28.9 C
Medan
Sunday, June 23, 2024

37 Tahun Membuat Jam Lawas Tetap Berdetak

Taslim Yoman, Tukang Reparasi Jam Kuno

PERBAIKI JAM:Taslim sedang memperbaiki jam kunodi kiosnya.//donni/sumut pos
PERBAIKI JAM:Taslim sedang memperbaiki jam kunodi kiosnya.//donni/sumut pos

Melintas di Sudut Jalan MT Haryono yang berbatas dengan Jalan Thamrin, ada pemandangan yang asing. Di sebuah kios kecil bernomor 21/8 A, beberapa jam kuno dan terlihat usang terpajang di dinding.

Berbagai merek jam peninggalan Belanda dan Jerman terdapat di sini. Mauthe, jam asal Jerman yang didesain Frederich Mauthe, Jung Han yang masih bermesin mekanik ataupun beberapa jam Seiko yang masih menggunakan transistor dan kaca cembung.

Meskipun terlihat usang jarum dari jam-jam tersebut masih bergerak dan menunjukkan waktu.
“Itu jam dari peninggalan zaman Belanda dulu. Itu punya orang. Baru siap direparasi. Belum diambil sama orangnya,” ujar pria berkaca hitam yang saat itu tengah sibuk mengotak-atik sebuah arloji kepada Sumut Pos yang penasaran dan sedari tadi melihat jam tua itu.
Lalu ia menunjuk sebuah jam lain yang turut dipajang di dinding dalam barisan jam-jam tua lainnya.

“Jam itu bekas kena tsunami. Kemarin ada orang Aceh yang meminta saya dibetulkan. Tapi tidak bisa terselamatkan lagi,” ujar pria berusia 76 tahun itu. Taslim Yoman, belakangan ia menyebutkan namanya. Bukan seorang kolektor jam tapi ia berperan membuat jam-jam lawas itu tetap berdetak. Singkatnya, ia adalah seorang ahli reparasi jam. Terutama jam-jam kuno seperti yang terpajang di dindingnya kiosnya itu.

Dari pukul 11.30 WIB hingga 18.00 WIB, ia akan sibuk mengotak atik jam dengan peralatan sederhana seperti obeng, pinset, sikat untuk membersihkan dan lainnya.  Di usianya yang tak lagi muda, matanya masih cukup awas untuk memerhatikan detil-detil mesin jam yang dibongkarnya.

“Iya sering orang minta dibetulkan jam lamanya. Orang yang suka koleksi biasanya. Atau ada jam bekas peninggalan keluarga,” ujar Taslim.

Taslim sudah  membuka usaha reparasinya sejak tahun 1975. Sudah lama sekali. Puluhan tahun ia berupaya membuat jam-jam tersebut tetap bisa digunakan. Nyatanya pekerjaan itu ia lakoni merupakan turunan dari ayahnya.

“Dari orang tua juga. Sejak zaman Belanda dulu lah keluarga saya sudah usaha seperti ini di Payakumbuh Sumatera Barat,” ujarnya, tidak begitu mengingat jelas kepastian tahunnya.

Karena itu Taslim sudah punya pelanggan tetap yang selalu mencarinya jika bermasalah dengan jam-jam kunonya. “Ada juga dari luar kota seperti dari Aceh,” katanya.

Warga Jalan Senangin ini mengakui tidak mudah untuk mereparasi jam-jam kuno itu. Apalagi sparepartnya kini susah dijumpai. Tidak seperti jam-jam sekarang.  “Apalagi jam-jam peninggalan Belanda yang pakai kunci per. Sulit nyari sparepartnya. Jadi kadang-kadang saya olah-olah. Kadang bisa kadang juga tidak bisa,” ungkapnya.

Lama tidaknya pengerjaan jam juga tergantung kerusakan jam. Kalau sudah parah, bisa sampai berminggu-minggu. Yang juga berpengaruh pada ongkos perbaikan. Namun ongkos reparasi di kios Taslim termasuk murah daripada toko-toko. “Lihat-lihat penyakitnya. Kalau berat dan lama kerjanya bisa sampai ratusan ribu. Tergantung orangnya mau atau tidak.
Tapi lebih murahlah daripada di toko-toko,” lanjutnya.

Apalagi zaman yang sudah berganti membuat usaha reparasi Taslim kini tidak lagi menjanjikan. Jumlah kolektor jam bisa dihitung jari. Meskipun ia juga menerima reparasi jam-jam moderen, juga tidak lagi bagus prospeknya. “Kalau sekarang jam-jam sudah murah. Main buang aja. Jadi susah sekarang nggak macem dulu. Kalau dulu orang sayang
betul dengan jamnya,” katanya.

Begitupun Taslim terus bertahan. Apalagi ia menganggap aktivitasnya itu lebih kepada hobi. Dari keahliannya ini pula ia mampu menyekolahkan empat anaknya hingga kini sudah berkeluarga,” katanya.

Di tengah perbincangan, Taslim kedatangan seorang pelanggan yang menanyakan jam kepunyaannya apakah sudah tuntas diperbaiki. Halim, pria gaek itu merupakan pelanggan Taslim sejak lama.

