29 C
Medan
Thursday, November 21, 2024
spot_img

Sejak Bayi Ditinggal Ibu, Empat Tahun Diajak Merantau

AMINOER RASYID/SUMUT POS Plt Wali Kota Medan Drs.Dzulhmi Eldin menjenguk Muhammad Nawawi Pulungan (54), ayah Siti Aisyah Pulungan (8) yang kini terbaring di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Pirngadi Jalan HM Yamin Medan, Kamis (20/3). Nawawi ditempatkan di Ruang 18 Flamboyan.
AMINOER RASYID/SUMUT POS
Plt Wali Kota Medan Drs.Dzulhmi Eldin menjenguk Muhammad Nawawi Pulungan (54), ayah Siti Aisyah Pulungan (8) yang kini terbaring di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Pirngadi Jalan HM Yamin Medan, Kamis (20/3). Nawawi ditempatkan di Ruang 18 Flamboyan.

 

Nasib baik berpihak kepada Siti Aisyah Pulungan. Bocah 8 tahun asal Medan yang merawat ayahnya, Muhammad Nawawi Pulungan, 56, lebih dari setahun di atas becak itu akhirnya bisa kembali bersekolah. Pemkot Medan juga membawa Nawawi ke rumah sakit.

 

GIBSON-ALI AMRIZAL, Medan

 

Rona bahagia terpancar dari raut wajah Aisyah Pulungan. Mulai kemarin (20/3) dia bisa bersekolah lagi setelah sempat mandek karena harus merawat ayahnya yang tergolek sakit paru-paru akut di atas becak. “Kewajiban”-nya menunggui sang ayah itu sudah diambil alih Pemkot Medan. Kini dia pun bisa belajar di sekolah yang sudah setahun ditinggalkannya.

Wajar bila Aisyah gembira tak terkira. Sebab, sudah lama dia mendambakan bisa belajar dan bermain-main dengan teman-teman sebayanya. Apalagi segala kebutuhan sekolahnya sudah disiapkan pemkot. Mulai seragam, tas, hingga buku-buku dan peralatan tulis.

“Saya tidak tahu siapa yang memberi. Pokoknya, saya boleh sekolah lagi,” tuturnya polos ketika ditemui Pos Metro Medan (Jawa Pos Group) di RSUD dr Pirngadi Medan, tempat ayahnya, Nawawi Pulungan, dirawat.

Sebelumnya, Aisyah sempat duduk di kelas satu SD di Jl Halat, Medan. Namun, karena harus merawat ayahnya, dia terpaksa meninggalkan bangku sekolah. Kini Aisyah dimasukkan di SD Negeri No 060786, Jl Purwo, Kelurahan Perintis, Kecamatan Medan Timur, yang tidak jauh dari RSUD dr Pirngadi kemarin.

“Saya tetap bisa menjaga ayah. Jika saya sekolah, dokter yang menjaga ayah,” ungkapnya.

Pelaksana Tugas (Plt) Wali Kota Medan Drs H T. Dzulmi Eldin S. benar-benar trenyuh melihat pengorbanan bocah kecil itu bersama ayah yang sehari-hari tinggal di atas becak barang lantaran tidak mampu membayar sewa rumah kontrakan. Untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, bapak-anak itu hanya bisa mengharapkan belas kasihan warga.

“Perjuangan Aisyah selama ini luar biasa. Karena itu, kami tidak mau masa depan bocah tersebut hilang karena harus menjaga ayahnya yang sakit,” tutur Eldin saat membesuk Nawawi di Ruang Flamboyan RSUD dr Pirngadi.

“Mulai sekarang kami yang urus kehidupan Aisyah, termasuk makannya. Kami akan mengusahakan membantu pendidikan Aisyah sampai lulus SMA,” tegasnya.

Eldin juga meminta Dirut RSUD dr Pirngadi dr Amran Lubis memberikan pelayanan dan perawatan medis sebaik-baiknya supaya Nawawi bisa cepat sembuh.”

Bagaimana dengan biaya perawatan Nawawi” Pemkot akan menanggung seluruh biaya hingga sembuh dengan dana jamkesda (jaminan kesehatan daerah) serta BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Kesehatan.

