26.6 C
Medan
Saturday, May 11, 2024

Gatot: Saya Sudah Ingatkan JR Saragih

Soal Perubahan HGU Sei Mangkei ke HPL

MEDAN- Persoalan lahan di areal Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sei Mangkei, di Kabupaten Simalungun, akan dicabut izin peruntukannya jika persoalan lahan di kawasan tersebut tidak kunjung terselesaikan. Kebenaran itu diakui oleh Pelaksana Tugas (Plt) Gubsu, Gatot Pujo Nugroho.
“Iya, jadi begini. Pak Hatta (Rajasa) telepon.

Kemudian menyampaikan, Unilever baru menghadap dan akan menarik investasi di Sei Mangkei. Kemudian Unilever belum ada kepastian, karena dianggap belum clear-nya masalah tanah,” jelasnya usai menghadiri rapat persiapan menyambut Ramadan bersama Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (FKPD) di Rumah Dinas Gubsu, Jalan Sudirman, Medan, Kamis (19/7).

“Lalu, Pak Hatta Rajasa juga mengingatkan, kalau ini tidak selesai, maka akan dievaluasi secara keseluruhan dengan KEK-nya. Bisa dicabut,” tambah Gatot.

Karena hal itu, Gatot, meminta izin kepada Menko Perekonomian agar Pemprovsu menyelesaikan persoalan tersebut. “Terus saya sampaikan kepada Pak Menko (Hatta Rajasa). Mohon izin dulu kami. Karena kita sudah berkali-kali mengingatkan kepada Bupati Simalungun, JR Saragih. Jadi beri kesempatan kami waktu. Kami akan fasilitasi pertemuan Bupati Simalungun, PTPN III, dan Pemprovsu,” jelasnya.

Gatot juga mengaku, jika dirinya telah sepakat dengan Direktur Utama (Dirut) PTPN III, Megananda untuk segera menggelar pertemuan tersebut. Bahkan, Megananda telah menyurati Hatta Rajasa, meminta agar ada percepatan penyelesaian persoalan lahan Sei Mangkei tersebut.
“Kebetulan tadi pagi, saya ketemu di Lounge Garuda dengan Pak Dirut PTPN III (Megananda),” paparnya.

Pada kesempatan itu, Gatot sempat mengeluh, soal perubahan lahan di Sei Mangkei, dari Hak Guna Usaha (HGU) menjadi Hak Pengelolaan Lahan (HPL). “Artinya, hanya perubahan dari HGU ke HPL saja, lamanya kok ga ketolongan. Kita atas nama Pemprovsu, sudah dua kali menjamin. Bahwa lahan itu, diperuntukkan untuk itu (KEK). Jadi kenapa belum ada titik temu. Nah, jadi dalam jangka waktu dekat, kita bertemu bertiga. Saya, PTPN III, dan Bupati Simalungun,” terangnya.

Sikap PTPN juga ‘Menghambat’

Sementara itu, Menurut Ketua umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi, persoalan Sei Mangkei tidak hanya soal lahan, belum sesuainya kawasan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), dan pemda yang punya kepentingan sendiri. Menurutnya masih ada persoalan lain yang di luar urusan teknis yakni sikap PTPN yang selama ini dinilainya tidak merangkul pengusaha-pengusaha sawit di Sumut, juga akan menjadi persoalan tersendiri.

“Saya sudah tanya teman-teman pengusaha di Sumut, katanya PTPN tak mau merangkul mereka. Ini tidak baik,” ujar Sofyan Wanandi kepada Sumut Pos di Jakarta, kemarin.

Apa dampak yang dimaksud Sofyan Wanandi? Ambil contoh PT Unilever Indonesia Tbk yang melalui PT Unilever Oleochemical Indonesia, siap membangun pabrik pengolahan minyak sawit (palm oil fractionation plant) di Sei Mangkei.

