JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan pertemuan dengan belasan praktisi hukum. Pertemuan untuk isu-isu hukum terkini seperti kasus korupsi Ketua DPD non aktif Irman Gusman.
Jokowi mengatakan, akhir-akhir ini banyak ditemui hal-hal yang yang berkaitan dengan korupsi, bahkan di tingkat elit pimpinan lembaga yang berkaitan dengan perdagangan pengaruh. Isu korupsi perlu dibahas karena ternyata masih banyak yang belum jera melakukan kejahatan tersebut.
Dia menyebut, hukum yang ada sekarang dirasa belum berhasil menakuti pejabat seperti Irman Gusman agar takut melakukan korupsi. Oleh karenanya, perlu dicari solusi untuk mempertegas hukum.
Menurut Jokowi, ia sudah mengambil satu langkah dengan akan mengembalikan revisi PP No.99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Permasyarakatan. “Saya sudah baca di koran (soal alasan revisi PP remisi) dan tahu sejarahnya selintas. Saya belum tahu detil isinya, tapi sudah saya jawab, kembalikan saja,” ujar Presiden Joko Widodo kepada para praktisi hukum di Istana Kepresidenan, Kamis (22/9).
Penolakan yang sama disampaikan Presiden saat usulan itu diajukan pada 2015. Hanya, saat itu dia menyampaikannya tidak secara langsung. Melainkan, melalui Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto. Bahasa yang digunakan adalah Menkumham diminta memperhatikan aspirasi masyarakat soal usulan revisi PP tersebut.
Keputusan itu disambut gembira oleh para pakar hukum yang bertemu Jokowi. ’’Tadinya saya mau menyampaikan soal itu (Revisi PP 99), tapi karena Presiden sudah ngomong duluan ya tidak jadi,’’ ujar Pakar Hukum Tata Negara Mahfud MD usai pertemuan sekitar satu jam itu.
Mahfud mengatakan, jauh sebelum pertemuan tersebut sudah bersurat kepada presiden untuk memberi masukan mengenai rencana revisi PP 99. Rupanya, sikap presiden sudah jelas. Bahkan, dia menjelaskan hal tersebut pada pembukaan saat menerima sekitar 25 pakar hukum.
Secara umum, tutur Mahfud, dalam pertemuan tersebut Presiden meminta masukan dari para pakar mengenai hukum Indonesia ke depan. ’’Tentang reformasi penegakan hukum dan pembuatran roadmap atau peta jalan untuk perbaikan hukum,’’ lanjut mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu.
Mahfud menjelaskan, tidak semua yang diekspose pemerintah itu merupakan keputusan final presiden. Sebagian memang dikeluarkan agar bisa dikritisi dan mendapat masukan dari para pakar. Banyak hal yang disampaikan oleh ara pakar, namun salah satunyatetap pada pemberantasan korupsi.
Berdasarkan berbagai survei, beberapa waktu belakangan terasa ada pelemahan terhadap upaya pemberantasan korupsi. ’’Misalnya, hukuman untuk koruptor itu rata-rata Cuma dua tahun satu bulan,’’ tuturnya. Yang tertinggi terjadi pada 2011, dengan rata-rata masa hukuman 2 tahun 11 bulan.
Begitu pula upaya mervisi UU KPK,termasuk di dalamya mempersoalkan penyadapan. Padahal, penyadapan merupakan alat paling efektif unuk membongkar korupsi. ’’Dan selama ini, 100 persen penyadapan itu benar,’’ tambahnya. Tidak ada tersangka hasil penyadapan yang bisa bebas di pengadilan tingkat manapun.