30 C
Medan
Friday, June 21, 2024

Dana untuk Anak Yatim Dipakai Bangun Ruko

Setahun, Satu Yayasan Terima 8 Kali

MEDAN-Satu demi satu dugaan penyelewengan dana APBD Sumut yang dialokasikan sebagai bantuan sosial untuk anak yatim, pembangunan masjid, sekolah dan dana hibah pendidikan melalui Biro Bantuan Sosial (Bansos) dan Biro Keuangan Pemprovsu diungkap ke publik.

Setelah pihak rektorat Universitas Sumatera Utara (USU) membeber indikasi penyelewengan bantuan untuk universitas itu senilai Rp9,7 miliar dari APBD 2010, Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Sumut kembali mempertanyakan kewajarannya penyaluran dana bansos tahun anggaran 2009 sebesar Rp140 miliar lebih.
Diantara kasus yang menonjol adalah penyaluran bantuan senilai Rp1,3 miliar kepada Yayasan Pendidikan Islam Nur Hadi milik pasangan suami istri AS dan H. Dana tidak dipergunakan sebagaimana mestinya sebagaimana yang tertera di proposal. Bahkan dana yang seharusnya digunakan membangun Madrasah Pembinaan Anak Yatim Piatu dan Fakir Miskin Nur Ad malah dibangun ruko tiga lantai untuk unit usaha yayasan.

Kecurigaan itu dibeber Sekretaris Eksekutif FITRA Sumut, Elfenda Ananda, berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun anggaran 2009. Dari laporan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI tahun 2010 diketahui, pada 2009 Pemprovsu menganggarkan bansos sebesar Rp225.285.676.407.

Dari dana ini realisasinya sebesar Rp215.176.817.267, di antaranya anggaran sebesar Rp209.901.676.407,00 dikelola Biro Bina Kemasyarakatan dan Sosial dengan realisasi sebesar Rp177.392.572.500.00 atau 95,65 persen.
Untuk mendapatkan dana bantuan tersebut, Pemprovsu menetapkan Peraturan Gubernur (Pergub) No. 29 Tahun 2008 tentang Tata Cara Pemberian Bantuan dan Pertanggungjawaban Belanja Hibah, Bantuan Sosial, Bantuan Keuangan dan Belanja Tidak Terduga.

Elfenda Ananda mengamini adanya penyalahgunaan dana untuk anak yatim dan pembangunan masjid yang digunakan untuk kepentingan lain di luar peruntukannya. “Satu hal yang paling aneh, dana anak panti asuhan seharusnya untuk kepentingan anak yatim ternyata setelah dicek ada pembangunan rumah toko,” ucapnya, Selasa (22/3).

Dari hasil pemeriksaan secara uji petik atas realisasi pelaksanaan dan pertanggungjawaban bantuan sosial, Biro Bina Kemasyarakatan dan Sosial selaku unit kerja yang mengelola bantuan sosial belum melakukan pengawasan dan pengendalian secara memadai. Hal ini terlihat dari realisasi bantuan sosial sebesar Rp140.142.500.000,00 sampai dengan tanggal 5 Maret 2010 (tiga bulan setelah tahun anggaran berakhir), berdasarkan data dari Biro Bina Kemasyarakatan dan Sosial belum dipertanggungjawabkan paket bantuan sebesar Rp17.805.676.407,00.

Dari jumlah anggaran tersebut, didapati delapan bantuan sosial dengan besaran Rp1.7 miliar kepada yayasan, sekolah, panti asuhan, masjid dan musala dengan alamat dan pengurus yang sama. Bantuan sosial sebesar itu pengurusnya adalah orang yang sama yaitu AS dan isterinya H.

Di dalam LHP itu disebutkan, penerima dana yayasan pendidikan Islam Nur Hadi Rp 250.000.000 digunakan untuk pembangunan fisik gedung (pengembangan PAUD dan SMA) kepada yayasan yang namanya berbeda yakni yayasan pendidikan Islam Nur Hadi Rp 200.000.000 untuk pembangunan fisik gedung (pengembangan PAUD dan SMA), yayasan pendidikan Nur Adia Rp150.000.000 untuk pembangunan gedung sekolah.

