MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumut, menunggu arahan dari Pemerintah Pusat terkait dengan Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan tujuh kepala daerah terkait akhir masa jabatan kepala daerah Periode 2018-2023, yang berakhir pada tahun 2024.
Kepala Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah Sekretariat Daerah Provinsi Sumatera Utara, Juliadi Harahap mengatakan belum menentukan sikap, sebelum ada petunjuk dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) RI.
“Kita menunggu (Pemerintah Pusat), apakah ada turunan atau tidak?. Apakah bisa langsung diimplementasikan, karena keputusan MK tidak bisa langsung mengikat,” kata Juliadi saat dikonfirmasi Sumut Pos, Jumat (22/12).
Berdasarkan informasi diperoleh, bahwa Plt Bupati Palas, Ahmad Zarnawi Pasaribu, berakhir pada 11 Februari 2024. Plt Bupati Langkat, Syah Afandi, berakhir pada 20 Februari 2024.
Sedangkan, Bupati Deli Serdang, H.M Ali Yusuf Siregar, Bupati Tapanuli Utara (Taput), Nikson Nababan dan Bupati Dairi, Eddy Keleng Ate Berutu. Mereka masa jabatannya, berakhir 23 April 2024. Kemudian, Bupati Batubara, Zahir, dalam waktu dekat ini, pada 27 Desember 2023.
Keenam Kepala Daerah tersebut, merupakan Bupati terpilih hasil Pilkada 2018, lalu. Namun, ada dilantik pada 2018 dan ada juga dilantik tahun 2019.
Lanjut, Juliadi mengatakan bahwa pihaknya sudah mengajukan masing-masing 3 nama calon Pj Bupati keenam daerah tersebut ke Kemendagri RI. Semua itu, menunggu arahan dari Pemerintah Pusat atau Kemendagri RI.
“Mumpung masih ada waktu, sampai akhir tahun. Apakah ini, bagaimana arahan dari Pusat,” jelas Juliadi.
Juliadi menggarisbawahi hanya Bupati Batubara berakhir masa jabatannya tahun ini. Jadi, putusan MK tersebut, tidak mempengaruhi terkait pengajuan 3 nama calon Pj Bupati Batubara.
Juliadi mendapatkan kabar bahwa Menteri Dalam Negeri (Mendagri) RI, Tito Karnavian sudah menunjuk Pj Bupati Batubara. Namun, surat keputusan itu belum diterima oleh Pemprov Sumut. Tapi, jadwal pelantikan Pj Bupati Batubara pada pekan depan.
“Batubara diluar ketentuan (keputusan MK) itu, tidak mempengaruhi. Kami belum menerima surat, tapi sudah ada (Pj Bupati Batubara).Iya (Minggu depan), sudah kita siapkan jadwal pelantikan, kalau sudah kita terima,” tandas Juliadi.
Gugatan masa jabatan itu, dilayangkan ke MK oleh Gubernur Maluku Murad Ismail, Wakil Gubernur Jawa Timur Emil E. Dardak, Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto, Wakil Wali Kota Bogor Didie A. Rachim, Wali Kota Gorontalo Marten A. Taha, Wali Kota Padang Hendri Septa, dan Wali Kota Tarakan Khairul.
Mereka mengajukan uji materiil Pasal 201 ayat (5) UU Pilkada Nomor 10 tahun 2016 yang mengatur tentang kepala daerah hasil pemilihan 2018 menjabat sampai 2023. Alasannya, meski dipilih lewat Pilkada 2018, para pemohon baru dilantik pada 2019.
Jika masa jabatan mereka mesti berakhir di 2023, maka periode kepemimpinan mereka tak utuh selama lima tahun.
Dalam putusan tersebut, menyatakan Pasal 201 ayat (5) UU 10 tahun 2016 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat.
Terpisah, Pengamat Politik Universitas Islam Sumatera Utara (UISU), Rafriandi Nasution mengucapkan apresiasi putusan MK tersebut, karena memberikan hak kepada kepala daerah menyelesaikan masa tugasnya sesuai dengan periodesasinya.
“Kita mengapresiasi MK mengabulkan 7 permintaan kepala-kepala daerah, baik itu dari bupati, wali kota, maupun gubernur itu mengajukan ke MK terhadap Undang-Undang Pilkada nomor 201 ayat 5,” kata Rafriandi saat dimintai tanggapannya oleh Sumut Pos, kemarin siang.
Dalam putusan itu, Rafriandi mengungkapkan bahwa kepala daerah hasil Pilkada 2018. Tapi, dilantik pada 2019. Sehingga tidak ada lagi, pemotongan masa jabatannya hingga berakhir periodesasinya hingga tahun 2024.
“Saya kira, kita apresiasi. Cuman, apakah pihak Pemerintah itu akan menyetujui. Karena skenarionya kan tidak masuk dalam skenario Pemerintah. Dan ini, akan menjadi debat di publik. karena skenario ini di luar pemikiran pemerintah Cq Kemendagri,” jelas Rafriandi.
Rafriandi menjelaskan bahwa dari awal Kemendagri sudah menyusun semua Pj Gubernur hingga Pj Bupati dan Wali Kota itu, untuk dilantik sesuai dengan masa tugasnya.
“Dengan begitu, skenarionya kan akan berubah. Pemerintah mungkin berpikiran, dengan itu keputusan MK, bisa saja dia menindaklanjuti keputusan MK itu bisa dilaksanakan,” kata Rafriandi.
“Tapi, bisa saja sebaliknya. Karena keputusan MK itu di luar dari keputusan yang sudah dibuat pemerintah. Untuk di Sumut ini aja ada 6, kecuali Batubara memang udah berakhir. Kalau yang 5 lagi kan berakhir Februari dan April 2024,” jelas Rafriandi.
Rafriandi dalam analisis politiknya, bagaimana Pemerintah Pusat menyikapinya. Jadi ada dua dinamika, satu dinamika secara rekonstruksi undang-undang peraturan Pemerintah dan kedua, berdasarkan rekonstruksi politik
“Karena kalau ini, cepat bisa dilaksanakan di luar dari kewenangan Kemendagri, itu memang mereka bisa terus sampai Pilkada. Dinamika hitungan-hitungan kalkulasi Pilpres ini kan jadi bisa berubah,” jelas Rafriandi.
Dari seluruh kepala daerah menggugat ke MK itu. Rafriandi mengatakan bisa cek kepala daerah dari asal kader politik mana saja. Dengan berlanjut masa jabatan hingga akhir periode tahun 2024. Dinilai akan menguntungkan pasangan Capres-cawapres nomor urut 2 dan 3.
“Apakah ini, menjadi keuntungan politik untuk 02, atau 03. Antar dua itu nya ini. Gak ada ke 01. Cuman kan, yang ditafsirkan ke publik itu tidak tafsir politiknya. Berarti kalau ini, mayoritas 02, berarti pemerintah bakal menyetujui. Kalau dia mayoritas dari PDIP, berarti 03, tapi itu ditolak,” kata Rafriandi.
Begitu juga, Rafriandi mengatakan bahwa Pj Bupati ditunjuk harus memiliki target mengarah ke salah satu paslon di Pilpres 2024. Kalau tidak tercapai targetnya, akan dicopot dan digantikan yang lain.
“Jadi kan, Pemerintah mungkin sudah hitung-hitung. Dia coba G to G itu tidak piawai untuk menterjemahkan apa yang sudah digariskan. Sebab banyak yang sudah dicopot. Pj Gubernur Sumut ini pun, kalau tidak pasti laporannya ke pusat, dicopot itu,” jelas Rafriandi. (gus/ram)