33 C
Medan
Thursday, May 30, 2024

12 Ribu Calon Peserta Baru PBI BPJS Kesehatan Dibatalkan, Komisi B akan Panggil Sekda

no picture

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Komisi B DPRD Medan melakukan pemanggilan terhadap Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Medan Wiriya Alrahman. Pemanggilan dilakukan lantaran disebut-sebut ada-nya intervensi Sekda kepada Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Medan Edwin Effendi, sehingga 12 ribu calon peserta baru PBI BPJS Kesehatan tersebut dibatalkan alias belum bisa diaktifkan.

Ketua Komisi B DPRD Medan Bahrumsyah menyatakan, pihaknya memanggil Sekda untuk memberi penjelasan terkait masalah ini.

Bahkan, pihaknya juga akan menggunakan hak interplasi kepada Wali Kota. “Persoalan ini serius menyangkut nyawa banyak orang, makanya kita panggil Sekda yang direncanakan pada pekan depan untuk memberi penjelasan. Sebab, sudah dua kali diundang tapi tak pernah datang,” ujarnya, kemarin (22/5).

Diutarakan Bahrumsyah, progam PBI BPJS Kesehatan ini sudah bergulir beberapa tahun sebelumnya dan tidak ada masalah. Artinya, setiap tahun dialokasikan anggarannya dalam APBD untuk membantu masyarakat miskin dan tidak mampu dalam berobat ke rumah sakit.

“Program ini tahun-tahun sebelumnya tidak pernah terjadi masalah, akan tetapi ketika berganti Sekda muncul masalah. Oleh karenanya, kami meminta penjelasan kepadanya apa memang benar diintervensi Kepala Dinkes Medan untuk melampaui kewenangannya. Yaitu, dengan dalih tetap mengacu kepada Permensos Nomor 5/2016 tentang validasi data kepesertaan BPJS Kesehatan (JKN-KIS) yang dilakukan Dinsos Medan bukan Dinkes Medan,” paparnya.

Kata Bahrumsyah, pada tahun 2018 Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) tidak pernah melakukan temuan penyalagunaan anggaran terkait program PBI ini. Hal ini berarti bahwa proses yang dilakukan selama ini sudah benar. Terkecuali, ada temuan dari BPK barulah dievaluasi.

“Oleh sebab itu, kami berasumsi ini ada persoalan orang-perorangan di Pemko Medan karena tidak tahu mencari dana segar lagi, sehingga anggaran yang dialokasikan untuk program tersebut dikorbankan dan digeser ke kegiatan lain,” cetus politisi PAN ini.

Ia menuturkan, selain Sekda pihaknya juga memanggil Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Medan. Pemanggilan dilakukan terkait sudah dibayarkannya premi dua bulan terhitung Maret dan April kepada BPJS Kesehatan sehingga kartu bisa dicetak.

“Kami mengundang BPKAD untuk hadir memberikan keterangan terkait pembayaran program kesehatan ini kepada BPJS Kesehatan. Padahal, dalam pembayaran tersebut membutuhkan surat pengantar resmi dari Dinkes Medan. Tapi, Kepala Dinkes Medan sendiri enggak mengakui dan tak melakukan persetujuan,” tuturnya.

Menurutnya, kalau seperti ini kondisinya di mana sudah dibayarkan tetapi di tengah jalan ingin dibatalkan dengan melakukan upaya tertentu maka jelas berbahaya. Hal ini perlu menjadi catatan penting sesuatu yang bermasalah.

“Kenapa sistem keuangan di Pemko Medan bisa seperti itu, sudah dibayarkan dan mendapat persetujuan dari Dinkes Medan tetapi kepala dinasnya tidak mengakui. Oleh karenanya, kita panggil BPKAD untuk memberikan penjelasan apa memang benar ada persetujuan Kepala Dinkes Medan sehingga BPJS Kesehatan bisa mencetak kartunya,” ucap dia.