“Kami berharap”penyakit ayah Aisyah dapat segera disembuhkan,””katanya.

Selain itu, Eldin akan membantu administrasi kependudukan Nawawi dan anaknya seperti akta kelahiran dan KTP melalui instansi terkait. Dia yakin pengurusan itu bakal berjalan lancar dan cepat karena Aisyah memiliki data-data yang lengkap. Apalagi ayahnya ber-KTP Medan dengan alamat Jalan Kertas.

“Untuk pembuatan akta kelahiran Aisyah, saya rasa tidak ada masalah,” jelasnya.

Eldin sudah berpikir untuk menyediakan tempat tinggal bagi Aisyah beserta ayahnya nanti. Rencananya, dia menempatkan mereka di salah satu rumah susun sederhana (rusunawa) agar bisa hidup layak dan sehat.

Sementara itu, kondisi Nawawi terus membaik setelah dirawat intensif oleh Pemkot Medan. Meski jarum infus masih tertancap di tangan kiri dan di hidungnya terpasang slang oksigen, kondisi Nawawi terlihat lebih baik jika dibandingkan dengan saat masih dirawat anak gadisnya di atas becak. Dia sudah mau diajak berbicara panjang.

“Maaf kalau suara saya kecil. Saya belum bisa apa-apa,” kata Nawawi pelan.

Kulit keriput dan mata cekung menggambarkan pahitnya penderitaan hidup Nawawi untuk berjuang hidup bersama anak semata wayangnya, Aisyah. Sambil menatap langit-langit Ruang 18 RSUD dr Pirngadi, dia menceritakan sejarah hidupnya yang merana.

Dia mengaku, semua itu berawal dari pertemuannya dengan Sugiarti, pedagang makan di sebuah warung di Pekanbaru, Riau. Saat itu Nawawi bekerja sebagai sopir angkutan sayur. Trayeknya adalah Pematang Siantar ke Pekanbaru. Dalam sebuah perjalanan itulah dia sering mampir di warung Sugiarti. Maka, dari situ hubungan mereka berujung perkawinan pada pertengahan 2000. Setelah itu, mereka tinggal di Jalan Sriwijaya, Pematang Siantar.

Mereka baru mendapat anak setelah enam tahun perkawinan. Anak itulah yang kemudian diberi nama Siti Aisyah Pulungan. Namun, malang, saat Aisyah lahir, pekerjaan Nawawi sepi order. Sebab, angkutan sayur Pematang Siantar”Pekanbaru semakin ramai. Akibatnya, penghasilan Nawawi pun makin sedikit. Sejak itulah percecokan sering menghiasi rumah tangga Nawawi-Sugiarti. Ujung-ujungnya, Sugiarti tidak tahan lagi tinggal serumah dengan Nawawi. Dia memilih meninggalkan rumah.

“Dia (Sugiarti) pengin kerja, tapi saya larang karena Aisyah masih bayi. Tapi, dia memilih pergi,” ujar Nawawi dengan mata berkaca-kaca.

Pada 2007, mereka resmi bercerai dan Aisyah yang masih berumur setahun ikut Nawawi. Dengan kondisi apa adanya, Nawawi berusaha membesarkan Aisyah. Namun, lantaran tekanan dari keluarga dan teman-temannya, Nawawi kemudian memutuskan untuk merantau ke Medan.

Tapi, bukannya bertambah baik, kehidupan Nawawi bersama Aisyah justru makin merana. Setelah tidak menjadi sopir angkutan, Nawawi menjadi tukang becak barang yang penghasilannya pas-pasan. Dia pun sampai tidak kuat membayar sewa rumah kontrakan.

Sejak itu, dia tinggal di becak. Ke mana-mana bapak-anak tersebut membawa becaknya. Sejak itu pula Nawawi mulai sakit-sakitan. Bahkan, setahun terakhir, sakit paru-paru Nawawi makin parah sehingga tidak bisa apa-apa lagi. Dia hanya tergolek di becaknya ditunggui Aisyah selama lebih dari setahun.