Selanjutnya, untuk Sekolah Dasar Swasta Nur Adia Rp 250.000.000 digunakan sebagai renovasi gedung, komputer dan kebutuhan kantor, panitia pembangunan Mesjid Nur Hadi Rp200.000.000, pembangunan Musala ”HAFAZANIYAH” Rp200.000.000, selanjutnya Madrasah Pembinaan Anak Yatim Piatu dan Fakir Miskin ”Nur Ad” sebesar Rp250.000.000.  Selanjutnya, panti Asuhan Hamdani Rp200.000.000, pembangunan gedung panti asuhan Hamdani sebesar Rp1.700.000.000

Hasil pemeriksaan ke alamat yayasan, sekolah, panti asuhan, masjid dan musala pada 8 Maret 2010, tim BPK RI menemukan penggunaan dana bansos tersebut tidak sesuai dengan peruntukan yang tertera pada proposal. Enam penerima bansos atas nama YPI Nur Hadi, Yayasan Pendidikan Nur Adia, SD Swasta Nur Adia, Madrasah Pembinaan Anak Yatim Piatu dan Fakir Miskin ”Nur Adia” dan Panti Asuhan Hamdani dengan total nilai Rp1.300.000.000 tidak dapat diyakini kebenaran penggunaannya karena yang terlihat adalah pembelian (ruislag) tanah dan pembangunan ruko yang sedang berjalan dan rencananya akan dibangun 3 (tiga) lantai dan digunakan sebagai unit usaha yayasan.
Anehnya, sampai saat tim melakukan pemeriksaan fisik ke alamat yayasan, seluruh uang bansos masih ada dalam rekening yayasan. Menurut keterangan lisan AS, pembangunan ruko yang sedang dikerjakan menggunakan uang pinjaman pihak lain. Bansos atas nama Musala ”HAFAZANIYAH” dan Panitia Pembangunan Mesjid Nur Hadi, masing-masing sebesar Rp200.000.000 dicairkan Pemprovsu walaupun tidak lengkap persyaratan pengajuannya yaitu tidak ada surat keterangan/pernyataan dari Lurah/Kepala Desa bahwa mushalla dan masjid tersebut benar ada dan telah berdiri.

Pengakuan lisan AS, bansos tersebut baru akan digunakan setelah tukang selesai membangun ruko untuk renovasi musala menjadi dua lantai dan akan dijadikan Masjid Nur Hadi untuk sarana ibadah dan belajar para santri. Dengan demikian untuk pembangunan masjid ini terdapat dua kali pencairan bansos. Ruko, musala serta masjid yang akan didirikan, semuanya dibangun di atas tanah yang sertifikatnya atas nama pribadi (AS dan H) bukan atas nama yayasan.

Tak hanya itu, bantuan untuk Yayasan Khairani dan Yayasan Al-Hikmah, nilai bansos Rp500.000.000. Kedua yayasan tersebut merupakan yayasan dengan pengurus dan alamat yang sama yaitu suami isteri P dan I dengan alamat Jalan Kenduri Dusun VIII, Desa Muliorejo, Sunggal, Deli Serdang.

Kedua yayasan tersebut masing-masing memperoleh bantuan sosial sebesar Rp350.000.000 (Rp200.000.000 + Rp150.000.000) dan Rp150.000.000. Hasil pemeriksaan tim BPK RI di lapangan diketahui bahwa Yayasan Khairani sedang dalam tahap pembangunan gedung sekolah (TPQ Khairani), namun untuk Yayasan Al-Hikmah tidak ditemukan pembangunan fisik seperti yang disebutkan pada proposal kecuali pengecatan dinding TK Al-Hikmah yang berdasarkan proposal diketahui nilai pekerjaan pengecatan tersebut hanya sebesar Rp10.000.000,00. Dari fotokopi buku rekening bank yang diserahkan oleh I selaku bendahara yayasan diketahui bahwa uang bansos tersebut sudah dicairkan semuanya, sehingga sisanya sebesar Rp140.000.000,00 (Rp150.000.000,00 – Rp10.000.000,00) berindikasi disalahgunakan.

