MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Setdaprovsu, Raja Indra Saleh harus bertanggung jawab penuh atas raibnya uang milik Pemprovsu senilai Rp1,6 miliar di pelataran depan kantor Gubernur Sumut, Senin (9/9) lalu.
“Ya, Plt Kepala BPKAD wajib bertanggungjawab atas hilangnya uang Rp 1,6 miliar tersebut. Hilangnya uang di pelataran parkir kantor gubernur, menurut kami merupakan kelalaian dan kemunduran sistem akuntabilitas dan transparansi pengelolaan keuangan daerah,” kata Direktur Eksekutif Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Sumut, Rurita Ningrum menjawab Sumut Pos, Kamis (19/9).
Sebagaimana diketahui, ungkap Rurita, Provinsi Sumut telah cukup lama disupervisi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sehingga pencatatan pembukuan dan akuntabilitas pembayaran pasti sudah mengikuti standar baku keuangan yang disyaratkan, termasuk soal pembayaran nontunai. Terlebih terhitung per Januari 2018 lalu, ada pokok surat edaran Mendagri No. 910/1866/SJ dan 910/1867/SJ, sekaitan akuntabilitas dan transparansi penggunaan keuangan daerah, dimana implementasinya dilakukan secara bertahap.
“Maka tanggung jawab hilangnya uang ini harus ditanggung oleh Plt kepala BPKAD dan staf yang mengambil uang tersebut. Artinya, Gubsu juga jangan terburu-buru mengambil kebijakan mencopot pejabat terkait, sebelum kasus ini terungkap terang benderang,” ujarnya.
Hal senada disampaikan pengamat kebijakan publik dan transparansi anggaran Sumut, Elfenda Ananda. Menurutnya sampai kasus ini terungkap secara jelas, Raja Indra Saleh mesti bertanggungjawab penuh.
“Secara teknis kepala BPKAD bertanggungjawab menyelesaikan masalah hilangnya uang Rp 1,6 miliar itu. Itu uang APBD Sumut, tentu ada proses hukum yang ditangani oleh aparat hukum terkait kasus segera dilaksanakan secara transparan. Selain itu, untuk internal selain pemeriksaaan oleh Inspektorat, pemprovsu bisa melakukan evaluasi sekaligus perbaikan sistem yang lemah dan masih longgar,” kata pria yang juga Koordinator Area Sumut Lembaga Riset Indikator Politik ini.
Dia menyarankan Pemprovsu dalam hal ini sekda dan gubernur segera berbenah agar kasus ini tidak berulang. Tidak boleh juga melempar bola permasalahan kepada bawahan tanpa pemeriksaan terlebih dahulu. “Biarkan proses hukum berjalan. Di satu sisi perbaikan terus dilakukan. Plt kepala BPKAD biarkan fokus menghadapi persoalan hukum ini secara serius. Kalau memang diakhir penyelidikan ternyata tidak bersalah maka namanya bisa dipulihkan. Tapi, bila terbukti bersalah maka ada konsekuensi jabatan dan hukum yang berlaku,” pungkasnya.
Menjawab ini, Plt Kepala BPKAD Setdaprovsu, Raja Indra Saleh mengaku siap bertanggungjawab penuh atas kasus raibnya uang miliaran rupiah tersebut. Pihaknya juga memberi kepercayaan penuh kepada pihak kepolisian untuk membuka ‘misteri’ hilangnya uang yang akan dibayarkan kepada Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Sumut itu.
“Pada saat mendampingi pihak penyidik melakukan olah tempat kejadian perkara di kantor Gubsu, kami sudah sampaikan langsung agar polisi membantu kami membuka kasus ini secara terang supaya terungkap,” katanya.
Indra Saleh juga mengamini bawahannya sudah diperiksa oleh kepolisian maupun Inspektorat sekaitan kasus dimaksud. “Iya, masih terus dilakukan pemeriksaan. Begitupun dengan dokumen dan berkas-berkas yang diperlukan tim baik kepolisian maupun Inspektorat. Saya selaku komandan sementara di BPKAD Setdaprovsu siap bertanggungjawab sampai kasus ini terungkap terang benderang. Kita juga hingga kini menunggu apa hasil penyelidikan polisi dan pihak Inspektorat,” katanya.
Kesempatan itu ia meluruskan informasi yang selama ini beredar. Disebutkannya bahwa uang yang hilang itu bukan lagi milik Pemprov Sumut, tetapi telah menjadi milik 117 orang yang tergabung dalam TAPD Sumut.
“Jadi uang itu sudah ditransfer BPKAD Sumut melalui Bendahara atas pengusulan Panitia Pembuat Teknis Kegiatan (PPTK), ke rekening Muhammad Aldi Budianto, selaku Pembantu PPTK BPKAD Sumut, yang kemudian ditarik tunai oleh Aldi,” katanya.
Dengan ditariknya uang tersebut, lanjut dia, berarti sudah berpindah dari kas pemprov ke tangan PPTK. Oleh Aldi, uang itu kemudian akan diserahkan langsung kepada 117 orang penerima yang tergabung dalam TAPD. “Itu artinya jelas bahwa uang itu adalah milik 117 orang TAPD. Artinya yang kehilangan adalah 117 orang, termasuk saya,” katanya.
Lantas apa dasarnya sehingga uang itu milik 117 orang? Dia menerangkan dalam peraturan gubernur diatur bahwa nama-nama yang tergabung dalam TAPD, berhak menerima upah atau honor atas pembahasan anggaran.
Namun uang Rp 1,6 miliar itu bukanlah untuk satu kegiatan pembahasan anggaran saja, melainkan ada lima kegiatan, termasuk diantaranya pembahasan Perubahan APBD 2019 dan pembahasan Rancangan APBD Sumut 2020.
Pihaknya juga menegaskan tidak ada permainan (by desain) pihaknya atas kasus hilangnya uang tersebut. Hal itu pun siap dibuktikan bahwa tidak ada Standar Operasional Prosedur (SOP) yang dilanggar dalam hal pencairan dan penarikan uang Rp 1,6 miliar itu. “Bahwa kemudian ada kelalaian dalam hal tanggung jawab penjagaan uang itu, itu sepenuhnya ranahnya petugas yang menarik dan membawa uang itu ke kantor gubernur. Begitu pun tetap masih menunggu apa kata kepolisian dalam kasus ini,” ujarnya.
Pengelolaan keuangan di BPKAD Setdaprovsu, sambung dia, khususnya dan dilingkungan Pemprovsu umumnya, adalah sudah sesuai standar baku yakni mengacu pada ketentuan pengelolaan keuangan negara. “Dan semua sistem dan ketentuan itu kita ikuti,” katanya.
Ia juga mengklarifikasi isu liar bahwa uang yang hilang tersebut adalah uang pribadinya. Dia menegaskan uang itu bersumber dari kas pemprov yang kemudian diproses BPKAD melalui bendahara setelah ada pengusulan dari PPTK, dicairkan PPTK di Bank Sumut untuk dibagikan kepada 117 orang yang tergabung dalam TAPD, sebagai honor atau upah atas 5 kegiatan pembahasan anggaran. (prn)