Sungguh film yang menarik. Penonton mendapat kutipan statement cerdas dari kedua belah pihak yang ’bertikai’, dan bebas membela pihak yang mana pun. Meski, tentu saja sedari awal penonton sudah digiring untuk lebih pro Turkey Creek.
Dari film tersebut terungkap ’kesamaan’ karakter pejabat di negeri itu dengan di negeri kita. Yaitu: lebih berpihak pada pemodal besar dibanding wong cilik. Modusnya pun mirip, pura-pura tidak tau bahwa masyarakat kecil kerap dirugikan dari pembangunan yang kerap tidak mengedepankan aspek lingkungan.
Bahkan beberapa sindiran halus berhasil direkam Leah. Misalnya, ia mengutip iklan pariwisata yang terus kampanye menarik turis berkunjung ke pantai-pantai Missisipi, di tengah perjuangan masyarakat mempertahankan lingkungan mereka tetap hijau.
Ia juga menyindir media lewat seorang warga yang berkata: ”Media tidak tertarik dengan pesawat yang berhasil mendarat dengan selamat. Mereka lebih tertarik pada pesawat yang mengalami kecelakaan.”
Film terus bergulir dengan perjuangan Derrick dan para tetangganya melawan kepentingan politisi dan korporat, serta menghadapi cobaan berupa badai Katrina dan bencana tumpahnya minyak BP di Pantai Missisipi. Endingnya menyiratkan: perjuangan masih terus berlanjut.
Film dokumenter yang memperoleh penghargaan Outstanding Directorial Achievement (Pencapaian Penyutradaraan Luar Biasa) ini ditayangkan di Medan oleh Konsulat AS dalam kegiatan American Film Showcase (AFS). Film ini telah diputar tadi pagi di Auditorium Unimed. Juga akan diputar nanti malam di Pendopo Lapangan Medeka dimulai pukul 20.00, dipadu diskusi. Gratis dan terbuka untuk umum.
Kemudian Kamis (23/4) besok malam akan ditayangkan di Auditorium Kantor Wali Kota Banda Aceh. Dan Jumat (24/4), diputar di UIN Ar-Raniry, Kopelma Darussalam Banda Aceh.
Konsul AS, Y Robert Ewing mengatakan, sangat senang dapat membawa AFS ke Medan dan Banda Aceh. ”Film Come Hell or High Water: The Battle for Turkey Creek menginspirasi gerakan lingkungan hidup demi kebaikan komunitas di seluruh dunia. Leah membawakan inspirasi tersebut bagi kita,” katanya. (mea)
Sungguh film yang menarik. Penonton mendapat kutipan statement cerdas dari kedua belah pihak yang ’bertikai’, dan bebas membela pihak yang mana pun. Meski, tentu saja sedari awal penonton sudah digiring untuk lebih pro Turkey Creek.
Dari film tersebut terungkap ’kesamaan’ karakter pejabat di negeri itu dengan di negeri kita. Yaitu: lebih berpihak pada pemodal besar dibanding wong cilik. Modusnya pun mirip, pura-pura tidak tau bahwa masyarakat kecil kerap dirugikan dari pembangunan yang kerap tidak mengedepankan aspek lingkungan.
Bahkan beberapa sindiran halus berhasil direkam Leah. Misalnya, ia mengutip iklan pariwisata yang terus kampanye menarik turis berkunjung ke pantai-pantai Missisipi, di tengah perjuangan masyarakat mempertahankan lingkungan mereka tetap hijau.
Ia juga menyindir media lewat seorang warga yang berkata: ”Media tidak tertarik dengan pesawat yang berhasil mendarat dengan selamat. Mereka lebih tertarik pada pesawat yang mengalami kecelakaan.”
Film terus bergulir dengan perjuangan Derrick dan para tetangganya melawan kepentingan politisi dan korporat, serta menghadapi cobaan berupa badai Katrina dan bencana tumpahnya minyak BP di Pantai Missisipi. Endingnya menyiratkan: perjuangan masih terus berlanjut.
Film dokumenter yang memperoleh penghargaan Outstanding Directorial Achievement (Pencapaian Penyutradaraan Luar Biasa) ini ditayangkan di Medan oleh Konsulat AS dalam kegiatan American Film Showcase (AFS). Film ini telah diputar tadi pagi di Auditorium Unimed. Juga akan diputar nanti malam di Pendopo Lapangan Medeka dimulai pukul 20.00, dipadu diskusi. Gratis dan terbuka untuk umum.
Kemudian Kamis (23/4) besok malam akan ditayangkan di Auditorium Kantor Wali Kota Banda Aceh. Dan Jumat (24/4), diputar di UIN Ar-Raniry, Kopelma Darussalam Banda Aceh.
Konsul AS, Y Robert Ewing mengatakan, sangat senang dapat membawa AFS ke Medan dan Banda Aceh. ”Film Come Hell or High Water: The Battle for Turkey Creek menginspirasi gerakan lingkungan hidup demi kebaikan komunitas di seluruh dunia. Leah membawakan inspirasi tersebut bagi kita,” katanya. (mea)