Di yayasan lainnya, terdapat penyalahgunaan. Buktinya, Yayasan Nurul Ilmi atau MTS Nurul Ilmi, nilai bansos Rp325.000.000,00. Sistem penerimaan dari data Biro Kemasyarakat dan Sosial Yayasan Nurul Ilmi pada TA 2009 menerima bantuan dua kali untuk dua proposal yang berbeda. Bantuan pertama sebesar Rp175.000.000 diterima langsung pengurus yayasan dengan tujuan untuk pembelian 10 unit komputer, rehab ruang komputer serta perbaikan bangku dan meja.

Selanjutnya, bantuan yang kedua diterima oleh kepala sekolah sebesar Rp150.000.000,00 dengan tujuan untuk pembangunan sekolah. Selanjutnya diketahui dari sdr. MH, Kepala Sekolah MTs Nurul Ilmi bahwa Yayasan Nurul Ilmi ini hanya mengelola satu badan usaha yaitu MTS Nurul Ilmi dan bansos yang diterima oleh sekolah tersebut hanyalah satu kali yaitu sebesar Rp150.000.000,00, yang telah digunakan untuk membeli 15 unit komputer, 20 set bangku dan meja, plester dinding dan mengganti lantai 4 ruangan menjadi lantai keramik. Pertanggungjawaban dijanjikan akan diserahkan akhir Maret 2010.

Dia menambahkan, berdasarkan pembagian dana yayasan tersebut, seperti ada yang mengkoordinir, sehingga sangat rentan disalah gunakan. Apalagi, Pemprovsu sendiri sudah membuat tanpa ada pembatasan anggaran untuk penyaluran dana bantuannya.

Wakil Gubernur Sumatera Utara, Gatot Pudjo Nugroho beberapa waktu lalu menyampaikan, bahwa pihaknya akan menata lebih baik lagi penggunaan dana bansos tersebut. “Akan dibuat lebih baik nantinya,” ucapnya.

Gatot: Saya Tahu

Sementara itu, indikasi penyelewengan bantuan dari APBD Sumut 2010 senilai Rp9,7 miliar di Biro Bantuan Sosial (Bansos) dan Biro Keuangan Pemprovsu ternyata diketahui Gatot Pujo Nugroho. “Saya tau, dan saya marah. Padahal sudah ada penandatanganan MoU (Memorandum of Understanding) antara USU dengan Pemprovsu, tapi berlarut-larut dan kemudian menjelang akhir tahun baru dicairkan. Ya wajar kalau USU mengaku tidak mampu mengalokasikan dana dari sekian banyak itu, untuk hal-hal yang telah direncanakan,” katanya.
Penegasan itu diucapkan Gatot seusai menghadiri acara pembukaan Pekan Olah Raga dan Seni Tingkat Madrasah ke IX di Stadion Olah Raga Unimed, Selasa (22/3).

Sayangnya, Menanggapi menguapnya dana yang diduga diselewengkan pihak Biro Bansos dan Biro Keuangan Provsu ini, Ketua Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran Sumut (Fitra) Elfenda Ananda mengaku tidak heran. Pasalnya, potongan seperti itu sudah menjadi rahasia umum.

Elfenda malah melihat USU dan Pemprovsu mempraktikkan pengingkaran upaya memajukan pendidikan nasional. ”Ini pengingkaran dan mencemarkan duni pendidikan. Dan ini harus dibawah ke ranah hukum,” tegasnya.
Diterangkana, dalam pemeriksaan persoalan, kedua pihak harus dikonfrontir guna mencari data dan bukti yang lengkap. ”Kedua belah pihak harus ditanyai apa memang benar ada potongan atau tidak. Kalau benar, harus dipertanyakan sisa yang tidak diberikan ke USU itu alirannya kemana. Karena secara teknis, proses pencairan itu melibatkan dua biro itu yang kemudian diketahui Sekretaris Daerah (Sekda) Provsu yang melaporkan ini kepada Gubsu. Dan ini harus dijadikan skala prioritas,” jelasnya.

