29 C
Medan
Friday, May 17, 2024

Tersangka BNI 46 Segera Dipanggil

Kejatisu Mengaku Kurang Data

MEDAN-Akhirnya Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu) akan memanggil empat tersangka kasus dugaan penyimpangan penyaluran kredit fiktif di BNI 46 Cabang Jalan Pemuda Medan senilai Rp129 miliar. Meski begitu, belum ada kepastian waktu soal pemanggilan itu.

“Kita akan koordinasikan dengan tim penyidik. Nantinya akan dijadwalkan pemanggilan kembali terhadap tersangka untuk menjalani pemeriksaan. Pada Jumat (20/7) kemarin, kita juga sudah melakukan gelar kasus. Jadi nanti dijadwalkan pemanggilan para tersangka,” ujar Kasi Penkum Kejatisu Marcos Simaremare, Minggu (22/7).

Begitupun, pemeriksaan tersebut tampaknya tak banyak membantu. Sebab hingga kini kasus itu tak juga naik ke Pengadilan Tipikor Medan untuk disidangkan meski sudah memeriksa puluhan saksi. Diduga kasus tersebut sengaja ‘dipetieskan’ pihak Kejatisu.Menurut Marcos, kasus tersebut mulai memasuki tahap akhir penyidikan. Hingga kini pihaknya masih menunggu hasil audit dari BPKP (Badan Pemeriksa Keuangan Pembangunan) Sumut. Namun saat ditanyakan berapa lama waktu yang diperlukan, pihaknya enggan berkomentar lebih lanjut.

“Mulai memasuki tahap akhirnya Dek. Kita masih melengkapi data dan berkoordinasi dengan BPKP. Karena ada beberapa data yang kurang dan harus dilengkapi lagi. Datanya masih banyak yang kurang. Makanya, kita harus beberapa kali melakukan koordinasi,” ucapnya.

Disebutkannya, untuk pendalaman kasus tersebut sendiri membutuhkan waktu lama. “Saat ini kita melakukan pendalaman kasus. Sejumlah saksi termasuk dari BNI maupun BI sudah beberapa kali dimintai keterangan. Penyidik sedang menelusuri ke mana sebenarnya aliran dana itu,” terangnya.
Saat disinggung mengenai status penahanan empat tersangka yang hingga kini menjadi tahanan kota, Marcos enggan menjelaskannya. “Seperti yang pernah dijelaskan, mereka tidak ditahan karena ada kepentingan penyikan. Sejumlah barang bukti juga sudah sama kita,” ungkapnya.

Seperti diketahui, keempat tersangka di antaranya Radiyasto selaku pimpinan Sentra Kredit Menengah BNI Pemuda Medan, Dasrul Azli selaku pimpinan Kelompok Pemasaran Bisnis BNI Pemuda Medan, Mohammad Samsul Hadi yang merupakan Pimpinan Rekanan dan Kantor Jasa Penilaian Publik, serta Titin Indriani selaku Relationship BNI SKM Medan masih bebas berkeliaran.

Padahal penyidik Kejatisu telah menetapkan keempatnya sebagai tersangka sejak Oktober 2011 lalu. Namun selama sepekan menjalani penahanan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Tanjunggusta Medan, penyidik Kejatisu malah menetapkan keempat tersangka sebagai tahanan kota. Bahkan Boy Hermasnyah selaku Direktur PT Bahari Dwi Kencana Lestari, yang merupakan pelaku utama kasus tersebut dimana identitasnya telah masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) Interpol sejak 17 Oktober 2011 lalu belum diketahui rimbanya.

asus ini bermula dari permohonan kredit PT BDKL yang dipimpin Boy Hermansyah kepada BNI Medan pada tahun 2009. Saat itu, Boy mengajukan pinjaman sebesar Rp133 miliar untuk pengembangan usaha, dan yang dikabulkan Rp129 miliar. Namun dalam proses peminjamannya, diduga Boy menggunakan agunan usaha yang telah di agunkannya ke bank lain. Penyidik Kejatisu menemukan adanya penyimpangan peminjaman dana kredit yang dilakukan oleh Boy, yang menyebabkan kerugian negara.

Disarankan Minta Uang ke Kejagung

Sementara itu, anggota Komisi III DPR Martin Hutabarat menyesalkan pernyataan pihak Kejatisu yang mengatakan tersendatnya penanganan kasus tersebut disebabkan minimnya anggaran penanganan perkara.