Lebih jauh Bahrumsyah mengatakan, data peserta baru PBI ini sudah disepakati pada pertemuan sebelumnya dari Dinkes Medan dan BPJS Kesehatan sepakat hanya satu pintu. Oleh karena itu, pihak BPJS Kesehatan memproses dan memverifikasi data yang masuk dari Dinkes Medan.

Ternyata, dari dari 30 ribu data yang dikirim Dinkes Medan setelah dilakukan verifikasi hanya 12 ribu yang bisa diproses. Sedangkan sisanya 18 ribu tidak bisa ditindaklanjuti karena berbagai faktor, seperti ada tunggakan, data ganda dan lain sebagainya.

Maka dari itu, 12 ribu data yang telah diverifikasi dicetak kartunya untuk premi bulan 3 dan 4. Artinya, proses sudah berjalan dan uang sudah diterima pihak BPJS Kesehatan sehingga kartu bisa dicetak.

Namun, tiba-tiba dibatalkan dan ditunda oleh pihak Dinkes Medan. Sayangnya, pembatalan tidak disampaikan secara langsung kepada BPJS Kesehatan, melainkan dengan dalih tidak pernah mengirimkan surat pengantar resmi sebagai tindaklanjut untuk mengaktifkan 12 ribu kartu BPJS Kesehatan yang sudah dicetak tersebut.

“Dibatalkan tiba-tiba secara sepihak, memang tidak ada disampaikan secara lisan tetapi dari sikap dan perbuatan yang dilakukan Dinkes Medan yaitu tidak mengirimkan surat pengantar. Surat pengantar ini menjadi dasar BPJS Kesehatan untuk melakukan penagihan premi,” terangnya.

Menurut dia, anggaran yang sudah dialokasikan untuk program tersebut mau ditarik kembali, sehingga dilakukan upaya untuk membatalkan. Caranya, dengan dalih mengacu kepada Permensos Nomor 5/2016. “Kenapa Permensos Nomor 5/2016 tidak dijadikan payung hukum untuk tahun 2018? Lantas, tiba-tiba pada 2019 digunakan jadi landasan dan ketika sudah dicetak kartunya,” beber Bahrumsyah.

Dia menambahkan, Dinkes Medan diminta jangan menimbulkan persoalan baru. Untuk itu, menjalankan rekomendasi yang sudah disampaikan sebelumnya pada pertemuan Senin (20/5) kemarin untuk dilanjutkan program ini sehingga tidak jadi dibatalkan.

“Dinkes Medan jangan memaksakan mengacu Permensos Nomor 5/2016, sehingga Dinsos Medan melakukan validasi data. Sebab, Dinsos Medan tidak ada anggaran untuk melakukan validasi data dalam APBD 2019. Artinya, Dinsos Medan tidak memiliki kewenangan dalam program ini. Terlebih, BPJS Kesehatan tidak lagi memberlakukan surat keterangan miskin tetapi surat keterangan tidak mampu,” paparnya.

Sementara, Sekda Kota Medan Wiriya Alrahman mengaku akan menghadiri pemanggilan Komisi B untuk memberikan penjelasan terkait persoalan peserta baru PBI. “Tidak ada masalah, kita akan hadir dan memberi penjelasan,” ujarnya lewat sambungan seluler.

Kata Wiriya, program PBI ini diperuntukkan untuk warga miskin bukan yang lain. Oleh sebab itu, payung hukumnya berdasarkan Permensos Nomor 5/2016 dimana data yang masuk di Dinkes Medan harus divalidasi oleh Dinsos Medan. “Siapa yang berhak menyatakan orang miskin itu? Ya, jelas Dinsos bukan Dinkes. PBI itu gratis karena dibayar pemerintah makanya untuk orang miskin, bukan di luar itu,” tegasnya.

Disinggung usulan Komisi B bukan hanya warga yang miskin tetapi tidak mampu berobat, Wiriya mempertanyakannya. “Siapa bilang yang tentukan itu? Bantuan ini untuk orang yang miskin, bukan tidak mampu berobat. Miskin itu sudah ada kriterianya, dan siapa warga yang miskin atau tidak yang boleh menetapkannya adalah Dinsos. Jadi, verifikasi seperti (melalui Dinas sosial),” kata dia.

