25.6 C
Medan
Sunday, May 5, 2024

Akibat Corona, Jumlah Penumpang Angkot Turun Drastis, Organda Minta Subsidi Pemerintah

ANGKOT:  Angkutan kota (angkot) saat melintas di salah satu ruas jalan di Kota Medan. Jumlah penumpang angkot mengalami penurunan sejak anak sekolah diliburkan.
ANGKOT: Angkutan kota (angkot) saat melintas di salah satu ruas jalan di Kota Medan. Jumlah penumpang angkot mengalami penurunan sejak anak sekolah diliburkan.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Jumlah angkutan umum mengalami penurunan drastis akibat dampak dari virus corona. Hal ini karena sekolah diliburkan serta kekhawatiran penumpang atas penyebaran virus tersebut hingga menyebabkan sepinya penumpang.

Ketua Organisasi Angkutan Darat (Organda) Kota Medan, Mont Gomery Munthe mengatakan, kondisi menurunnya mobilitas masyarakat di luar rumah saat ini membuat sejumlah usaha jasa angkutan di Kota Medan juga mengalami kerugian. Salah satunya para sopir angkutan kota (angkot).

“Yang paling merasakan dampaknya itu ya jelas para sopir. Kasihan sekali para sopir ini, seharian narik angkot tapi sewanya sangat sepi. Untuk biaya bensin saja tidak cukup, yang ada sopir malah rugi, sepi sekali penumpang,” aku Gomery kepada Sumut Pos, Jumat (20/3).

Hal ini, kata Gomery, akibat liburnya siswa sekolah.

Sebab, hampir 50 persen penumpang angkot adalah anak sekolah. “Tak ada anak sekolah ya jelas hampir 50 persen sewa menghilang. Belum lagi penumpang umum yang biasa di dapat dari mal atau plaza, sepi sekali. Bisa dikatakan lebih dari 70 persen merosotnya jumlah penumpang kita saat ini,” ungkapnya.

Selain itu, lanjutnya, adanya imbauan pemerintah yang mewajibkan agar setiap orang selalu menjaga jarak setidaknya 1 meter dari orang lain, membuat jasa angkutan umum semakin tidak masuk ke dalam pilihan masyarakat pengguna transportasi umum.

“Kalaupun masyarakat harus keluar rumah mereka jadi memilih angkutan yang sifatnya lebih pribadi supaya tidak bersentuhan dan ada jarak 1 meter, atau mereka jadi memakai kendaraan pribadi. Semakin ke sini penumpang kita semakin sepi, sangat sepi. Padahal kita tahu, mobil angkot itu mayoritas ya kredit,” terang Gomery.

Gomery meminta agar pemerintah mau memberikan subsidi atau bantuan kepada para sopir dan pengusaha jasa angkutan di Kota Medan agar dapat tetap menafkahi keluarganya.

“Mohon lah beri kebijakan kepada kami, terkhusus sopir. Mungkin bisa berupa pemotongan pajak kendaraan dengan persentase yang besar, bisa dengan cara menggratiskan atau memotong biaya uji KIR. Atau bisa juga dengan cara menangguhkan denda kredit mobil kami yang menunggak, karena saat ini jangankan untuk bayar kredit mobil, untuk biaya makan sehari-hari saja sopir sudah kesulitan,” katanya.

Organda juga mengharapkan adanya perhatian pemerintah untuk memberikan bantuan bahan-bahan pokok kepada para sopir angkutan umum di Kota Medan agar kebutuhan makan keluarga para sopir dapat terpenuhi.

“Ada sekitar 10 ribu sopir di Kota Medan yang terdata oleh kita, kami di Organda siap menyalurkan bantuan tersebut ke mereka. Kami harapkan pemerintah juga akan punya kebijakan-kebijakan lainnya yang akan berpihak kepada kepentingan para sopir,” pungkasnya.

Menanggapi hal ini, anggota Komisi IV DPRD Medan, M Rizki Nugraha turut menyatakan keprihatinannya terhadap nasib para sopir yang ada di Kota Medan.

“Kalau penumpang sepi, itu artinya mobilitas orang memang menurun dan itu bagus, karena artinya masyarakat mengikuti imbauan pemerintah untuk mengurangi aktivitas di luar rumah agar meminimalisir penyebaran virus Corona. Tapi tentu berdampak pada para sopir angkutan,” kata Rizki kepada Sumut Pos, Jumat (20/3).

Namun begitu, kata Rizki, pemerintah juga harus memperhatikan nasib sebagian masyarakat lainnya yang mengalami dampak negatif dari kebijakan itu, termasuk para sopir angkutan umum.

Katanya, saat ini bukan hanya sopir angkutan umum, tetapi mereka yang memang harus bekerja setiap hari di luar rumah untuk menafkahi keluarganya pasti akan mengalami hal yang sama.