Menurut Martin, jika Kejatisu merasa kekurangan dana, ya mestinya ngadu ke Kejaksaan Agung. “Ya dia harus lapor ke atasannya dong. Pasti akan disediakan dana dari Kejaksaan Agung. Jangan kekurangan dana menjadi alasan tak menuntaskan kasus,” ujar Martin.

Penusuran koran ini, untuk tahun 2012 anggaran pemberantasan korupsi di kejaksaan sebesar Rp142,5 miliar. Antara lain untuk anggaran penanganan per perkara, yang berbeda-beda antara Kejaksaan Negeri (Kejari), Kejaksaan Tinggi (Kejati), dan Kejaksaan Agung (Kejagung). Untuk Kejari per perkara Rp99 juta (1.048 kasus), Kejati Rp115 juta (267 kasus), dan Kejagung Rp469 juta (12 kasus).

Namun menurut Martin, di luar alokasi anggaran itu, ada dana triliunan rupiah yang diperuntukkan Kejaksaan Agung. Bahkan ada Maret 2012 lalu, Komisi III DPR sudah menyetujui tambahan anggaran Kejagung sebesar Rp300 miliar. Dan dana itu untuk jajaran kejaksaan, baik kejagung, kejati, maupun kejari. “Karena kejaksaan itu satu. Anggaran kejaksaan besar kok,” imbuh politisi Gerindra asal Siantar itu.

Dijelaskan pula, sudah menjadi prosedur baku bahwa jika kejati kekurangan dana, maka minta tambahan ke kejagung. Kalau kejagung kurang, minta tambahan lagi ke DPR untuk disetujui. “Prinsipnya, tak boleh kejaksaan tak mengusut kasus dengan alasan tak ada biaya,” imbuh mantan politisi Partai Golkar itu.

Yang jelas, lanjutnya lagi, jika Kajati Sumut minta tambahan dana tapi tak dikasih Kejagung, Komisi III DPR akan marah. “Kalau Kejagung tak backup dana untuk penanganan perkara, kita marah. Kemana uang triliunan itu?” pungkas Martin. (far/sam)

Berita sebelumnya: Kejatisu Dicurigai Bermain

Kejatisu Mengaku Kurang Data

MEDAN-Akhirnya Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu) akan memanggil empat tersangka kasus dugaan penyimpangan penyaluran kredit fiktif di BNI 46 Cabang Jalan Pemuda Medan senilai Rp129 miliar. Meski begitu, belum ada kepastian waktu soal pemanggilan itu.

“Kita akan koordinasikan dengan tim penyidik. Nantinya akan dijadwalkan pemanggilan kembali terhadap tersangka untuk menjalani pemeriksaan. Pada Jumat (20/7) kemarin, kita juga sudah melakukan gelar kasus. Jadi nanti dijadwalkan pemanggilan para tersangka,” ujar Kasi Penkum Kejatisu Marcos Simaremare, Minggu (22/7).

Begitupun, pemeriksaan tersebut tampaknya tak banyak membantu. Sebab hingga kini kasus itu tak juga naik ke Pengadilan Tipikor Medan untuk disidangkan meski sudah memeriksa puluhan saksi. Diduga kasus tersebut sengaja ‘dipetieskan’ pihak Kejatisu.Menurut Marcos, kasus tersebut mulai memasuki tahap akhir penyidikan. Hingga kini pihaknya masih menunggu hasil audit dari BPKP (Badan Pemeriksa Keuangan Pembangunan) Sumut. Namun saat ditanyakan berapa lama waktu yang diperlukan, pihaknya enggan berkomentar lebih lanjut.

“Mulai memasuki tahap akhirnya Dek. Kita masih melengkapi data dan berkoordinasi dengan BPKP. Karena ada beberapa data yang kurang dan harus dilengkapi lagi. Datanya masih banyak yang kurang. Makanya, kita harus beberapa kali melakukan koordinasi,” ucapnya.

Disebutkannya, untuk pendalaman kasus tersebut sendiri membutuhkan waktu lama. “Saat ini kita melakukan pendalaman kasus. Sejumlah saksi termasuk dari BNI maupun BI sudah beberapa kali dimintai keterangan. Penyidik sedang menelusuri ke mana sebenarnya aliran dana itu,” terangnya.
Saat disinggung mengenai status penahanan empat tersangka yang hingga kini menjadi tahanan kota, Marcos enggan menjelaskannya. “Seperti yang pernah dijelaskan, mereka tidak ditahan karena ada kepentingan penyikan. Sejumlah barang bukti juga sudah sama kita,” ungkapnya.