“Kasihan anak saya harus menjaga saya. Tapi, sekarang alhamdulillah, Pak Wali Kota mau membantu saya dan anak saya. Terima kasih, Pak Wali Kota,” ujar Nawawi yang hanya lulusan SD itu. (*/c5/ari)

AMINOER RASYID/SUMUT POS Plt Wali Kota Medan Drs.Dzulhmi Eldin menjenguk Muhammad Nawawi Pulungan (54), ayah Siti Aisyah Pulungan (8) yang kini terbaring di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Pirngadi Jalan HM Yamin Medan, Kamis (20/3). Nawawi ditempatkan di Ruang 18 Flamboyan.
AMINOER RASYID/SUMUT POS
Plt Wali Kota Medan Drs.Dzulhmi Eldin menjenguk Muhammad Nawawi Pulungan (54), ayah Siti Aisyah Pulungan (8) yang kini terbaring di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Pirngadi Jalan HM Yamin Medan, Kamis (20/3). Nawawi ditempatkan di Ruang 18 Flamboyan.

 

Nasib baik berpihak kepada Siti Aisyah Pulungan. Bocah 8 tahun asal Medan yang merawat ayahnya, Muhammad Nawawi Pulungan, 56, lebih dari setahun di atas becak itu akhirnya bisa kembali bersekolah. Pemkot Medan juga membawa Nawawi ke rumah sakit.

 

GIBSON-ALI AMRIZAL, Medan

 

Rona bahagia terpancar dari raut wajah Aisyah Pulungan. Mulai kemarin (20/3) dia bisa bersekolah lagi setelah sempat mandek karena harus merawat ayahnya yang tergolek sakit paru-paru akut di atas becak. “Kewajiban”-nya menunggui sang ayah itu sudah diambil alih Pemkot Medan. Kini dia pun bisa belajar di sekolah yang sudah setahun ditinggalkannya.

Wajar bila Aisyah gembira tak terkira. Sebab, sudah lama dia mendambakan bisa belajar dan bermain-main dengan teman-teman sebayanya. Apalagi segala kebutuhan sekolahnya sudah disiapkan pemkot. Mulai seragam, tas, hingga buku-buku dan peralatan tulis.

“Saya tidak tahu siapa yang memberi. Pokoknya, saya boleh sekolah lagi,” tuturnya polos ketika ditemui Pos Metro Medan (Jawa Pos Group) di RSUD dr Pirngadi Medan, tempat ayahnya, Nawawi Pulungan, dirawat.

Sebelumnya, Aisyah sempat duduk di kelas satu SD di Jl Halat, Medan. Namun, karena harus merawat ayahnya, dia terpaksa meninggalkan bangku sekolah. Kini Aisyah dimasukkan di SD Negeri No 060786, Jl Purwo, Kelurahan Perintis, Kecamatan Medan Timur, yang tidak jauh dari RSUD dr Pirngadi kemarin.

“Saya tetap bisa menjaga ayah. Jika saya sekolah, dokter yang menjaga ayah,” ungkapnya.

Pelaksana Tugas (Plt) Wali Kota Medan Drs H T. Dzulmi Eldin S. benar-benar trenyuh melihat pengorbanan bocah kecil itu bersama ayah yang sehari-hari tinggal di atas becak barang lantaran tidak mampu membayar sewa rumah kontrakan. Untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, bapak-anak itu hanya bisa mengharapkan belas kasihan warga.

“Perjuangan Aisyah selama ini luar biasa. Karena itu, kami tidak mau masa depan bocah tersebut hilang karena harus menjaga ayahnya yang sakit,” tutur Eldin saat membesuk Nawawi di Ruang Flamboyan RSUD dr Pirngadi.

“Mulai sekarang kami yang urus kehidupan Aisyah, termasuk makannya. Kami akan mengusahakan membantu pendidikan Aisyah sampai lulus SMA,” tegasnya.

Eldin juga meminta Dirut RSUD dr Pirngadi dr Amran Lubis memberikan pelayanan dan perawatan medis sebaik-baiknya supaya Nawawi bisa cepat sembuh.”

Bagaimana dengan biaya perawatan Nawawi” Pemkot akan menanggung seluruh biaya hingga sembuh dengan dana jamkesda (jaminan kesehatan daerah) serta BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Kesehatan.

“Kami berharap”penyakit ayah Aisyah dapat segera disembuhkan,””katanya.