Elfenda berharap masalah ini langsung ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Elfenda juga mempertanyakan, sisa dana yang tidak jadi dicairkan sebesar Rp9,7 miliar tersebut, apakah termasuk Rp217 miliar dana yang diduga diselewengkan Biro Binsos dan Biro Keuangan Provsu yang telah diperiksa KPK beberapa waktu lalu. Dalam pemeriksaan di gedung BPK ini melibatkan Kepala Biro Bansos Hasbullah Lubis dan Kepala Biro Keuangan Provsu Muhammad Syafii. ”Waktu itu kalau tidak salah, dua kepala biro itu sudah diperiksa KPK di Gedung BPK Sumut, yang materinya sekitar adanya dugaan penyimpangan atau penyelewengan sebesar Rp217 miliar. Kalau tidak, berarti jumlah uang yang dikorupsi semakin bertambah,” tegas Elfenda.

Diketahui, jumlah anggaran untuk USU sebesar Rp18.5 miliar dengan tiga item yaitu dana pembangunan fisik, pengadaan sarana penunjang dan beasiswa yang di dalamnya termasuk pula biaya belajar dosen USU.
Namun, akhirnya pihak USU hanya mendapatkan dana dari APBD Provsu senilai Rp8.8 miliar untuk satu item saja yakni, dana beasiswa. Itu pun, melalui perjuangan yang melelahkan.

Sementara, pencairannya sendiri di masa-masa akhir tahun anggaran Desember 2010 lalu. Dan dana yang diterima hanyalah sebesar Rp8.8 miliar, dan untuk satu item saja yakni, dana beasiswa.

Pencairannya itu sendiri dilakukan di Mess Pemprovsu Jalan Tengku Daud Medan, dimana saat itu pihak Pemprovsu yang hadir antara lain, Kepala Biro Binsos Hasbullah Lubis, Kepala Biro Keuangan Muhammad Syafii serta Pelaksana Tugas Sekretaris Daerah (Plt Sekda) Provsu kala itu Hasiholan Silaen di Mess Pemprovsu Jalan T Daud pada siang hari.

Pengakuan itu dilontarkan oleh Pembantu Rektor II USU Armansyah Ginting yang juga diketahui Rektor USU Syahril Pasaribu dan beberapa orang lainnya, ketika berlangsung Rapat Kerja (Raker) antara Komisi E DPRD Sumut dengan Pihak USU, Senin (21/3) lalu. (ril/ari)

Setahun, Satu Yayasan Terima 8 Kali

MEDAN-Satu demi satu dugaan penyelewengan dana APBD Sumut yang dialokasikan sebagai bantuan sosial untuk anak yatim, pembangunan masjid, sekolah dan dana hibah pendidikan melalui Biro Bantuan Sosial (Bansos) dan Biro Keuangan Pemprovsu diungkap ke publik.

Setelah pihak rektorat Universitas Sumatera Utara (USU) membeber indikasi penyelewengan bantuan untuk universitas itu senilai Rp9,7 miliar dari APBD 2010, Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Sumut kembali mempertanyakan kewajarannya penyaluran dana bansos tahun anggaran 2009 sebesar Rp140 miliar lebih.
Diantara kasus yang menonjol adalah penyaluran bantuan senilai Rp1,3 miliar kepada Yayasan Pendidikan Islam Nur Hadi milik pasangan suami istri AS dan H. Dana tidak dipergunakan sebagaimana mestinya sebagaimana yang tertera di proposal. Bahkan dana yang seharusnya digunakan membangun Madrasah Pembinaan Anak Yatim Piatu dan Fakir Miskin Nur Ad malah dibangun ruko tiga lantai untuk unit usaha yayasan.

Kecurigaan itu dibeber Sekretaris Eksekutif FITRA Sumut, Elfenda Ananda, berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun anggaran 2009. Dari laporan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI tahun 2010 diketahui, pada 2009 Pemprovsu menganggarkan bansos sebesar Rp225.285.676.407.

Dari dana ini realisasinya sebesar Rp215.176.817.267, di antaranya anggaran sebesar Rp209.901.676.407,00 dikelola Biro Bina Kemasyarakatan dan Sosial dengan realisasi sebesar Rp177.392.572.500.00 atau 95,65 persen.
Untuk mendapatkan dana bantuan tersebut, Pemprovsu menetapkan Peraturan Gubernur (Pergub) No. 29 Tahun 2008 tentang Tata Cara Pemberian Bantuan dan Pertanggungjawaban Belanja Hibah, Bantuan Sosial, Bantuan Keuangan dan Belanja Tidak Terduga.