Seperti diketahui, keempat tersangka di antaranya Radiyasto selaku pimpinan Sentra Kredit Menengah BNI Pemuda Medan, Dasrul Azli selaku pimpinan Kelompok Pemasaran Bisnis BNI Pemuda Medan, Mohammad Samsul Hadi yang merupakan Pimpinan Rekanan dan Kantor Jasa Penilaian Publik, serta Titin Indriani selaku Relationship BNI SKM Medan masih bebas berkeliaran.

Padahal penyidik Kejatisu telah menetapkan keempatnya sebagai tersangka sejak Oktober 2011 lalu. Namun selama sepekan menjalani penahanan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Tanjunggusta Medan, penyidik Kejatisu malah menetapkan keempat tersangka sebagai tahanan kota. Bahkan Boy Hermasnyah selaku Direktur PT Bahari Dwi Kencana Lestari, yang merupakan pelaku utama kasus tersebut dimana identitasnya telah masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) Interpol sejak 17 Oktober 2011 lalu belum diketahui rimbanya.

asus ini bermula dari permohonan kredit PT BDKL yang dipimpin Boy Hermansyah kepada BNI Medan pada tahun 2009. Saat itu, Boy mengajukan pinjaman sebesar Rp133 miliar untuk pengembangan usaha, dan yang dikabulkan Rp129 miliar. Namun dalam proses peminjamannya, diduga Boy menggunakan agunan usaha yang telah di agunkannya ke bank lain. Penyidik Kejatisu menemukan adanya penyimpangan peminjaman dana kredit yang dilakukan oleh Boy, yang menyebabkan kerugian negara.

Disarankan Minta Uang ke Kejagung

Sementara itu, anggota Komisi III DPR Martin Hutabarat menyesalkan pernyataan pihak Kejatisu yang mengatakan tersendatnya penanganan kasus tersebut disebabkan minimnya anggaran penanganan perkara.

Menurut Martin, jika Kejatisu merasa kekurangan dana, ya mestinya ngadu ke Kejaksaan Agung. “Ya dia harus lapor ke atasannya dong. Pasti akan disediakan dana dari Kejaksaan Agung. Jangan kekurangan dana menjadi alasan tak menuntaskan kasus,” ujar Martin.

Penusuran koran ini, untuk tahun 2012 anggaran pemberantasan korupsi di kejaksaan sebesar Rp142,5 miliar. Antara lain untuk anggaran penanganan per perkara, yang berbeda-beda antara Kejaksaan Negeri (Kejari), Kejaksaan Tinggi (Kejati), dan Kejaksaan Agung (Kejagung). Untuk Kejari per perkara Rp99 juta (1.048 kasus), Kejati Rp115 juta (267 kasus), dan Kejagung Rp469 juta (12 kasus).

Namun menurut Martin, di luar alokasi anggaran itu, ada dana triliunan rupiah yang diperuntukkan Kejaksaan Agung. Bahkan ada Maret 2012 lalu, Komisi III DPR sudah menyetujui tambahan anggaran Kejagung sebesar Rp300 miliar. Dan dana itu untuk jajaran kejaksaan, baik kejagung, kejati, maupun kejari. “Karena kejaksaan itu satu. Anggaran kejaksaan besar kok,” imbuh politisi Gerindra asal Siantar itu.

Dijelaskan pula, sudah menjadi prosedur baku bahwa jika kejati kekurangan dana, maka minta tambahan ke kejagung. Kalau kejagung kurang, minta tambahan lagi ke DPR untuk disetujui. “Prinsipnya, tak boleh kejaksaan tak mengusut kasus dengan alasan tak ada biaya,” imbuh mantan politisi Partai Golkar itu.

Yang jelas, lanjutnya lagi, jika Kajati Sumut minta tambahan dana tapi tak dikasih Kejagung, Komisi III DPR akan marah. “Kalau Kejagung tak backup dana untuk penanganan perkara, kita marah. Kemana uang triliunan itu?” pungkas Martin. (far/sam)

Berita sebelumnya: Kejatisu Dicurigai Bermain

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/