25.6 C
Medan
Monday, June 3, 2024

Dua Ekonom Sebut Gatot tak Dewasa

Minta Saham Emas Martabe 10 Persen

MEDAN-Permintaan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara melalui Plt Gubsu Gatot Pujo Nugroho, agar PT Agincourt Resources menaikkan jatah saham Pemprovsu di tambang emas Martabe Desa Aek Pining, Batangtoru, Tapanuli Selatan, menuai kritikan. Dua ekonom di Sumut menyebut Gatot tidak dewasa, karena meminta saham naik dari 5 persen menjadi 10 persen.

“Permintaan tambahan saham ini tidak dewasa. Dengan mengungkapkan permintaan itu ke hadapan publik ditambah adanya berbagai aksi penolakan, memberi indikasi: bila (permintaan) ditolak rusuh, bila diterima beres. Apalagi saat Plt Gubsu Gatot menyatakan bahwa saham 5 persen itu sedikit, tentu akan memancing demo di masyarakat. Ini ‘kan kontra produktif,” kata pengamat ekonomi dari USU, Jhon Tafbu Ritonga, menjawab wartawan, di Medan, kemarin.

Karena ini kali pertama bagi Pemprovsu menangani pertambangan emas, kata Tafbu, seharusnya Gubsu bertanya ke orang-orang yang ahli soal bisnis pertambangan, di mana negosiasi lebih diutamakan. “Tetapi dengan cara yang saat ini terjadi, seperti mengatakan bahwa kami yang berkuasa. Dan kami yang menentukan,” tegasnya.

Tafbu pun mengajak berandai-andai. Bila pihak perusahaan tambang merasa tidak nyaman dengan permintaan itu, mereka bisa saja memilih angkat kaki. “Maka siap-siaplah kita membayar kompensasi, sesuai perjanjian internasional,” tambahnya.

Bukan hanya bicara kerugian uang ratusan miliar, tetapi nantinya Sumut bisa menjadi bahan ceritaan masyarakat internasional dengan image yang buruk. “Agincourt asal Hongkong ini bukan perusahaan main-main. Mereka sangat besar. Kalau ini terjadi, Sumut sebagai gadis cantik akan berubah menjadi cewek buruk rupa. Pak Gatot (plt Gubsu) dan pak Syahrul (Bupati Tapsel) harus berperan aktif dan bijak, tetapi juga berani,” harapnya.

Ia mengatakan, meski Pemprovsu wajar meminta saham hingga 10 persen bahkan hingga 25 persen, tetapi seandainya perusahaan itu bangkrut akibat ditolak oleh warga setempat, maka semua pemegang saham harus bertanggung jawab membayar perseroan. “Ini soal saham. Kalau untung ya dapat deviden. Tapi kalau bangkrut, harus bayar utang sebanyak saham juga. Ingat ‘kan dengan Bank Sumut sebagai bank BUMD, saat krismon lalu rugi ratusan miliar, hingga harus dibayar Sumut dari APBD obligasi rekapnya,” tuturnya.

Senada dengan Jhon Tafbu, pengamat ekonomi dari Nommensen, Parulian Simanjuntak juga mengatakan, permintaan penambahan saham oleh Pemprovsu itu bukanlah hal yang baik pada kondisi sekarang. Apalagi, saat tambang emas baru mulai berproduksi.

“Kalau mau minta tambahan itu, lakukan secara baik-baik. Nanti beberapa bulan lagi. Jangan sekarang, mereka itu masih baru produksi lho. Dan kena masalah lagi dengan penolakan masyarakat. Selesaikan dulu satu masalah, baru ke masalah lainnya,” ujarnya.

Turun ke Tambang Martabe
Terkait masalah tambang emas Martabe, Plt Gubsu, Gatot Pujo Nugroho megatakan, Tim Advance yang terdiri dari Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan diketuai Kepala Badan Kesbangpol dan Linmas Provsu, akan turun ke lapangan, Kamis 20 September 2012, hari ini. Tujuannya, mencari penyebab penolakan dari masyarakat, dalam hal pemasangan pipa.

Gatot mengakui memang adanya penolakan terhadap pemasangan pipa pembuangan limbah. Namun bukan menolak PT G-Resources melakukan tambang emas di kawasan itu. “Hanya penolakan pada pemasangan pipa saja,” tambahnya.

Tentang permintaan kenaikan jatah saham dari 5 persen menjadi 10 persen, Gatot hanya mengatakan, itu sesuai hasil rapat Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (FKPD) Provsu.

Insentif
Di tengah-tengah ketidaknyamanan para investor di Sumut menanamkan modal, angin segar datang dari Jakarta. Para investor yang ingin menanamkan investasinya di daerah, dijanjikan berbagai kemudahan. Mulai dari pengurangan retribusi, bahkan hingga pemberian dana stimulan. Hal ini dimungkinkan dengan lahirnya Permendagri Nomor 64 tahun 2012. Di mana diatur terkait pemberian insentif dan pemberian kemudahan penanaman modal di daerah.