Elfenda Ananda mengamini adanya penyalahgunaan dana untuk anak yatim dan pembangunan masjid yang digunakan untuk kepentingan lain di luar peruntukannya. “Satu hal yang paling aneh, dana anak panti asuhan seharusnya untuk kepentingan anak yatim ternyata setelah dicek ada pembangunan rumah toko,” ucapnya, Selasa (22/3).

Dari hasil pemeriksaan secara uji petik atas realisasi pelaksanaan dan pertanggungjawaban bantuan sosial, Biro Bina Kemasyarakatan dan Sosial selaku unit kerja yang mengelola bantuan sosial belum melakukan pengawasan dan pengendalian secara memadai. Hal ini terlihat dari realisasi bantuan sosial sebesar Rp140.142.500.000,00 sampai dengan tanggal 5 Maret 2010 (tiga bulan setelah tahun anggaran berakhir), berdasarkan data dari Biro Bina Kemasyarakatan dan Sosial belum dipertanggungjawabkan paket bantuan sebesar Rp17.805.676.407,00.

Dari jumlah anggaran tersebut, didapati delapan bantuan sosial dengan besaran Rp1.7 miliar kepada yayasan, sekolah, panti asuhan, masjid dan musala dengan alamat dan pengurus yang sama. Bantuan sosial sebesar itu pengurusnya adalah orang yang sama yaitu AS dan isterinya H.

Di dalam LHP itu disebutkan, penerima dana yayasan pendidikan Islam Nur Hadi Rp 250.000.000 digunakan untuk pembangunan fisik gedung (pengembangan PAUD dan SMA) kepada yayasan yang namanya berbeda yakni yayasan pendidikan Islam Nur Hadi Rp 200.000.000 untuk pembangunan fisik gedung (pengembangan PAUD dan SMA), yayasan pendidikan Nur Adia Rp150.000.000 untuk pembangunan gedung sekolah.

Selanjutnya, untuk Sekolah Dasar Swasta Nur Adia Rp 250.000.000 digunakan sebagai renovasi gedung, komputer dan kebutuhan kantor, panitia pembangunan Mesjid Nur Hadi Rp200.000.000, pembangunan Musala ”HAFAZANIYAH” Rp200.000.000, selanjutnya Madrasah Pembinaan Anak Yatim Piatu dan Fakir Miskin ”Nur Ad” sebesar Rp250.000.000.  Selanjutnya, panti Asuhan Hamdani Rp200.000.000, pembangunan gedung panti asuhan Hamdani sebesar Rp1.700.000.000

Hasil pemeriksaan ke alamat yayasan, sekolah, panti asuhan, masjid dan musala pada 8 Maret 2010, tim BPK RI menemukan penggunaan dana bansos tersebut tidak sesuai dengan peruntukan yang tertera pada proposal. Enam penerima bansos atas nama YPI Nur Hadi, Yayasan Pendidikan Nur Adia, SD Swasta Nur Adia, Madrasah Pembinaan Anak Yatim Piatu dan Fakir Miskin ”Nur Adia” dan Panti Asuhan Hamdani dengan total nilai Rp1.300.000.000 tidak dapat diyakini kebenaran penggunaannya karena yang terlihat adalah pembelian (ruislag) tanah dan pembangunan ruko yang sedang berjalan dan rencananya akan dibangun 3 (tiga) lantai dan digunakan sebagai unit usaha yayasan.
Anehnya, sampai saat tim melakukan pemeriksaan fisik ke alamat yayasan, seluruh uang bansos masih ada dalam rekening yayasan. Menurut keterangan lisan AS, pembangunan ruko yang sedang dikerjakan menggunakan uang pinjaman pihak lain. Bansos atas nama Musala ”HAFAZANIYAH” dan Panitia Pembangunan Mesjid Nur Hadi, masing-masing sebesar Rp200.000.000 dicairkan Pemprovsu walaupun tidak lengkap persyaratan pengajuannya yaitu tidak ada surat keterangan/pernyataan dari Lurah/Kepala Desa bahwa mushalla dan masjid tersebut benar ada dan telah berdiri.

