Dijelaskannya, orderan fiktif ini hampir dialami seluruh draiver ojek online se-Indonesia. Menurutnya, orderan fiktif itu merupakan bentuk penipuan yang harus diusut aparat Kepolisian. “Kami mengalami kerugian besar secara materil akibat penipuan ini. Penipuan yang kami alami dengan modus Gosend (antar barang) dan Gofood (antar makanan). Bayangkan, kalau makanannya sudah dibeli sementara orang yang memesan tidak bisa dihubungi,” jelasnya.
Dia menerangkan, tak hanya kerugian uang, akibat orderan fiktif yang terjadi, para mitra ojek online yang terkena orderan fiktif juga tidak bisa mendapatkan insentif berupa uang sesuai ketentuan yang dibuat perusahaan transportasi online tersebut.
“Kalau kita kena orderan fiktif, mau tidak mau kita cancel. Kalau dicancel, presentase performa menurun. Itulah yang membuat insentif tadi tidak cair,” katanya.
Sementara, beberapa perwakilan dari pengemudi ojek online ini masuk ke ruang SPKT Polrestabes Medan untuk membuat pengaduan secara resmi. Usai membuat laporan resmi, terkait orderan fiktif tersebut, puluhan pengemudi ojek online lalu membubarkan diri.
Sementara, menanggapi pengaduan atas order fiktif tersebut, Kasat Reskrim Polrestabes Medan, AKBP Putu Yudha mengaku kalau masalah ini agak sulit untuk diusut. “Kalau orderan fiktif itu dinyatakan penipuan, iya. Misalnya, salah seorang masyarakat dengan menggunakan akunnya memesan makanan via aplikasi ojek online, terus mitranya membeli barang pesanan tapi kemudian dibatalkan. Nah, mitra yang merasa merugi tadi harus bisa menunjukkan siapa yang memesan tadi,” jelas Yudha.
Dia juga mempertanyakan, masyarakat yang mana yang mau dilaporkan atas kasus order fiktif yang dialami para driver ojek online dalam dua bulan terakhir ini. “Jadi harus jelas, siapa yang melakukan penipuan itu,” ungkapnya.