Sudah pasti, PT Unilever Oleochemical Indonesia nantinya membutuhkan pasokan bahan baku, berupa kelapa sawit, yang akan diolah menjadi bahan jadi. Lantaran para pengusaha sawit raksasa yang berkiprah di Sumut merasa tidak pernah dirangkul PTPN, maka mereka akan malas untuk memasok bahan baku yang dibutuhkan perusahaan asing tersebut.

“Raja-raja sawit belum tentu mau memasok ke Unilever. Saya tahu pemain-pemain besar sawit di Sumut,” ujar Sofyan Wanandi.

Nah, mengapa pengusaha-pengusaha “raksasa” tidak mau memasok bahan baku itu? Selain karena merasa tidak pernah dirangkul PTPN, para pengusaha sawit kelas raksasa itu sendiri sudah mencoba menjajaki untuk ikut masuk ke Sei Mangkei, yang lahannya milik PTNP III.

“Tapi, PTPN menjual tanahnya dengan harga sangat mahal. Mestinya PTPN jangan jual tanah mahal-mahal, jangan cari untung besar dengan menjual lahan,” ujar Sofyan.

Dia juga tidak begitu yakin, Unilever bakal dipastikan jadi menanamkan investasinya sebesar 110 juta EURO yang setara dengan sekitar Rp1,276 triliun. Bila masih banyak persoalan, niat Unilever bisa saja dibatalkan.

“Mereka pasti juga punya hitung-hitungan bisnis. Kalau teman-teman pengusaha sawit di Sumut, katanya, daripada banyak hambatan, kepentingan pemda juga besar, mereka lebih memilih Riau,” terangnya.

Sofyan mengaku mengikuti terus rencana pembangunan KEK Sei Mangkei ini. Dari awal, Sofyan menyatakan sudah pesimis. Selain sejumlah kendala yang disebutkan di atas, masalah infrastruktur juga belum memadai. “Nyatanya, sudah enam bulan ini tak jalan-jalan,” imbuhnya.
Dia juga menilai, ada ketidaksinkronan niat pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Pusat, katanya, sampai mendorong-dorong pengusaha agar mau berinvestasi ke Sei Mangkei. “Pusat mau, tapi pemda banyak kepentingan, bagaimana?” ucapnya. (ari/sam)

Soal Perubahan HGU Sei Mangkei ke HPL

MEDAN- Persoalan lahan di areal Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sei Mangkei, di Kabupaten Simalungun, akan dicabut izin peruntukannya jika persoalan lahan di kawasan tersebut tidak kunjung terselesaikan. Kebenaran itu diakui oleh Pelaksana Tugas (Plt) Gubsu, Gatot Pujo Nugroho.
“Iya, jadi begini. Pak Hatta (Rajasa) telepon.

Kemudian menyampaikan, Unilever baru menghadap dan akan menarik investasi di Sei Mangkei. Kemudian Unilever belum ada kepastian, karena dianggap belum clear-nya masalah tanah,” jelasnya usai menghadiri rapat persiapan menyambut Ramadan bersama Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (FKPD) di Rumah Dinas Gubsu, Jalan Sudirman, Medan, Kamis (19/7).

“Lalu, Pak Hatta Rajasa juga mengingatkan, kalau ini tidak selesai, maka akan dievaluasi secara keseluruhan dengan KEK-nya. Bisa dicabut,” tambah Gatot.

Karena hal itu, Gatot, meminta izin kepada Menko Perekonomian agar Pemprovsu menyelesaikan persoalan tersebut. “Terus saya sampaikan kepada Pak Menko (Hatta Rajasa). Mohon izin dulu kami. Karena kita sudah berkali-kali mengingatkan kepada Bupati Simalungun, JR Saragih. Jadi beri kesempatan kami waktu. Kami akan fasilitasi pertemuan Bupati Simalungun, PTPN III, dan Pemprovsu,” jelasnya.

Gatot juga mengaku, jika dirinya telah sepakat dengan Direktur Utama (Dirut) PTPN III, Megananda untuk segera menggelar pertemuan tersebut. Bahkan, Megananda telah menyurati Hatta Rajasa, meminta agar ada percepatan penyelesaian persoalan lahan Sei Mangkei tersebut.
“Kebetulan tadi pagi, saya ketemu di Lounge Garuda dengan Pak Dirut PTPN III (Megananda),” paparnya.

