30.6 C
Medan
Wednesday, May 22, 2024

Izin PT Aquafarm Nusantara Dievaluasi

Minim Kontribusi dan Mencemari Danau Toba

MEDAN- Minimnya kontribusi yang diberikan PT Aquafarm Nusantara, DPRD Sumatera Utara (Sumut) mengancam akan mengevaluasi izin perusahaan yang bergerak di bidang pembudidayaan ikan air tawar itu.

Begitulah, kesimpulan rapat gabungan antara Komisi C dan B DPRD Sumut dengan PT Aquafarm Nusantara, di Ruang Komisi C, Gedung DPRD Sumut, Jalan Imam Bonjol No.5 Medan, Selasa (22/5).

Selain minimnya kontribusi yang diberikan kepada masyarakat, keberadaan perusahaan asal Swiss itu juga dirasa telah mencemari air Danau Toba, yang digunakan untuk pembudidayaan ikan.

Inilah poin yang menjadi kesimpulan dalam rapat dengar pendapat (RDP) gabungan Komisi B dan C DPRD Sumut dengan PT Aquafarm Nusantara, di Gedung DPRD Sumut, Jalan Imam Bonjol Medan, Selasa (22/5).

“Komisi C DPRD Sumut merekomendasikan agar perizinan PT Aquafarm dievaluasi,” ujar Ketua Komisi C DPRD Sumut Marasal Hutasoit, yang membacakan kesimpulan rapat tersebut.

Saat rapat berlangsung, anggota Komisi C DPRD Sumut Meilizar Latif, sempat mempertanyakan tanggungjawab PT Aquafarm Nusantara, yang notabene merupakan perusahaan besar dengan pemanfaatan Danau Toba. Kenyataannya telah memberi sumbangsih pencemaran terhadap icon wisata Sumut tersebut. Untuk itu, lanjut politisi dari Fraksi Demokrat DPRD Sumut ini, agar PT Aquafarm bisa menyediakan teknologi yang bisa mengolah limbah yang dihasilkan dari Keramba Jaring Apung (KJA) yang dikelola oleh perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA).

“Setahu kami, di permukaan Danau Toba saja sudah terlihat begitu tercemar dengan adanya perubahan warna dan bahkan menimbulkan bau. Memang masyarakat juga ada memiliki keramba, tapi kan jumlahnya tidak sebanding dengan yang dimiliki PT Aquafarm,” kata politisi Demokrat ini.
Sementara itu, Sekretaris Komisi C DPRD Sumut Effendi Napitupulu mengkritik sistim produksi yang diterapkan PT Aquafarm Nusantara, yang beroperasi di Danau Toba dan Serdangbedagai tersebut.

Sebab, katanya, dengan menguasai hulu sampai hilir, maka tidak ada ruang yang diberikan kepada masyarakat setempat untuk bisa menikmati kehadiran perusahan pengekspor ikan Nila asal Sumut tersebut.

“Mulai dari pembibitan, penumbuhan, pengangkutan dan ekspor ke Amerika dan Eropa, tak satupun yang tidak dikelola PT Aquafarm. Bahkan, sisa-sisa ikan yang tidak diekspor saja, masyarakat sangat sulit bahkan tidak bisa membelinya dari perusahaan ini. Jadi, perusahaan ini hanya mengambil untung saja,” tegasnya.

Asisten Direktur PT Aquafarm Nusantara Rudi, di kesempatan yang sama mengakui pihaknya tidak memiliki pengolahan limbah. Namun, pihaknya terus meminimalisir pencemaran dengan melakukan pemilihan pakan ternak.

