31 C
Medan
Sunday, June 30, 2024

Jatuh Cinta dengan Musik Melayu dan Batak

Konsular India, Basir Ahmed Phd/M Phil dan istrinya Mriganka Achal.
Konsular India, Basir Ahmed Phd/M Phil dan istrinya Mriganka Achal.

Pintu gerbang gedung consulate general of India di Medan selalu tampak tertutup. Pagar yang mengelilingi gedung pun tinggi hingga tak akan ada yang pernah tahu aktivitas apa saja yang ada di dalam. Atau mungkin, banyak yang segan untuk sekadar berkunjung ke tempat tersebut.

Namun, perasaan itu berubah. Saat Puput Julianti Damanik dari harian Sumut Pos mencoba menekan bel di pintu gerbang, petugas keamanan membukakan dan mengantarkan langsung ke ruang tamu. Konsular India, Basir Ahmed Phd/M Phil dan istrinya Mriganka Achal begitu ramah menyambut.

Tanpa segan Basir berbagi cerita dengan Sumut Pos. Ia mengaku baru 6 bulan menjadi konsular India untuk wilayah Sumatera, diantaranya Aceh, Padang, Jambi, Lampung, Palembang, Bangka Belitung, Kepulauan Riau, dan Bengkulu. Sebelumnya ia sudah satu tahun di Jakarta sebagai Sekretaris ketiga bidang ekonomi di Kedutaan Besar (kedubes) India.

Selama bekerja menjadi konsular India untuk Sumatera, Ahmed juga mengaku mulai terbiasa mendengar lagu-lagu khas Sumatera Utara, Melayu dan Batak yang sering dibawakan dalam kegiatan formal. Dari situ, ia mulai jatuh cinta dengan musik etnik Sumut.

“Saya suka lagu Melayu dan musik khas Batak. Pola lagunya sama seperti di India. Kita di India lagu-lagu, musik itu communication with God,” ujarnya pria kelahiran Delhi 27 Oktober 1980 ini.

 

Ayah dari seorang balita berusia 2 tahun, Agamya ini merasakan begitu nyaman berada di Medan. Meski jauh dari keluarga, ia tidak merasa kesepian.

“Di Sumatera total jumlah warga India ada sekitar 60 ribu, di Medan sekitar 10 ribu. Saya tak pernah merasa kesepian karena keluarga dan teman-teman saya banyak di sini. Saya suka tinggal di Medan, multikultur, masyarakatnya ramah dan tidak macet seperti di Jakarta,” katanya sembari mengatakan ia sudah mengunjungi Danau Toba, Bukit Tinggi, Berastagi dan beberapa tempat wisata di Sumatera lainnya.

Ahmed menjadi orang pertama atau konsular India pertama di Medan yang beragama Islam. Hal ini pula yang membuat ia lebih merasakan kenyaman di Indonesia, karena mayoritas penduduknya adalah muslim.

“Sejak 60 tahunan konsulat India di Medan, baru saya yang beragama islam. Di India untuk penduduk muslimnya hanya 20 persen dari populasi,” ujarnya sembari mengatakan pihaknya bekerja juga untuk membantu warga India yang memiliki masalah dan kendala di Sumatera.

Tak hanya itu, Indonesia juga memiliki banyak kesamaan dengan negaranya. Baik itu sejarah, makanan, pakaiannya dan bahasa. “Makanan di Sumatera hampir sama di India, misalnya roti cane, kare dan kue-kuenya yang dari tepung, kue-kuenya di sana juga banyak terbuat dari tepung. Kalau sejarah itu tentang cerita Sultan Sriwijaya. Kain sari itu hampir sama  seperti songket. Kalau bahasa juga ada beberapa kata yang sama, maknanya juga sama, seperti kata guru, istri, putri, asrama, dan banyak lagi,” ujar pria yang memiliki hobi melukis dan main golf ini.

Di sela-sela pembicaraan, istri Ahmed, Mriganka Achal yang mengenakan sari berwarna merah menawarkan teh Taj Mahal dan makanan khas India. “Silakan diminum, kalau di sini teh Taj Mahal seperti teh tarik. Tapi di Medan juga sudah ada yang menjualnya, tidak susah mencari bahan-bahan untuk makanan dan minuman khas India di sini,” katanya.