Menurut Wiriya, verifikasi yang harus dilakukan melalui Dinsos bertujuan agar bantuan yang akan disalurkan nantinya tidak salah sasaran. Artinya, dana APBD yang notabene uang rakyat dapat dipergunakan sebaik mungkin. “Sekarang begini, mau tidak uang rakyat ini tidak tepat sasaran? Makanya, harus begitu supaya tepat sasaran. Nanti kalau salah sasaran dan melanggar aturan lalu diperiksa penegah hukum, lantas menjerit,” jelasnya.

Ditanya BPJS Kesehatan tidak lagi memberlakukan surat keterangan miskin sebagai salah satu syarat PBI, Wiriya mempersilahkan dan hal itu merupakan kewenangan instansi tersebut. Sebab, dalam program BPJS Kesehatan ada dua yaitu PBI dan mandiri. “Kita tetap pada koridor yaitu Permensos Nomor 5/2016, artinya untuk orang miskin,” tandasnya.

Hal senada disampaikan Kepala Dinkes Medan Edwin Effendi. “Kalau kita tetap bagaimana melayani masyarakat. Artinya, tetap menambah kepesertaan program tersebut. Tapi tetap mengacu sesuai dengan ketentuan yang ada mengenai calon peserta baru dari program di bidang kesehatan tersebut yaitu Permensos Nomor 5/2016,” katanya.

Disinggung pihak BPJS Kesehatan tidak lagi memberlakukan surat keterangan miskin melainkan surat keterangan tidak mampu sebagai salah satu syarat, Edwin tak menjawab pasti. “Saya sesuai dengan kapasitas saya, syarat untuk menjadi peserta mengacu kepada Permensos (Nomor 5/2016),” ujarnya singkat.

Edwin mengaku, alur prosesnya memang harus verifikasi Dinsos. “Jadi, kita sifatnya untuk mempermudah misalnya memilah data kepesertaan ganda. Artinya, kita tidak ingin peserta baru ini datanya ada dari peserta lama,” pungkasnya. (ris/ila)

no picture

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Komisi B DPRD Medan melakukan pemanggilan terhadap Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Medan Wiriya Alrahman. Pemanggilan dilakukan lantaran disebut-sebut ada-nya intervensi Sekda kepada Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Medan Edwin Effendi, sehingga 12 ribu calon peserta baru PBI BPJS Kesehatan tersebut dibatalkan alias belum bisa diaktifkan.

Ketua Komisi B DPRD Medan Bahrumsyah menyatakan, pihaknya memanggil Sekda untuk memberi penjelasan terkait masalah ini.

Bahkan, pihaknya juga akan menggunakan hak interplasi kepada Wali Kota. “Persoalan ini serius menyangkut nyawa banyak orang, makanya kita panggil Sekda yang direncanakan pada pekan depan untuk memberi penjelasan. Sebab, sudah dua kali diundang tapi tak pernah datang,” ujarnya, kemarin (22/5).

Diutarakan Bahrumsyah, progam PBI BPJS Kesehatan ini sudah bergulir beberapa tahun sebelumnya dan tidak ada masalah. Artinya, setiap tahun dialokasikan anggarannya dalam APBD untuk membantu masyarakat miskin dan tidak mampu dalam berobat ke rumah sakit.

“Program ini tahun-tahun sebelumnya tidak pernah terjadi masalah, akan tetapi ketika berganti Sekda muncul masalah. Oleh karenanya, kami meminta penjelasan kepadanya apa memang benar diintervensi Kepala Dinkes Medan untuk melampaui kewenangannya. Yaitu, dengan dalih tetap mengacu kepada Permensos Nomor 5/2016 tentang validasi data kepesertaan BPJS Kesehatan (JKN-KIS) yang dilakukan Dinsos Medan bukan Dinkes Medan,” paparnya.

Kata Bahrumsyah, pada tahun 2018 Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) tidak pernah melakukan temuan penyalagunaan anggaran terkait program PBI ini. Hal ini berarti bahwa proses yang dilakukan selama ini sudah benar. Terkecuali, ada temuan dari BPK barulah dievaluasi.