“Memang produksi kami seratus persen ekspor. Namun demikian, kami juga selalu melaksanakan CSR yang selama ini memang jarang terekspos di media. Untuk pencemaran, kami pastikan tidak ada pencemaran, karena seratus persen pakan yang kami berikan adalah pakan terapung dan selalu habis dimakan ikan,” ujarnya.(ari)

Minim Kontribusi dan Mencemari Danau Toba

MEDAN- Minimnya kontribusi yang diberikan PT Aquafarm Nusantara, DPRD Sumatera Utara (Sumut) mengancam akan mengevaluasi izin perusahaan yang bergerak di bidang pembudidayaan ikan air tawar itu.

Begitulah, kesimpulan rapat gabungan antara Komisi C dan B DPRD Sumut dengan PT Aquafarm Nusantara, di Ruang Komisi C, Gedung DPRD Sumut, Jalan Imam Bonjol No.5 Medan, Selasa (22/5).

Selain minimnya kontribusi yang diberikan kepada masyarakat, keberadaan perusahaan asal Swiss itu juga dirasa telah mencemari air Danau Toba, yang digunakan untuk pembudidayaan ikan.

Inilah poin yang menjadi kesimpulan dalam rapat dengar pendapat (RDP) gabungan Komisi B dan C DPRD Sumut dengan PT Aquafarm Nusantara, di Gedung DPRD Sumut, Jalan Imam Bonjol Medan, Selasa (22/5).

“Komisi C DPRD Sumut merekomendasikan agar perizinan PT Aquafarm dievaluasi,” ujar Ketua Komisi C DPRD Sumut Marasal Hutasoit, yang membacakan kesimpulan rapat tersebut.

Saat rapat berlangsung, anggota Komisi C DPRD Sumut Meilizar Latif, sempat mempertanyakan tanggungjawab PT Aquafarm Nusantara, yang notabene merupakan perusahaan besar dengan pemanfaatan Danau Toba. Kenyataannya telah memberi sumbangsih pencemaran terhadap icon wisata Sumut tersebut. Untuk itu, lanjut politisi dari Fraksi Demokrat DPRD Sumut ini, agar PT Aquafarm bisa menyediakan teknologi yang bisa mengolah limbah yang dihasilkan dari Keramba Jaring Apung (KJA) yang dikelola oleh perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA).

“Setahu kami, di permukaan Danau Toba saja sudah terlihat begitu tercemar dengan adanya perubahan warna dan bahkan menimbulkan bau. Memang masyarakat juga ada memiliki keramba, tapi kan jumlahnya tidak sebanding dengan yang dimiliki PT Aquafarm,” kata politisi Demokrat ini.
Sementara itu, Sekretaris Komisi C DPRD Sumut Effendi Napitupulu mengkritik sistim produksi yang diterapkan PT Aquafarm Nusantara, yang beroperasi di Danau Toba dan Serdangbedagai tersebut.

Sebab, katanya, dengan menguasai hulu sampai hilir, maka tidak ada ruang yang diberikan kepada masyarakat setempat untuk bisa menikmati kehadiran perusahan pengekspor ikan Nila asal Sumut tersebut.

“Mulai dari pembibitan, penumbuhan, pengangkutan dan ekspor ke Amerika dan Eropa, tak satupun yang tidak dikelola PT Aquafarm. Bahkan, sisa-sisa ikan yang tidak diekspor saja, masyarakat sangat sulit bahkan tidak bisa membelinya dari perusahaan ini. Jadi, perusahaan ini hanya mengambil untung saja,” tegasnya.

Asisten Direktur PT Aquafarm Nusantara Rudi, di kesempatan yang sama mengakui pihaknya tidak memiliki pengolahan limbah. Namun, pihaknya terus meminimalisir pencemaran dengan melakukan pemilihan pakan ternak.

“Memang produksi kami seratus persen ekspor. Namun demikian, kami juga selalu melaksanakan CSR yang selama ini memang jarang terekspos di media. Untuk pencemaran, kami pastikan tidak ada pencemaran, karena seratus persen pakan yang kami berikan adalah pakan terapung dan selalu habis dimakan ikan,” ujarnya.(ari)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/