Mriganka juga sempat memberitahu bila sari yang ia kenakan panjangnya mencapai 5 meter. “Untuk membuat ini saya mengunakan 5 meter kain sari dan 1 meter untuk baju atasnya. So, all six meter dan very difficult to used it,” katanya sembari menunjukkan sari yang ia kenakan.

Ahmed menambahkan, untuk mencari kain sari di Medan juga tidak susah. Karena sudah banyak yang menjualnya di Medan. Dikatakan, India dan Indonesia memiliki jalinan yang cukup baik, khususnya bidang perdagangan ekspor dan impor. “Kapal kita dari India kalau mau mengangkut atau mengantarkan barang itu dari Belawan,” katanya.

India mengimpor sebanyak 1.000 ton minyak sawit, karet, coklat, tembakau, betel nut (kacang), paper and paper pulp dan gambier. India juga mengekspor produk-produk minyak, mesin berat, turbin, barang-barang rekayasa industri, tekstil, dan komponen kendaraab bermotor.

Dalam waktu dekat, pihaknya akan mengenalkan budaya India kepada masyarakat Sumut, khususnya kota Medan. Dia berencana akan membuka pusat belajar budaya India di Medan sebelum bulan Desember dan terbuka untuk umum. “Saya akan buka pusat belajar kesenian nanti sebelum Desember,” kata Ahmed yang mengaku tengah menjalani kursus bahasa Indonesia selama enam bulan di Universitas Indonesia (UI).

Dikatakan, pemerintah India akan mengadakan perhelatan berkolaborasi dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) pada 17 Mei 2014. “Pada 17 Mei, kami mengajak seluruh jurnalis melihat perhelatan seminar ‘medical tourism’ di India pada Mei mendatang. Saat itu salah satu rumah sakit  terbesar di India yakni Apollo, akan menggelar telekonferensi dalam acara seminar tersebut,” pungkasnya. (*)

Konsular India, Basir Ahmed Phd/M Phil dan istrinya Mriganka Achal.
Konsular India, Basir Ahmed Phd/M Phil dan istrinya Mriganka Achal.

Pintu gerbang gedung consulate general of India di Medan selalu tampak tertutup. Pagar yang mengelilingi gedung pun tinggi hingga tak akan ada yang pernah tahu aktivitas apa saja yang ada di dalam. Atau mungkin, banyak yang segan untuk sekadar berkunjung ke tempat tersebut.

Namun, perasaan itu berubah. Saat Puput Julianti Damanik dari harian Sumut Pos mencoba menekan bel di pintu gerbang, petugas keamanan membukakan dan mengantarkan langsung ke ruang tamu. Konsular India, Basir Ahmed Phd/M Phil dan istrinya Mriganka Achal begitu ramah menyambut.

Tanpa segan Basir berbagi cerita dengan Sumut Pos. Ia mengaku baru 6 bulan menjadi konsular India untuk wilayah Sumatera, diantaranya Aceh, Padang, Jambi, Lampung, Palembang, Bangka Belitung, Kepulauan Riau, dan Bengkulu. Sebelumnya ia sudah satu tahun di Jakarta sebagai Sekretaris ketiga bidang ekonomi di Kedutaan Besar (kedubes) India.

Selama bekerja menjadi konsular India untuk Sumatera, Ahmed juga mengaku mulai terbiasa mendengar lagu-lagu khas Sumatera Utara, Melayu dan Batak yang sering dibawakan dalam kegiatan formal. Dari situ, ia mulai jatuh cinta dengan musik etnik Sumut.

“Saya suka lagu Melayu dan musik khas Batak. Pola lagunya sama seperti di India. Kita di India lagu-lagu, musik itu communication with God,” ujarnya pria kelahiran Delhi 27 Oktober 1980 ini.

 

Ayah dari seorang balita berusia 2 tahun, Agamya ini merasakan begitu nyaman berada di Medan. Meski jauh dari keluarga, ia tidak merasa kesepian.