“Oleh sebab itu, kami berasumsi ini ada persoalan orang-perorangan di Pemko Medan karena tidak tahu mencari dana segar lagi, sehingga anggaran yang dialokasikan untuk program tersebut dikorbankan dan digeser ke kegiatan lain,” cetus politisi PAN ini.

Ia menuturkan, selain Sekda pihaknya juga memanggil Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Medan. Pemanggilan dilakukan terkait sudah dibayarkannya premi dua bulan terhitung Maret dan April kepada BPJS Kesehatan sehingga kartu bisa dicetak.

“Kami mengundang BPKAD untuk hadir memberikan keterangan terkait pembayaran program kesehatan ini kepada BPJS Kesehatan. Padahal, dalam pembayaran tersebut membutuhkan surat pengantar resmi dari Dinkes Medan. Tapi, Kepala Dinkes Medan sendiri enggak mengakui dan tak melakukan persetujuan,” tuturnya.

Menurutnya, kalau seperti ini kondisinya di mana sudah dibayarkan tetapi di tengah jalan ingin dibatalkan dengan melakukan upaya tertentu maka jelas berbahaya. Hal ini perlu menjadi catatan penting sesuatu yang bermasalah.

“Kenapa sistem keuangan di Pemko Medan bisa seperti itu, sudah dibayarkan dan mendapat persetujuan dari Dinkes Medan tetapi kepala dinasnya tidak mengakui. Oleh karenanya, kita panggil BPKAD untuk memberikan penjelasan apa memang benar ada persetujuan Kepala Dinkes Medan sehingga BPJS Kesehatan bisa mencetak kartunya,” ucap dia.

Lebih jauh Bahrumsyah mengatakan, data peserta baru PBI ini sudah disepakati pada pertemuan sebelumnya dari Dinkes Medan dan BPJS Kesehatan sepakat hanya satu pintu. Oleh karena itu, pihak BPJS Kesehatan memproses dan memverifikasi data yang masuk dari Dinkes Medan.

Ternyata, dari dari 30 ribu data yang dikirim Dinkes Medan setelah dilakukan verifikasi hanya 12 ribu yang bisa diproses. Sedangkan sisanya 18 ribu tidak bisa ditindaklanjuti karena berbagai faktor, seperti ada tunggakan, data ganda dan lain sebagainya.

Maka dari itu, 12 ribu data yang telah diverifikasi dicetak kartunya untuk premi bulan 3 dan 4. Artinya, proses sudah berjalan dan uang sudah diterima pihak BPJS Kesehatan sehingga kartu bisa dicetak.

Namun, tiba-tiba dibatalkan dan ditunda oleh pihak Dinkes Medan. Sayangnya, pembatalan tidak disampaikan secara langsung kepada BPJS Kesehatan, melainkan dengan dalih tidak pernah mengirimkan surat pengantar resmi sebagai tindaklanjut untuk mengaktifkan 12 ribu kartu BPJS Kesehatan yang sudah dicetak tersebut.

“Dibatalkan tiba-tiba secara sepihak, memang tidak ada disampaikan secara lisan tetapi dari sikap dan perbuatan yang dilakukan Dinkes Medan yaitu tidak mengirimkan surat pengantar. Surat pengantar ini menjadi dasar BPJS Kesehatan untuk melakukan penagihan premi,” terangnya.

Menurut dia, anggaran yang sudah dialokasikan untuk program tersebut mau ditarik kembali, sehingga dilakukan upaya untuk membatalkan. Caranya, dengan dalih mengacu kepada Permensos Nomor 5/2016. “Kenapa Permensos Nomor 5/2016 tidak dijadikan payung hukum untuk tahun 2018? Lantas, tiba-tiba pada 2019 digunakan jadi landasan dan ketika sudah dicetak kartunya,” beber Bahrumsyah.