Pengakuan lisan AS, bansos tersebut baru akan digunakan setelah tukang selesai membangun ruko untuk renovasi musala menjadi dua lantai dan akan dijadikan Masjid Nur Hadi untuk sarana ibadah dan belajar para santri. Dengan demikian untuk pembangunan masjid ini terdapat dua kali pencairan bansos. Ruko, musala serta masjid yang akan didirikan, semuanya dibangun di atas tanah yang sertifikatnya atas nama pribadi (AS dan H) bukan atas nama yayasan.

Tak hanya itu, bantuan untuk Yayasan Khairani dan Yayasan Al-Hikmah, nilai bansos Rp500.000.000. Kedua yayasan tersebut merupakan yayasan dengan pengurus dan alamat yang sama yaitu suami isteri P dan I dengan alamat Jalan Kenduri Dusun VIII, Desa Muliorejo, Sunggal, Deli Serdang.

Kedua yayasan tersebut masing-masing memperoleh bantuan sosial sebesar Rp350.000.000 (Rp200.000.000 + Rp150.000.000) dan Rp150.000.000. Hasil pemeriksaan tim BPK RI di lapangan diketahui bahwa Yayasan Khairani sedang dalam tahap pembangunan gedung sekolah (TPQ Khairani), namun untuk Yayasan Al-Hikmah tidak ditemukan pembangunan fisik seperti yang disebutkan pada proposal kecuali pengecatan dinding TK Al-Hikmah yang berdasarkan proposal diketahui nilai pekerjaan pengecatan tersebut hanya sebesar Rp10.000.000,00. Dari fotokopi buku rekening bank yang diserahkan oleh I selaku bendahara yayasan diketahui bahwa uang bansos tersebut sudah dicairkan semuanya, sehingga sisanya sebesar Rp140.000.000,00 (Rp150.000.000,00 – Rp10.000.000,00) berindikasi disalahgunakan.

Di yayasan lainnya, terdapat penyalahgunaan. Buktinya, Yayasan Nurul Ilmi atau MTS Nurul Ilmi, nilai bansos Rp325.000.000,00. Sistem penerimaan dari data Biro Kemasyarakat dan Sosial Yayasan Nurul Ilmi pada TA 2009 menerima bantuan dua kali untuk dua proposal yang berbeda. Bantuan pertama sebesar Rp175.000.000 diterima langsung pengurus yayasan dengan tujuan untuk pembelian 10 unit komputer, rehab ruang komputer serta perbaikan bangku dan meja.

Selanjutnya, bantuan yang kedua diterima oleh kepala sekolah sebesar Rp150.000.000,00 dengan tujuan untuk pembangunan sekolah. Selanjutnya diketahui dari sdr. MH, Kepala Sekolah MTs Nurul Ilmi bahwa Yayasan Nurul Ilmi ini hanya mengelola satu badan usaha yaitu MTS Nurul Ilmi dan bansos yang diterima oleh sekolah tersebut hanyalah satu kali yaitu sebesar Rp150.000.000,00, yang telah digunakan untuk membeli 15 unit komputer, 20 set bangku dan meja, plester dinding dan mengganti lantai 4 ruangan menjadi lantai keramik. Pertanggungjawaban dijanjikan akan diserahkan akhir Maret 2010.

Dia menambahkan, berdasarkan pembagian dana yayasan tersebut, seperti ada yang mengkoordinir, sehingga sangat rentan disalah gunakan. Apalagi, Pemprovsu sendiri sudah membuat tanpa ada pembatasan anggaran untuk penyaluran dana bantuannya.

Wakil Gubernur Sumatera Utara, Gatot Pudjo Nugroho beberapa waktu lalu menyampaikan, bahwa pihaknya akan menata lebih baik lagi penggunaan dana bansos tersebut. “Akan dibuat lebih baik nantinya,” ucapnya.