“Oh sudah dari dulu. Dia bisa dipercaya. Saya punya jam umurnya sudah 100 tahun lebih. Jadi kalau ada jam rusak semua bawa ke sini. Dia ini orang lama. Sekarang susah nyari orang seperti dia,” ujar warga Sutomo yang
mengaku punya koleksi empat jam antik. (*)

Taslim Yoman, Tukang Reparasi Jam Kuno

PERBAIKI JAM:Taslim sedang memperbaiki jam kunodi kiosnya.//donni/sumut pos
PERBAIKI JAM:Taslim sedang memperbaiki jam kunodi kiosnya.//donni/sumut pos

Melintas di Sudut Jalan MT Haryono yang berbatas dengan Jalan Thamrin, ada pemandangan yang asing. Di sebuah kios kecil bernomor 21/8 A, beberapa jam kuno dan terlihat usang terpajang di dinding.

Berbagai merek jam peninggalan Belanda dan Jerman terdapat di sini. Mauthe, jam asal Jerman yang didesain Frederich Mauthe, Jung Han yang masih bermesin mekanik ataupun beberapa jam Seiko yang masih menggunakan transistor dan kaca cembung.

Meskipun terlihat usang jarum dari jam-jam tersebut masih bergerak dan menunjukkan waktu.
“Itu jam dari peninggalan zaman Belanda dulu. Itu punya orang. Baru siap direparasi. Belum diambil sama orangnya,” ujar pria berkaca hitam yang saat itu tengah sibuk mengotak-atik sebuah arloji kepada Sumut Pos yang penasaran dan sedari tadi melihat jam tua itu.
Lalu ia menunjuk sebuah jam lain yang turut dipajang di dinding dalam barisan jam-jam tua lainnya.

“Jam itu bekas kena tsunami. Kemarin ada orang Aceh yang meminta saya dibetulkan. Tapi tidak bisa terselamatkan lagi,” ujar pria berusia 76 tahun itu. Taslim Yoman, belakangan ia menyebutkan namanya. Bukan seorang kolektor jam tapi ia berperan membuat jam-jam lawas itu tetap berdetak. Singkatnya, ia adalah seorang ahli reparasi jam. Terutama jam-jam kuno seperti yang terpajang di dindingnya kiosnya itu.

Dari pukul 11.30 WIB hingga 18.00 WIB, ia akan sibuk mengotak atik jam dengan peralatan sederhana seperti obeng, pinset, sikat untuk membersihkan dan lainnya.  Di usianya yang tak lagi muda, matanya masih cukup awas untuk memerhatikan detil-detil mesin jam yang dibongkarnya.

“Iya sering orang minta dibetulkan jam lamanya. Orang yang suka koleksi biasanya. Atau ada jam bekas peninggalan keluarga,” ujar Taslim.

Taslim sudah  membuka usaha reparasinya sejak tahun 1975. Sudah lama sekali. Puluhan tahun ia berupaya membuat jam-jam tersebut tetap bisa digunakan. Nyatanya pekerjaan itu ia lakoni merupakan turunan dari ayahnya.

“Dari orang tua juga. Sejak zaman Belanda dulu lah keluarga saya sudah usaha seperti ini di Payakumbuh Sumatera Barat,” ujarnya, tidak begitu mengingat jelas kepastian tahunnya.

Karena itu Taslim sudah punya pelanggan tetap yang selalu mencarinya jika bermasalah dengan jam-jam kunonya. “Ada juga dari luar kota seperti dari Aceh,” katanya.

Warga Jalan Senangin ini mengakui tidak mudah untuk mereparasi jam-jam kuno itu. Apalagi sparepartnya kini susah dijumpai. Tidak seperti jam-jam sekarang.  “Apalagi jam-jam peninggalan Belanda yang pakai kunci per. Sulit nyari sparepartnya. Jadi kadang-kadang saya olah-olah. Kadang bisa kadang juga tidak bisa,” ungkapnya.

Lama tidaknya pengerjaan jam juga tergantung kerusakan jam. Kalau sudah parah, bisa sampai berminggu-minggu. Yang juga berpengaruh pada ongkos perbaikan. Namun ongkos reparasi di kios Taslim termasuk murah daripada toko-toko. “Lihat-lihat penyakitnya. Kalau berat dan lama kerjanya bisa sampai ratusan ribu. Tergantung orangnya mau atau tidak.
Tapi lebih murahlah daripada di toko-toko,” lanjutnya.

Apalagi zaman yang sudah berganti membuat usaha reparasi Taslim kini tidak lagi menjanjikan. Jumlah kolektor jam bisa dihitung jari. Meskipun ia juga menerima reparasi jam-jam moderen, juga tidak lagi bagus prospeknya. “Kalau sekarang jam-jam sudah murah. Main buang aja. Jadi susah sekarang nggak macem dulu. Kalau dulu orang sayang
betul dengan jamnya,” katanya.

Begitupun Taslim terus bertahan. Apalagi ia menganggap aktivitasnya itu lebih kepada hobi. Dari keahliannya ini pula ia mampu menyekolahkan empat anaknya hingga kini sudah berkeluarga,” katanya.

Di tengah perbincangan, Taslim kedatangan seorang pelanggan yang menanyakan jam kepunyaannya apakah sudah tuntas diperbaiki. Halim, pria gaek itu merupakan pelanggan Taslim sejak lama.

“Oh sudah dari dulu. Dia bisa dipercaya. Saya punya jam umurnya sudah 100 tahun lebih. Jadi kalau ada jam rusak semua bawa ke sini. Dia ini orang lama. Sekarang susah nyari orang seperti dia,” ujar warga Sutomo yang
mengaku punya koleksi empat jam antik. (*)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/