25.6 C
Medan
Sunday, May 12, 2024

Petinggi Pirngadi Kabur

Keluarga Anastasya Situmeang Ngamuk

MEDAN-Pertemuan keluarga Anastasya F Situmeng dengan manajemen RSU dr Pirngadi Medan di Ruang Rapat I RSU dr Pirngadi Medan nyaris ricuh dan tak menghasilkan kesepakatan, karena petinggi Pirngadi kabur dari pintu samping, Jumat (20/4).

Awalnya, keluarga Situmeang dan Sinaga se-Sumut dan se-Kota Medan mendatangi RSU dr Pirngadi Medan. Kedatangan mereka mendapat pengawalan dari Polsekta Medan Timur yang dipimpin oleh Wakapolsekta Medan Timur, AKP Jhon S Purba, Kanit Reskrim Polsekta Medan Timur, AKP Ridwan dan beberapa perwira Mapolsekta Medan Timur.

Selanjutnya keluarga melakukan orasi selama lebih kurang 1 jam di depan rumah sakit. Orasi dipimpin oleh Israel Situmeang, pengurus marga Situmeang se-Kota Medan. Dalam orasinya, mereka meminta agar pihak rumah sakit bertanggung jawab atas meninggalnya Anastasya F Situmeangn
Israel mengatakan, mereka tak terima dengan perlakuan yang dilakukan oleh pihak rumah sakit terhadap Anastasya, yang tak mendapatkan penanganan serius dari rumah sakit.

“Ini jelas-jelas pembiaran dan pihak rumah sakit tak ada mengahargai nyawa manusia. Anastasya tak dirawat dengan serius begitu tiba di Ruang IGD RSU dr Pirngadi Medan,” katanya.

Selanjutnya, sekitar 15 orang perwakilan marga Situmeang dan Sinaga masuk di Ruang Rapat I diterima oleh petinggi rumah sakit  masing-masing Wadir Keperawatan RSU Pirngadi, dr Amran Lubis, Kasubbag Hukum dan Humas RSU Pirngadi, Edison Perangin-angin SH MKes, pegawai verifikasi RSU Pirngadi Medan, Hinca.

Dalam pertemuan itu, keluarga mengajukan keberatan atas pelayanan rumah sakit.

“Ini jelas-jelas ada unsur pembiaran dimana anak saudara kami itu tak ditangani dengan serius oleh rumah sakit. Kami juga tak terima karena anak saudara kami itu ditangani seorang dokter Pendidikan Program Dokter Spesialis (PPDS),” kata Sugianto Situmeang, pengurus marga Situmeang Sumut, di ruang rapat.

Keluarga yang lain mengaku, melihat langsung bahwa paramedis rumah sakit melakukan pembiaran.

“Di saat sedang memeriksa anak saya, dokter yang menangani dr Julia Fitriani sibuk bertelepon dan perawatnya hanya ada satu orang. Tak hanya itu, saya sudah berteriak agar ditangani dengan serius tapi mereka tak ada juga melihat Anastasya,” ujarnya.

Orangtua Anastasya, Rini Oktaviani Sinaga (25) didampingi suaminya, Mualtua Situmeang (33) mengaku, anaknya itu tak ada menderita penyakit lain-lain seperti yang dikatakan oleh dokter itu. Dijelaskannya, dirinya juga merupakan seorang petugas medis dan mengerti mengenai penanganan rumah sakit.

“Saya melihat anak saya itu memang tak ditangani dengan serius saat di ruang IGD karena saya juga petugas medis. Saya berteriak, tetap mereka tak dengar dan anak saya itu bolak-balik asyik dipegang oleh dokter coas secara bergantian. Seharusnya anak saya diberikan perawatan bukannya menjadi bahan percontohan oleh dokter coas. Siapa yang terima anaknya dibiarkan dipegang terus menerus secara bergantian. Saya tak terima dan saya menjerit sebelum kepergian anak saya itu,” akunya.

Dijelaskannya, rumah sakit menyuruh mereka menandatangi surat dan sampai sekarang mereka tak ada mengerti mengenai surat tersebut dan belum ada menerima surat tersebut.

“Kami juga dikutip uang Rp500 ribu lebih sudah termasuk uang untuk mobil ambulans dimana mobil ambulansnya tak ada kami pergunakan. Apa di rumah sakit ini urusan administrasi lebih dahulu diutamakan dimana ini rumah sakit milik pemerintah,” bebernya.
Perdebatan semakin alot, sehingga pihak keluarga meminta agar petinggi rumah sakit menghadirkan dr Julia Fitriani. Namun, petinggi rumah sakit tak juga bisa menghadirkan sang dokter.

“Dokter yang bersangkutan saat ini berada di RSUP H Adam Malik dimana beliau sudah bertugas di sana sesuai dengan penempatan tugas dari kampus. Saat ini sedang kami usahakan pemanggilan,” kata Wadir Keperawatan RSU Pirngadi, dr Amran Lubis.
Keluarga kembali bersitegang meminta agar sang dokter dan semua yang bertanggung jawab di Ruang IGD dihadirkan.
“Kami tetap meminta agar pihak rumah sakit menghadirkan mereka,” kata Sugianto.