“Dalam hal ini, kebijakan pemerintah yang meminta masyarakat untuk tetap berada di rumah sudah tepat. Namun pemerintah juga harus mengambil kebijakan lainnya untuk nasib masyarakat lainnya yang mengalami dampak dari imbauan tersebut,” pungkasnya. (map/ila)

ANGKOT:  Angkutan kota (angkot) saat melintas di salah satu ruas jalan di Kota Medan. Jumlah penumpang angkot mengalami penurunan sejak anak sekolah diliburkan.
ANGKOT: Angkutan kota (angkot) saat melintas di salah satu ruas jalan di Kota Medan. Jumlah penumpang angkot mengalami penurunan sejak anak sekolah diliburkan.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Jumlah angkutan umum mengalami penurunan drastis akibat dampak dari virus corona. Hal ini karena sekolah diliburkan serta kekhawatiran penumpang atas penyebaran virus tersebut hingga menyebabkan sepinya penumpang.

Ketua Organisasi Angkutan Darat (Organda) Kota Medan, Mont Gomery Munthe mengatakan, kondisi menurunnya mobilitas masyarakat di luar rumah saat ini membuat sejumlah usaha jasa angkutan di Kota Medan juga mengalami kerugian. Salah satunya para sopir angkutan kota (angkot).

“Yang paling merasakan dampaknya itu ya jelas para sopir. Kasihan sekali para sopir ini, seharian narik angkot tapi sewanya sangat sepi. Untuk biaya bensin saja tidak cukup, yang ada sopir malah rugi, sepi sekali penumpang,” aku Gomery kepada Sumut Pos, Jumat (20/3).

Hal ini, kata Gomery, akibat liburnya siswa sekolah.

Sebab, hampir 50 persen penumpang angkot adalah anak sekolah. “Tak ada anak sekolah ya jelas hampir 50 persen sewa menghilang. Belum lagi penumpang umum yang biasa di dapat dari mal atau plaza, sepi sekali. Bisa dikatakan lebih dari 70 persen merosotnya jumlah penumpang kita saat ini,” ungkapnya.

Selain itu, lanjutnya, adanya imbauan pemerintah yang mewajibkan agar setiap orang selalu menjaga jarak setidaknya 1 meter dari orang lain, membuat jasa angkutan umum semakin tidak masuk ke dalam pilihan masyarakat pengguna transportasi umum.

“Kalaupun masyarakat harus keluar rumah mereka jadi memilih angkutan yang sifatnya lebih pribadi supaya tidak bersentuhan dan ada jarak 1 meter, atau mereka jadi memakai kendaraan pribadi. Semakin ke sini penumpang kita semakin sepi, sangat sepi. Padahal kita tahu, mobil angkot itu mayoritas ya kredit,” terang Gomery.

Gomery meminta agar pemerintah mau memberikan subsidi atau bantuan kepada para sopir dan pengusaha jasa angkutan di Kota Medan agar dapat tetap menafkahi keluarganya.

“Mohon lah beri kebijakan kepada kami, terkhusus sopir. Mungkin bisa berupa pemotongan pajak kendaraan dengan persentase yang besar, bisa dengan cara menggratiskan atau memotong biaya uji KIR. Atau bisa juga dengan cara menangguhkan denda kredit mobil kami yang menunggak, karena saat ini jangankan untuk bayar kredit mobil, untuk biaya makan sehari-hari saja sopir sudah kesulitan,” katanya.

Organda juga mengharapkan adanya perhatian pemerintah untuk memberikan bantuan bahan-bahan pokok kepada para sopir angkutan umum di Kota Medan agar kebutuhan makan keluarga para sopir dapat terpenuhi.

“Ada sekitar 10 ribu sopir di Kota Medan yang terdata oleh kita, kami di Organda siap menyalurkan bantuan tersebut ke mereka. Kami harapkan pemerintah juga akan punya kebijakan-kebijakan lainnya yang akan berpihak kepada kepentingan para sopir,” pungkasnya.

Menanggapi hal ini, anggota Komisi IV DPRD Medan, M Rizki Nugraha turut menyatakan keprihatinannya terhadap nasib para sopir yang ada di Kota Medan.

“Kalau penumpang sepi, itu artinya mobilitas orang memang menurun dan itu bagus, karena artinya masyarakat mengikuti imbauan pemerintah untuk mengurangi aktivitas di luar rumah agar meminimalisir penyebaran virus Corona. Tapi tentu berdampak pada para sopir angkutan,” kata Rizki kepada Sumut Pos, Jumat (20/3).

Namun begitu, kata Rizki, pemerintah juga harus memperhatikan nasib sebagian masyarakat lainnya yang mengalami dampak negatif dari kebijakan itu, termasuk para sopir angkutan umum.

Katanya, saat ini bukan hanya sopir angkutan umum, tetapi mereka yang memang harus bekerja setiap hari di luar rumah untuk menafkahi keluarganya pasti akan mengalami hal yang sama.

“Dalam hal ini, kebijakan pemerintah yang meminta masyarakat untuk tetap berada di rumah sudah tepat. Namun pemerintah juga harus mengambil kebijakan lainnya untuk nasib masyarakat lainnya yang mengalami dampak dari imbauan tersebut,” pungkasnya. (map/ila)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/