Selain itu, Eldin akan membantu administrasi kependudukan Nawawi dan anaknya seperti akta kelahiran dan KTP melalui instansi terkait. Dia yakin pengurusan itu bakal berjalan lancar dan cepat karena Aisyah memiliki data-data yang lengkap. Apalagi ayahnya ber-KTP Medan dengan alamat Jalan Kertas.

“Untuk pembuatan akta kelahiran Aisyah, saya rasa tidak ada masalah,” jelasnya.

Eldin sudah berpikir untuk menyediakan tempat tinggal bagi Aisyah beserta ayahnya nanti. Rencananya, dia menempatkan mereka di salah satu rumah susun sederhana (rusunawa) agar bisa hidup layak dan sehat.

Sementara itu, kondisi Nawawi terus membaik setelah dirawat intensif oleh Pemkot Medan. Meski jarum infus masih tertancap di tangan kiri dan di hidungnya terpasang slang oksigen, kondisi Nawawi terlihat lebih baik jika dibandingkan dengan saat masih dirawat anak gadisnya di atas becak. Dia sudah mau diajak berbicara panjang.

“Maaf kalau suara saya kecil. Saya belum bisa apa-apa,” kata Nawawi pelan.

Kulit keriput dan mata cekung menggambarkan pahitnya penderitaan hidup Nawawi untuk berjuang hidup bersama anak semata wayangnya, Aisyah. Sambil menatap langit-langit Ruang 18 RSUD dr Pirngadi, dia menceritakan sejarah hidupnya yang merana.

Dia mengaku, semua itu berawal dari pertemuannya dengan Sugiarti, pedagang makan di sebuah warung di Pekanbaru, Riau. Saat itu Nawawi bekerja sebagai sopir angkutan sayur. Trayeknya adalah Pematang Siantar ke Pekanbaru. Dalam sebuah perjalanan itulah dia sering mampir di warung Sugiarti. Maka, dari situ hubungan mereka berujung perkawinan pada pertengahan 2000. Setelah itu, mereka tinggal di Jalan Sriwijaya, Pematang Siantar.

Mereka baru mendapat anak setelah enam tahun perkawinan. Anak itulah yang kemudian diberi nama Siti Aisyah Pulungan. Namun, malang, saat Aisyah lahir, pekerjaan Nawawi sepi order. Sebab, angkutan sayur Pematang Siantar”Pekanbaru semakin ramai. Akibatnya, penghasilan Nawawi pun makin sedikit. Sejak itulah percecokan sering menghiasi rumah tangga Nawawi-Sugiarti. Ujung-ujungnya, Sugiarti tidak tahan lagi tinggal serumah dengan Nawawi. Dia memilih meninggalkan rumah.

“Dia (Sugiarti) pengin kerja, tapi saya larang karena Aisyah masih bayi. Tapi, dia memilih pergi,” ujar Nawawi dengan mata berkaca-kaca.

Pada 2007, mereka resmi bercerai dan Aisyah yang masih berumur setahun ikut Nawawi. Dengan kondisi apa adanya, Nawawi berusaha membesarkan Aisyah. Namun, lantaran tekanan dari keluarga dan teman-temannya, Nawawi kemudian memutuskan untuk merantau ke Medan.

Tapi, bukannya bertambah baik, kehidupan Nawawi bersama Aisyah justru makin merana. Setelah tidak menjadi sopir angkutan, Nawawi menjadi tukang becak barang yang penghasilannya pas-pasan. Dia pun sampai tidak kuat membayar sewa rumah kontrakan.

Sejak itu, dia tinggal di becak. Ke mana-mana bapak-anak tersebut membawa becaknya. Sejak itu pula Nawawi mulai sakit-sakitan. Bahkan, setahun terakhir, sakit paru-paru Nawawi makin parah sehingga tidak bisa apa-apa lagi. Dia hanya tergolek di becaknya ditunggui Aisyah selama lebih dari setahun.

“Kasihan anak saya harus menjaga saya. Tapi, sekarang alhamdulillah, Pak Wali Kota mau membantu saya dan anak saya. Terima kasih, Pak Wali Kota,” ujar Nawawi yang hanya lulusan SD itu. (*/c5/ari)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/