Dia menambahkan, Dinkes Medan diminta jangan menimbulkan persoalan baru. Untuk itu, menjalankan rekomendasi yang sudah disampaikan sebelumnya pada pertemuan Senin (20/5) kemarin untuk dilanjutkan program ini sehingga tidak jadi dibatalkan.

“Dinkes Medan jangan memaksakan mengacu Permensos Nomor 5/2016, sehingga Dinsos Medan melakukan validasi data. Sebab, Dinsos Medan tidak ada anggaran untuk melakukan validasi data dalam APBD 2019. Artinya, Dinsos Medan tidak memiliki kewenangan dalam program ini. Terlebih, BPJS Kesehatan tidak lagi memberlakukan surat keterangan miskin tetapi surat keterangan tidak mampu,” paparnya.

Sementara, Sekda Kota Medan Wiriya Alrahman mengaku akan menghadiri pemanggilan Komisi B untuk memberikan penjelasan terkait persoalan peserta baru PBI. “Tidak ada masalah, kita akan hadir dan memberi penjelasan,” ujarnya lewat sambungan seluler.

Kata Wiriya, program PBI ini diperuntukkan untuk warga miskin bukan yang lain. Oleh sebab itu, payung hukumnya berdasarkan Permensos Nomor 5/2016 dimana data yang masuk di Dinkes Medan harus divalidasi oleh Dinsos Medan. “Siapa yang berhak menyatakan orang miskin itu? Ya, jelas Dinsos bukan Dinkes. PBI itu gratis karena dibayar pemerintah makanya untuk orang miskin, bukan di luar itu,” tegasnya.

Disinggung usulan Komisi B bukan hanya warga yang miskin tetapi tidak mampu berobat, Wiriya mempertanyakannya. “Siapa bilang yang tentukan itu? Bantuan ini untuk orang yang miskin, bukan tidak mampu berobat. Miskin itu sudah ada kriterianya, dan siapa warga yang miskin atau tidak yang boleh menetapkannya adalah Dinsos. Jadi, verifikasi seperti (melalui Dinas sosial),” kata dia.

Menurut Wiriya, verifikasi yang harus dilakukan melalui Dinsos bertujuan agar bantuan yang akan disalurkan nantinya tidak salah sasaran. Artinya, dana APBD yang notabene uang rakyat dapat dipergunakan sebaik mungkin. “Sekarang begini, mau tidak uang rakyat ini tidak tepat sasaran? Makanya, harus begitu supaya tepat sasaran. Nanti kalau salah sasaran dan melanggar aturan lalu diperiksa penegah hukum, lantas menjerit,” jelasnya.

Ditanya BPJS Kesehatan tidak lagi memberlakukan surat keterangan miskin sebagai salah satu syarat PBI, Wiriya mempersilahkan dan hal itu merupakan kewenangan instansi tersebut. Sebab, dalam program BPJS Kesehatan ada dua yaitu PBI dan mandiri. “Kita tetap pada koridor yaitu Permensos Nomor 5/2016, artinya untuk orang miskin,” tandasnya.

Hal senada disampaikan Kepala Dinkes Medan Edwin Effendi. “Kalau kita tetap bagaimana melayani masyarakat. Artinya, tetap menambah kepesertaan program tersebut. Tapi tetap mengacu sesuai dengan ketentuan yang ada mengenai calon peserta baru dari program di bidang kesehatan tersebut yaitu Permensos Nomor 5/2016,” katanya.

Disinggung pihak BPJS Kesehatan tidak lagi memberlakukan surat keterangan miskin melainkan surat keterangan tidak mampu sebagai salah satu syarat, Edwin tak menjawab pasti. “Saya sesuai dengan kapasitas saya, syarat untuk menjadi peserta mengacu kepada Permensos (Nomor 5/2016),” ujarnya singkat.

Edwin mengaku, alur prosesnya memang harus verifikasi Dinsos. “Jadi, kita sifatnya untuk mempermudah misalnya memilah data kepesertaan ganda. Artinya, kita tidak ingin peserta baru ini datanya ada dari peserta lama,” pungkasnya. (ris/ila)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/