Seraya menunggu dokter tersebut, keluarga juga menanyakan uang sebesar Rp1 juta. Lalu Hinca, petugas verifikasi mengaku, uang Rp1 juta tersebut untuk uang karangan bunga tanda duka cita, uang permintaan maaf dan uang bela sungkawa.

“Itu uang untuk uang karangan bunga duka cita, uang permintaan maaf dan uang bela sungkawa dari rumah sakit,” jelasnya.
Mendengar hal tersebut, Sugianto berteriak. “Kalau memang kalian menaruh perhatian, kenapa tak karangan bunganya langsung diberikan dan kenapa tak ada meminta maaf langsung. Apa dengan uang Rp1 juta semuanya selesai begitu saja. Apa nyawa manusia kalian hargai Rp1 juta,” bebernya.
Hinca pun terdiam begitu ditanyai Sugianto.

“Dasar… kau. Tak ada kau hargai nyawa manusia,” ujar Sugianto kepada Hinca.

Lalu keluarga pun ngamuk  dan langsung mendekati Wadir Keperawatan RSU Pirngadi, dr Amran Lubis, Kasubbag Hukum dan Humas RSU Pirngadi, Edison Perangin-angin SH MKes, pegawai verifikasi RSU Pirngadi Medan, Hinca. Takut terjadi hal yang tak dinginkan, mereka pun melarikan diri dari pintu masuk samping ruangan Dirut RSU Pirngadi disaksikan oleh Wakapolsekta Medan Timur, AKP Jhon S Purba.

Sementara itu, Rizal Sihombing SH, pengacara keluarga dari Kantor Hukum Hombing Rizal dan rakan, yang juga anggota Peradi Sumut mengatakan, pihaknya tak terima dengan perlakuan dari petinggi rumah sakit karena meninggalkan rapat begitu saja. Dijelaskannya, kasus ini akan dibawa ke ranah hukum. “Pihak rumah sakit akan kami adukan baik secara perdata ataupun pidana. manajemen rumah sakit sudah melakukan kesalahan yang menyebabkan  hilangnya nyawa manusia,” pungkasnya.

Mengenai aksi kumpul koin, jelasnya, keluarga akan melakukan pengumpulan koin, namun, tidak hari ini karena keluarga harus musyawarah kembali. “Rencananya hari Selasa lusa kami akan melakukan aksi ini kembali dan meminta agar Dirut RSU dr Pirngadi Medan dicopot dari jabatannya, karena ini sudah kesalahan besar. Beliau selaku dirut tak mampu memimpin rumah sakit,” jelasnya. (jon)

Keluarga Anastasya Situmeang Ngamuk

MEDAN-Pertemuan keluarga Anastasya F Situmeng dengan manajemen RSU dr Pirngadi Medan di Ruang Rapat I RSU dr Pirngadi Medan nyaris ricuh dan tak menghasilkan kesepakatan, karena petinggi Pirngadi kabur dari pintu samping, Jumat (20/4).

Awalnya, keluarga Situmeang dan Sinaga se-Sumut dan se-Kota Medan mendatangi RSU dr Pirngadi Medan. Kedatangan mereka mendapat pengawalan dari Polsekta Medan Timur yang dipimpin oleh Wakapolsekta Medan Timur, AKP Jhon S Purba, Kanit Reskrim Polsekta Medan Timur, AKP Ridwan dan beberapa perwira Mapolsekta Medan Timur.

Selanjutnya keluarga melakukan orasi selama lebih kurang 1 jam di depan rumah sakit. Orasi dipimpin oleh Israel Situmeang, pengurus marga Situmeang se-Kota Medan. Dalam orasinya, mereka meminta agar pihak rumah sakit bertanggung jawab atas meninggalnya Anastasya F Situmeangn
Israel mengatakan, mereka tak terima dengan perlakuan yang dilakukan oleh pihak rumah sakit terhadap Anastasya, yang tak mendapatkan penanganan serius dari rumah sakit.

“Ini jelas-jelas pembiaran dan pihak rumah sakit tak ada mengahargai nyawa manusia. Anastasya tak dirawat dengan serius begitu tiba di Ruang IGD RSU dr Pirngadi Medan,” katanya.

Selanjutnya, sekitar 15 orang perwakilan marga Situmeang dan Sinaga masuk di Ruang Rapat I diterima oleh petinggi rumah sakit  masing-masing Wadir Keperawatan RSU Pirngadi, dr Amran Lubis, Kasubbag Hukum dan Humas RSU Pirngadi, Edison Perangin-angin SH MKes, pegawai verifikasi RSU Pirngadi Medan, Hinca.

Dalam pertemuan itu, keluarga mengajukan keberatan atas pelayanan rumah sakit.

“Ini jelas-jelas ada unsur pembiaran dimana anak saudara kami itu tak ditangani dengan serius oleh rumah sakit. Kami juga tak terima karena anak saudara kami itu ditangani seorang dokter Pendidikan Program Dokter Spesialis (PPDS),” kata Sugianto Situmeang, pengurus marga Situmeang Sumut, di ruang rapat.