Dari sejumlah kemudahan tersebut, dalam Pasal 9 ayat 1 disebutkan, pemberian insentif dapat berbentuk baik itu pengurangan, keringanan, maupun pembebasan pajak daerah. Selain itu hal yang dapat diberikan juga terkait pengurangan, keringanan, atau pembebasan retribusi daerah. Dan pemberian dana stimulan serta pemberian bantuan modal.

“Permendagri tersebut dilahirkan sebagai kepedulian pemerintah untuk menumbuhkan iklim usaha yang kondusif dan memberikan kepastian hukum bagi investor. Serta mendukung investasi di daerah, sehingga pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja dapat terjamin,” ujar Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kemendagri, Reydonnyzar Moenek secara khusus kepada koran ini di Jakarta, Rabu (19/9).

DPR Sarankan Limbah Ditanam di Tanah
Terkait konflik antara warga dengan pihak perusahaan tambang emas Martabe, Komisi VII DPR yang membidangi masalah pertambangan berjanji dalam waktu dekat akan mengirim delegasi ke Tapsel, dipimpin langsung Ketua Komisi VII DPR Sutan Bathoegana Siregar.

“Dalam waktu dekat kita akan kirim tim ke sana. Saya yang akan pimpin langsung karena ini kampung kita. Jangan dibiarkan ada masalah yang merugikan warga,” cetus Sutan Bathoegana baru-baru ini.
Dikatakan, dirinya sudah menerima pengaduan dari sejumlah warga terkait persoalan ini. Warga juga yang meminta Komisi VII DPR turun langsung melihat kondisi di lapangan.

Sutan juga mengaku menerima laporan dari warga bahwa dulu pihak perusahaan pernah menjanjikan akan membuang limbah ke laut. “Kalau dulu katanya mau dibuang ke laut dengan mamasang pipa, ya jalankan itu. Tapi saya harus lihat kontraknya dulu seperti apa, apa iya dulu perusahaan menjanjikan dibuang ke laut,” ujar salah seorang pendiri Partai Demokrat itu.

Sutan dengan tegas menolak jika limbang dibuang ke sungai. “Kalau dibuang ke sungai, jelas merugikan warga karena sungai merupakan sumber kehidupan. Tidak boleh dibuang ke sungai,” tegasnya.

Bahkan, dia menyarankan agar limbah ditanam saja ke dalam tanah, yang relatif tidak membahayakan manusia. Tapi Sutan menyadari, proses pembuangan limbah ke dalam tanah memakan biaya besar. Nah, jika cara itu tidak memungkinkan, lanjut dia, ya dibuang saja ke laut. “Itu pun prosesnya yang bener sehingga air laut tetap bagus,” ujar Sutan. (ram/gir/sam)

Minta Saham Emas Martabe 10 Persen

MEDAN-Permintaan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara melalui Plt Gubsu Gatot Pujo Nugroho, agar PT Agincourt Resources menaikkan jatah saham Pemprovsu di tambang emas Martabe Desa Aek Pining, Batangtoru, Tapanuli Selatan, menuai kritikan. Dua ekonom di Sumut menyebut Gatot tidak dewasa, karena meminta saham naik dari 5 persen menjadi 10 persen.

“Permintaan tambahan saham ini tidak dewasa. Dengan mengungkapkan permintaan itu ke hadapan publik ditambah adanya berbagai aksi penolakan, memberi indikasi: bila (permintaan) ditolak rusuh, bila diterima beres. Apalagi saat Plt Gubsu Gatot menyatakan bahwa saham 5 persen itu sedikit, tentu akan memancing demo di masyarakat. Ini ‘kan kontra produktif,” kata pengamat ekonomi dari USU, Jhon Tafbu Ritonga, menjawab wartawan, di Medan, kemarin.

Karena ini kali pertama bagi Pemprovsu menangani pertambangan emas, kata Tafbu, seharusnya Gubsu bertanya ke orang-orang yang ahli soal bisnis pertambangan, di mana negosiasi lebih diutamakan. “Tetapi dengan cara yang saat ini terjadi, seperti mengatakan bahwa kami yang berkuasa. Dan kami yang menentukan,” tegasnya.

Tafbu pun mengajak berandai-andai. Bila pihak perusahaan tambang merasa tidak nyaman dengan permintaan itu, mereka bisa saja memilih angkat kaki. “Maka siap-siaplah kita membayar kompensasi, sesuai perjanjian internasional,” tambahnya.

Bukan hanya bicara kerugian uang ratusan miliar, tetapi nantinya Sumut bisa menjadi bahan ceritaan masyarakat internasional dengan image yang buruk. “Agincourt asal Hongkong ini bukan perusahaan main-main. Mereka sangat besar. Kalau ini terjadi, Sumut sebagai gadis cantik akan berubah menjadi cewek buruk rupa. Pak Gatot (plt Gubsu) dan pak Syahrul (Bupati Tapsel) harus berperan aktif dan bijak, tetapi juga berani,” harapnya.