Pada kesempatan itu, Gatot sempat mengeluh, soal perubahan lahan di Sei Mangkei, dari Hak Guna Usaha (HGU) menjadi Hak Pengelolaan Lahan (HPL). “Artinya, hanya perubahan dari HGU ke HPL saja, lamanya kok ga ketolongan. Kita atas nama Pemprovsu, sudah dua kali menjamin. Bahwa lahan itu, diperuntukkan untuk itu (KEK). Jadi kenapa belum ada titik temu. Nah, jadi dalam jangka waktu dekat, kita bertemu bertiga. Saya, PTPN III, dan Bupati Simalungun,” terangnya.

Sikap PTPN juga ‘Menghambat’

Sementara itu, Menurut Ketua umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi, persoalan Sei Mangkei tidak hanya soal lahan, belum sesuainya kawasan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), dan pemda yang punya kepentingan sendiri. Menurutnya masih ada persoalan lain yang di luar urusan teknis yakni sikap PTPN yang selama ini dinilainya tidak merangkul pengusaha-pengusaha sawit di Sumut, juga akan menjadi persoalan tersendiri.

“Saya sudah tanya teman-teman pengusaha di Sumut, katanya PTPN tak mau merangkul mereka. Ini tidak baik,” ujar Sofyan Wanandi kepada Sumut Pos di Jakarta, kemarin.

Apa dampak yang dimaksud Sofyan Wanandi? Ambil contoh PT Unilever Indonesia Tbk yang melalui PT Unilever Oleochemical Indonesia, siap membangun pabrik pengolahan minyak sawit (palm oil fractionation plant) di Sei Mangkei.

Sudah pasti, PT Unilever Oleochemical Indonesia nantinya membutuhkan pasokan bahan baku, berupa kelapa sawit, yang akan diolah menjadi bahan jadi. Lantaran para pengusaha sawit raksasa yang berkiprah di Sumut merasa tidak pernah dirangkul PTPN, maka mereka akan malas untuk memasok bahan baku yang dibutuhkan perusahaan asing tersebut.

“Raja-raja sawit belum tentu mau memasok ke Unilever. Saya tahu pemain-pemain besar sawit di Sumut,” ujar Sofyan Wanandi.

Nah, mengapa pengusaha-pengusaha “raksasa” tidak mau memasok bahan baku itu? Selain karena merasa tidak pernah dirangkul PTPN, para pengusaha sawit kelas raksasa itu sendiri sudah mencoba menjajaki untuk ikut masuk ke Sei Mangkei, yang lahannya milik PTNP III.

“Tapi, PTPN menjual tanahnya dengan harga sangat mahal. Mestinya PTPN jangan jual tanah mahal-mahal, jangan cari untung besar dengan menjual lahan,” ujar Sofyan.

Dia juga tidak begitu yakin, Unilever bakal dipastikan jadi menanamkan investasinya sebesar 110 juta EURO yang setara dengan sekitar Rp1,276 triliun. Bila masih banyak persoalan, niat Unilever bisa saja dibatalkan.

“Mereka pasti juga punya hitung-hitungan bisnis. Kalau teman-teman pengusaha sawit di Sumut, katanya, daripada banyak hambatan, kepentingan pemda juga besar, mereka lebih memilih Riau,” terangnya.

Sofyan mengaku mengikuti terus rencana pembangunan KEK Sei Mangkei ini. Dari awal, Sofyan menyatakan sudah pesimis. Selain sejumlah kendala yang disebutkan di atas, masalah infrastruktur juga belum memadai. “Nyatanya, sudah enam bulan ini tak jalan-jalan,” imbuhnya.
Dia juga menilai, ada ketidaksinkronan niat pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Pusat, katanya, sampai mendorong-dorong pengusaha agar mau berinvestasi ke Sei Mangkei. “Pusat mau, tapi pemda banyak kepentingan, bagaimana?” ucapnya. (ari/sam)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/