Keluarga yang lain mengaku, melihat langsung bahwa paramedis rumah sakit melakukan pembiaran.

“Di saat sedang memeriksa anak saya, dokter yang menangani dr Julia Fitriani sibuk bertelepon dan perawatnya hanya ada satu orang. Tak hanya itu, saya sudah berteriak agar ditangani dengan serius tapi mereka tak ada juga melihat Anastasya,” ujarnya.

Orangtua Anastasya, Rini Oktaviani Sinaga (25) didampingi suaminya, Mualtua Situmeang (33) mengaku, anaknya itu tak ada menderita penyakit lain-lain seperti yang dikatakan oleh dokter itu. Dijelaskannya, dirinya juga merupakan seorang petugas medis dan mengerti mengenai penanganan rumah sakit.

“Saya melihat anak saya itu memang tak ditangani dengan serius saat di ruang IGD karena saya juga petugas medis. Saya berteriak, tetap mereka tak dengar dan anak saya itu bolak-balik asyik dipegang oleh dokter coas secara bergantian. Seharusnya anak saya diberikan perawatan bukannya menjadi bahan percontohan oleh dokter coas. Siapa yang terima anaknya dibiarkan dipegang terus menerus secara bergantian. Saya tak terima dan saya menjerit sebelum kepergian anak saya itu,” akunya.

Dijelaskannya, rumah sakit menyuruh mereka menandatangi surat dan sampai sekarang mereka tak ada mengerti mengenai surat tersebut dan belum ada menerima surat tersebut.

“Kami juga dikutip uang Rp500 ribu lebih sudah termasuk uang untuk mobil ambulans dimana mobil ambulansnya tak ada kami pergunakan. Apa di rumah sakit ini urusan administrasi lebih dahulu diutamakan dimana ini rumah sakit milik pemerintah,” bebernya.
Perdebatan semakin alot, sehingga pihak keluarga meminta agar petinggi rumah sakit menghadirkan dr Julia Fitriani. Namun, petinggi rumah sakit tak juga bisa menghadirkan sang dokter.

“Dokter yang bersangkutan saat ini berada di RSUP H Adam Malik dimana beliau sudah bertugas di sana sesuai dengan penempatan tugas dari kampus. Saat ini sedang kami usahakan pemanggilan,” kata Wadir Keperawatan RSU Pirngadi, dr Amran Lubis.
Keluarga kembali bersitegang meminta agar sang dokter dan semua yang bertanggung jawab di Ruang IGD dihadirkan.
“Kami tetap meminta agar pihak rumah sakit menghadirkan mereka,” kata Sugianto.

Seraya menunggu dokter tersebut, keluarga juga menanyakan uang sebesar Rp1 juta. Lalu Hinca, petugas verifikasi mengaku, uang Rp1 juta tersebut untuk uang karangan bunga tanda duka cita, uang permintaan maaf dan uang bela sungkawa.

“Itu uang untuk uang karangan bunga duka cita, uang permintaan maaf dan uang bela sungkawa dari rumah sakit,” jelasnya.
Mendengar hal tersebut, Sugianto berteriak. “Kalau memang kalian menaruh perhatian, kenapa tak karangan bunganya langsung diberikan dan kenapa tak ada meminta maaf langsung. Apa dengan uang Rp1 juta semuanya selesai begitu saja. Apa nyawa manusia kalian hargai Rp1 juta,” bebernya.
Hinca pun terdiam begitu ditanyai Sugianto.

“Dasar… kau. Tak ada kau hargai nyawa manusia,” ujar Sugianto kepada Hinca.

Lalu keluarga pun ngamuk  dan langsung mendekati Wadir Keperawatan RSU Pirngadi, dr Amran Lubis, Kasubbag Hukum dan Humas RSU Pirngadi, Edison Perangin-angin SH MKes, pegawai verifikasi RSU Pirngadi Medan, Hinca. Takut terjadi hal yang tak dinginkan, mereka pun melarikan diri dari pintu masuk samping ruangan Dirut RSU Pirngadi disaksikan oleh Wakapolsekta Medan Timur, AKP Jhon S Purba.

Sementara itu, Rizal Sihombing SH, pengacara keluarga dari Kantor Hukum Hombing Rizal dan rakan, yang juga anggota Peradi Sumut mengatakan, pihaknya tak terima dengan perlakuan dari petinggi rumah sakit karena meninggalkan rapat begitu saja. Dijelaskannya, kasus ini akan dibawa ke ranah hukum. “Pihak rumah sakit akan kami adukan baik secara perdata ataupun pidana. manajemen rumah sakit sudah melakukan kesalahan yang menyebabkan  hilangnya nyawa manusia,” pungkasnya.

Mengenai aksi kumpul koin, jelasnya, keluarga akan melakukan pengumpulan koin, namun, tidak hari ini karena keluarga harus musyawarah kembali. “Rencananya hari Selasa lusa kami akan melakukan aksi ini kembali dan meminta agar Dirut RSU dr Pirngadi Medan dicopot dari jabatannya, karena ini sudah kesalahan besar. Beliau selaku dirut tak mampu memimpin rumah sakit,” jelasnya. (jon)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/