Sementara, reaksi penolakan taksi online bukan hanya datang dari Indonesia. Negara-negara tetangga pun sebenarnya juga punya konflik serupa antara pengemudi angkutan konvensional dengan para pengguna aplokasi taksi online. Contoh saja di Thailand, konflik antar dua pihak tersebut akhirnya sampai ke pembahasan pemerintah dan aplikasi yang beroperasi disana, Uber.
Kementerian Perhubungan Thailand bahkan sudah meminta agar Uber menghentikan jasa layanannya di negara gajah putih itu sampai sengketa hukum selesai. Permasalahanya klasik seperti di Indonesia, pemerintah menuntut agar baik perusahaan aplikasi dan pengemudi bisa menuruti standar keselamatan dan pajak untuk.
Protes-protes supir taksi juga sudah terjadi baik di Malaysia, Vietnam, maupun Filipina. Hal tersebut bahkan membuat pemerintah Filipina membuat aturan khusus perusahaan tersebut yang membuat tarif transportasi online lebih mahal. Satu-satunya yang pemerintah yang terlihat mendukung penuh jasa tersebut adalah pemerintah Singapura yang mengakomodasi pengemudi taksi online dengan akreditasi yang diperlukan.
Tak hanya negara di Asia, pengemudi taksi konvensional di Melborune, Australia juga baru saja menggelar konvoi untuk memprotes jasa tersebut. Bahkan, pengemudi taksi di negara asal Uber, Amerika Serikat, juga ikut memprotes dengan menunggangi isu CEO Uber yang sempat didapuk menjadi penasehat ekonomi. (idr/mia/bil/jpg/adz)