“Di Sumatera total jumlah warga India ada sekitar 60 ribu, di Medan sekitar 10 ribu. Saya tak pernah merasa kesepian karena keluarga dan teman-teman saya banyak di sini. Saya suka tinggal di Medan, multikultur, masyarakatnya ramah dan tidak macet seperti di Jakarta,” katanya sembari mengatakan ia sudah mengunjungi Danau Toba, Bukit Tinggi, Berastagi dan beberapa tempat wisata di Sumatera lainnya.

Ahmed menjadi orang pertama atau konsular India pertama di Medan yang beragama Islam. Hal ini pula yang membuat ia lebih merasakan kenyaman di Indonesia, karena mayoritas penduduknya adalah muslim.

“Sejak 60 tahunan konsulat India di Medan, baru saya yang beragama islam. Di India untuk penduduk muslimnya hanya 20 persen dari populasi,” ujarnya sembari mengatakan pihaknya bekerja juga untuk membantu warga India yang memiliki masalah dan kendala di Sumatera.

Tak hanya itu, Indonesia juga memiliki banyak kesamaan dengan negaranya. Baik itu sejarah, makanan, pakaiannya dan bahasa. “Makanan di Sumatera hampir sama di India, misalnya roti cane, kare dan kue-kuenya yang dari tepung, kue-kuenya di sana juga banyak terbuat dari tepung. Kalau sejarah itu tentang cerita Sultan Sriwijaya. Kain sari itu hampir sama  seperti songket. Kalau bahasa juga ada beberapa kata yang sama, maknanya juga sama, seperti kata guru, istri, putri, asrama, dan banyak lagi,” ujar pria yang memiliki hobi melukis dan main golf ini.

Di sela-sela pembicaraan, istri Ahmed, Mriganka Achal yang mengenakan sari berwarna merah menawarkan teh Taj Mahal dan makanan khas India. “Silakan diminum, kalau di sini teh Taj Mahal seperti teh tarik. Tapi di Medan juga sudah ada yang menjualnya, tidak susah mencari bahan-bahan untuk makanan dan minuman khas India di sini,” katanya.

Mriganka juga sempat memberitahu bila sari yang ia kenakan panjangnya mencapai 5 meter. “Untuk membuat ini saya mengunakan 5 meter kain sari dan 1 meter untuk baju atasnya. So, all six meter dan very difficult to used it,” katanya sembari menunjukkan sari yang ia kenakan.

Ahmed menambahkan, untuk mencari kain sari di Medan juga tidak susah. Karena sudah banyak yang menjualnya di Medan. Dikatakan, India dan Indonesia memiliki jalinan yang cukup baik, khususnya bidang perdagangan ekspor dan impor. “Kapal kita dari India kalau mau mengangkut atau mengantarkan barang itu dari Belawan,” katanya.

India mengimpor sebanyak 1.000 ton minyak sawit, karet, coklat, tembakau, betel nut (kacang), paper and paper pulp dan gambier. India juga mengekspor produk-produk minyak, mesin berat, turbin, barang-barang rekayasa industri, tekstil, dan komponen kendaraab bermotor.

Dalam waktu dekat, pihaknya akan mengenalkan budaya India kepada masyarakat Sumut, khususnya kota Medan. Dia berencana akan membuka pusat belajar budaya India di Medan sebelum bulan Desember dan terbuka untuk umum. “Saya akan buka pusat belajar kesenian nanti sebelum Desember,” kata Ahmed yang mengaku tengah menjalani kursus bahasa Indonesia selama enam bulan di Universitas Indonesia (UI).

Dikatakan, pemerintah India akan mengadakan perhelatan berkolaborasi dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) pada 17 Mei 2014. “Pada 17 Mei, kami mengajak seluruh jurnalis melihat perhelatan seminar ‘medical tourism’ di India pada Mei mendatang. Saat itu salah satu rumah sakit  terbesar di India yakni Apollo, akan menggelar telekonferensi dalam acara seminar tersebut,” pungkasnya. (*)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/