserdang, untuk melihat-lihat tanah yang sudah dibelinya. Namun, Cut merasa aneh dengan setiap kunjungannya itu. Kebanyakan anak-anak di sana, mendatanginya setiap dirinya datang ke sana. Oleh karena itu, Cut akhirnya bertanya kepada anak-anak yang selalu mendatanginya setiap dia datang ke sana.
” Waktu jam sekolah, mereka juga berkumpul bersama saya. Oleh karena itu, saya Tanya apa mereka tidak sekolah. Saat itu, saya merasa terkejut ternyata mereka tidak bersekolah dengan alasan malu karena umur sudah lewat dan belum bisa baca dan tulis. Terlebih, saya dengar ada anak menyebut tidak perlu sekolah karena akan ke laut juga, ” sambung Cut.
Penuh keprihatinan, wanita tamatan Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 2 Medan itu mengaku seketika menawarkan akan mengajari anak-anak itu dengan mendirikan sekolah. Ternyata, disebut Cut kalau anak-anak itu meyambut senang. Bahkan saat dirinya kembali datang, disebut Cut anak-anak menagih pendirian sekolah yang dijanjikan Cut. Oleh karena itu, Cut mengaku kembali ke Malaysia untuk bekerja sebagai TKW.
Setelah 2 tahun di Malaysia, Cut kembali dan kemudian membangun LPPBP pada tahun 2011. Namun dengan uang dimiliki saat itu, disebut Cut kalau dirinya hanya mampu mendirikan bangunan terbuat dari kayu, berbentuk rumah panggung.
” Saat itu murid saya mencapai 150 orang dengan tidak ada kutipan biaya. Namun, malah ada pula orang yang mengatakan kalau di sini bukan tempat belajar melainkan tempat bermain-main dengan alasan tidak ada sekolah yang gratis. Oleh karena itu, beberapa orang tua melarang anak mereka ke sini karena hanya akan bermain-main dan lebih baik membantu orang tua mencari kerang atau kepiting, sehingga murid saya menurun drastis, ” lanjut wanita yang berstatus Mahasiswi di Universitas Al-Hikmah itu.
Untuk menepis pandangan LPPBP yang didirikannya hanya tempat bermain, Cut mengaku kalau dirinya memberlakukan system berbayar Rp1000 per hari. Namun, disebut Cut jika bagi Murid yang tidak memiliki uang, tetap boleh ikut belajar. Sejak saat itu, muridnya kembali meningkat, hingga saat ini mencapai 100 orang lebih. Bahkan, diakui Cut jika beberapa orangtua sampai mengaku sedih dan berterimakasih padanya karena anak mereka sudah bisa mebaca Alquran dan berdoa, bahkan memenangkan beberpa perlombaan yang digelar di Desa Percut.
” Jadi di sini saya buat mulai pukul 08.00 WIB sampai pukul 10.00 WIB saya mengajar untuk anak-anak usia 4 sampai 6 tahun. Pada pukul 15.00 WIB sampai pukul 17.00 WIB saya mengajar anak usia 6 sampai 12 tahun dan pukul 17.00 WIB sampai 20.00 WIB, saya mengajar anak usia 12 sampai 15 tahun. Memang di sini focus mengajari soal Agama dan membantu, anak-anak mengerjakan PR dari sekolah mereka, ” tambahnya.