Ia mengatakan, meski Pemprovsu wajar meminta saham hingga 10 persen bahkan hingga 25 persen, tetapi seandainya perusahaan itu bangkrut akibat ditolak oleh warga setempat, maka semua pemegang saham harus bertanggung jawab membayar perseroan. “Ini soal saham. Kalau untung ya dapat deviden. Tapi kalau bangkrut, harus bayar utang sebanyak saham juga. Ingat ‘kan dengan Bank Sumut sebagai bank BUMD, saat krismon lalu rugi ratusan miliar, hingga harus dibayar Sumut dari APBD obligasi rekapnya,” tuturnya.

Senada dengan Jhon Tafbu, pengamat ekonomi dari Nommensen, Parulian Simanjuntak juga mengatakan, permintaan penambahan saham oleh Pemprovsu itu bukanlah hal yang baik pada kondisi sekarang. Apalagi, saat tambang emas baru mulai berproduksi.

“Kalau mau minta tambahan itu, lakukan secara baik-baik. Nanti beberapa bulan lagi. Jangan sekarang, mereka itu masih baru produksi lho. Dan kena masalah lagi dengan penolakan masyarakat. Selesaikan dulu satu masalah, baru ke masalah lainnya,” ujarnya.

Turun ke Tambang Martabe
Terkait masalah tambang emas Martabe, Plt Gubsu, Gatot Pujo Nugroho megatakan, Tim Advance yang terdiri dari Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan diketuai Kepala Badan Kesbangpol dan Linmas Provsu, akan turun ke lapangan, Kamis 20 September 2012, hari ini. Tujuannya, mencari penyebab penolakan dari masyarakat, dalam hal pemasangan pipa.

Gatot mengakui memang adanya penolakan terhadap pemasangan pipa pembuangan limbah. Namun bukan menolak PT G-Resources melakukan tambang emas di kawasan itu. “Hanya penolakan pada pemasangan pipa saja,” tambahnya.

Tentang permintaan kenaikan jatah saham dari 5 persen menjadi 10 persen, Gatot hanya mengatakan, itu sesuai hasil rapat Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (FKPD) Provsu.

Insentif
Di tengah-tengah ketidaknyamanan para investor di Sumut menanamkan modal, angin segar datang dari Jakarta. Para investor yang ingin menanamkan investasinya di daerah, dijanjikan berbagai kemudahan. Mulai dari pengurangan retribusi, bahkan hingga pemberian dana stimulan. Hal ini dimungkinkan dengan lahirnya Permendagri Nomor 64 tahun 2012. Di mana diatur terkait pemberian insentif dan pemberian kemudahan penanaman modal di daerah.

Dari sejumlah kemudahan tersebut, dalam Pasal 9 ayat 1 disebutkan, pemberian insentif dapat berbentuk baik itu pengurangan, keringanan, maupun pembebasan pajak daerah. Selain itu hal yang dapat diberikan juga terkait pengurangan, keringanan, atau pembebasan retribusi daerah. Dan pemberian dana stimulan serta pemberian bantuan modal.

“Permendagri tersebut dilahirkan sebagai kepedulian pemerintah untuk menumbuhkan iklim usaha yang kondusif dan memberikan kepastian hukum bagi investor. Serta mendukung investasi di daerah, sehingga pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja dapat terjamin,” ujar Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kemendagri, Reydonnyzar Moenek secara khusus kepada koran ini di Jakarta, Rabu (19/9).

DPR Sarankan Limbah Ditanam di Tanah
Terkait konflik antara warga dengan pihak perusahaan tambang emas Martabe, Komisi VII DPR yang membidangi masalah pertambangan berjanji dalam waktu dekat akan mengirim delegasi ke Tapsel, dipimpin langsung Ketua Komisi VII DPR Sutan Bathoegana Siregar.

“Dalam waktu dekat kita akan kirim tim ke sana. Saya yang akan pimpin langsung karena ini kampung kita. Jangan dibiarkan ada masalah yang merugikan warga,” cetus Sutan Bathoegana baru-baru ini.
Dikatakan, dirinya sudah menerima pengaduan dari sejumlah warga terkait persoalan ini. Warga juga yang meminta Komisi VII DPR turun langsung melihat kondisi di lapangan.

Sutan juga mengaku menerima laporan dari warga bahwa dulu pihak perusahaan pernah menjanjikan akan membuang limbah ke laut. “Kalau dulu katanya mau dibuang ke laut dengan mamasang pipa, ya jalankan itu. Tapi saya harus lihat kontraknya dulu seperti apa, apa iya dulu perusahaan menjanjikan dibuang ke laut,” ujar salah seorang pendiri Partai Demokrat itu.

Sutan dengan tegas menolak jika limbang dibuang ke sungai. “Kalau dibuang ke sungai, jelas merugikan warga karena sungai merupakan sumber kehidupan. Tidak boleh dibuang ke sungai,” tegasnya.

Bahkan, dia menyarankan agar limbah ditanam saja ke dalam tanah, yang relatif tidak membahayakan manusia. Tapi Sutan menyadari, proses pembuangan limbah ke dalam tanah memakan biaya besar. Nah, jika cara itu tidak memungkinkan, lanjut dia, ya dibuang saja ke laut. “Itu pun prosesnya yang bener sehingga air laut tetap bagus,” ujar Sutan. (ram/gir/sam)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/