Gatot: Saya Tahu

Sementara itu, indikasi penyelewengan bantuan dari APBD Sumut 2010 senilai Rp9,7 miliar di Biro Bantuan Sosial (Bansos) dan Biro Keuangan Pemprovsu ternyata diketahui Gatot Pujo Nugroho. “Saya tau, dan saya marah. Padahal sudah ada penandatanganan MoU (Memorandum of Understanding) antara USU dengan Pemprovsu, tapi berlarut-larut dan kemudian menjelang akhir tahun baru dicairkan. Ya wajar kalau USU mengaku tidak mampu mengalokasikan dana dari sekian banyak itu, untuk hal-hal yang telah direncanakan,” katanya.
Penegasan itu diucapkan Gatot seusai menghadiri acara pembukaan Pekan Olah Raga dan Seni Tingkat Madrasah ke IX di Stadion Olah Raga Unimed, Selasa (22/3).

Sayangnya, Menanggapi menguapnya dana yang diduga diselewengkan pihak Biro Bansos dan Biro Keuangan Provsu ini, Ketua Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran Sumut (Fitra) Elfenda Ananda mengaku tidak heran. Pasalnya, potongan seperti itu sudah menjadi rahasia umum.

Elfenda malah melihat USU dan Pemprovsu mempraktikkan pengingkaran upaya memajukan pendidikan nasional. ”Ini pengingkaran dan mencemarkan duni pendidikan. Dan ini harus dibawah ke ranah hukum,” tegasnya.
Diterangkana, dalam pemeriksaan persoalan, kedua pihak harus dikonfrontir guna mencari data dan bukti yang lengkap. ”Kedua belah pihak harus ditanyai apa memang benar ada potongan atau tidak. Kalau benar, harus dipertanyakan sisa yang tidak diberikan ke USU itu alirannya kemana. Karena secara teknis, proses pencairan itu melibatkan dua biro itu yang kemudian diketahui Sekretaris Daerah (Sekda) Provsu yang melaporkan ini kepada Gubsu. Dan ini harus dijadikan skala prioritas,” jelasnya.

Elfenda berharap masalah ini langsung ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Elfenda juga mempertanyakan, sisa dana yang tidak jadi dicairkan sebesar Rp9,7 miliar tersebut, apakah termasuk Rp217 miliar dana yang diduga diselewengkan Biro Binsos dan Biro Keuangan Provsu yang telah diperiksa KPK beberapa waktu lalu. Dalam pemeriksaan di gedung BPK ini melibatkan Kepala Biro Bansos Hasbullah Lubis dan Kepala Biro Keuangan Provsu Muhammad Syafii. ”Waktu itu kalau tidak salah, dua kepala biro itu sudah diperiksa KPK di Gedung BPK Sumut, yang materinya sekitar adanya dugaan penyimpangan atau penyelewengan sebesar Rp217 miliar. Kalau tidak, berarti jumlah uang yang dikorupsi semakin bertambah,” tegas Elfenda.

Diketahui, jumlah anggaran untuk USU sebesar Rp18.5 miliar dengan tiga item yaitu dana pembangunan fisik, pengadaan sarana penunjang dan beasiswa yang di dalamnya termasuk pula biaya belajar dosen USU.
Namun, akhirnya pihak USU hanya mendapatkan dana dari APBD Provsu senilai Rp8.8 miliar untuk satu item saja yakni, dana beasiswa. Itu pun, melalui perjuangan yang melelahkan.

Sementara, pencairannya sendiri di masa-masa akhir tahun anggaran Desember 2010 lalu. Dan dana yang diterima hanyalah sebesar Rp8.8 miliar, dan untuk satu item saja yakni, dana beasiswa.

Pencairannya itu sendiri dilakukan di Mess Pemprovsu Jalan Tengku Daud Medan, dimana saat itu pihak Pemprovsu yang hadir antara lain, Kepala Biro Binsos Hasbullah Lubis, Kepala Biro Keuangan Muhammad Syafii serta Pelaksana Tugas Sekretaris Daerah (Plt Sekda) Provsu kala itu Hasiholan Silaen di Mess Pemprovsu Jalan T Daud pada siang hari.

Pengakuan itu dilontarkan oleh Pembantu Rektor II USU Armansyah Ginting yang juga diketahui Rektor USU Syahril Pasaribu dan beberapa orang lainnya, ketika berlangsung Rapat Kerja (Raker) antara Komisi E DPRD Sumut dengan Pihak USU, Senin (21/3) lalu. (ril/ari)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/