26 C
Medan
Saturday, November 23, 2024
spot_img

Pejabat Belum Jera Korupsi, Presiden Tolak Revisi PP 99

Penyadapan menjadi satu cara untuk mengungkap kasus, seperti dilakukan KPK terhadap Mantan Ketua DPD RI Irman Gusman. Berdasarkan hasil sadapan KPK, modus yang dilakukan Irman Gusman mulai terbuka. Irman diketahui mengontak petinggi Bulog, meminta kuota impor gula 3 ribu ton milik Jakarta dialihkan ke Sumatera Barat.

“Sebetulnya itu bukan kuota. Sebetulnya kan ingin itu kan diambilkan dari kuota untuk Jakarta. Itu diambilkan 3.000 (ton) supaya dialihkan ke Sumatera Barat,” kata Pimpinan KPK Alexander Marwata, Kamis (22/9).

Dia menerangkan, berdasarkan hasil sadapan telepon memang diketahui Irman mengontak petinggi Bulog. Dalam percakapan itu, Irman langsung menyebut nama Xaveriandy Sutanto sebagai pihak yang bisa dipercaya untuk menyalurkan gula impor di Sumatera Barat.

“Dia minta bulog, bilang ‘ada teman saya di sana yang bisa dipercaya’. Ya seperti itulah. Ya cuma itu saja merekomendasikan. Bahwa di Sumbar ada si XS,” sebut Alex.

Pihak KPK pun masih mendalami soal apakah uang Rp 100 juta yang ditemukan saat menangkap Irman adalah pemberian pertama atau ada pemberian sebelumnya. Yang pasti, KPK akan membongkar tuntas kasus ini.

“Itu kan sedang didalami oleh penyidik. Sejauh ini yang diterima kan baru Rp 100 juta. Apakah Rp 100 juta itu baru uang muka atau apa, itu masih didalami penyidik,” ujarnya.

“Ibaratnya tadi sudah dikatakan. Itu baru rantingnya. Batang, cabangnya, pohonnya itu belum tergambarkan. Kita juga berharap nanti bisa menyasar untuk impor gula secara keseluruhan. Kita berharap itu tidak hanya mengambil rantingnya. Tapi kita bisa menangani untuk menertibkan impor gula. Itu kan bagus,” tambahnya.

Sementara itu, Wakil Ketua KPKLaode M Syarief menambahkan, kasus suap kuota impor gula di Sumbar akan menyeret pejabat Badan Urusan Logistik (Bulog). Sebab, dalam kasus ini Irman diduga menerima suap atas pemberian rekomendasi yang disampaikan secara lisan kepada Bulog.

“Tergantung hasil pengembangan. Kalau ada buktinya yang ke arah sana harus dilakukan penyelidikan yang lebih lengkap,” katanya di Gedung DPR, Senayan, Jakarta.

Dia menjelaskan, Irman ditangkap karena adanya pembicaraan dengan Bulog, sehingga keluarlah rekomendasi dari Bulog untuk memberikan jatah impor gula kepada CV Semesta Berjaya di Sumbar.

“Ini sudah materi penyelidikan, tapi yang bisa mengantar ke KPK ke situ (Irman, Red) ya karena ada pembicaraan. Salah satunya itu, adanya rekomendasi,” sebutnya.

Sebagai informasi, KPK menetapkan tiga orang sebagai tersangka kasus dugaan suap rekomendasi penambahan kuota impor gula wilayah Sumatera Barat tahun 2016 yang diberikan Bulog kepada CV Semesta Berjaya.

Irman selaku penerima suap dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b dan atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). Sementara Xaveriandy dan Memi sebagai pemberi suap dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (bay/dyn/c17/agm/bbs/jpg/ril)

Penyadapan menjadi satu cara untuk mengungkap kasus, seperti dilakukan KPK terhadap Mantan Ketua DPD RI Irman Gusman. Berdasarkan hasil sadapan KPK, modus yang dilakukan Irman Gusman mulai terbuka. Irman diketahui mengontak petinggi Bulog, meminta kuota impor gula 3 ribu ton milik Jakarta dialihkan ke Sumatera Barat.

“Sebetulnya itu bukan kuota. Sebetulnya kan ingin itu kan diambilkan dari kuota untuk Jakarta. Itu diambilkan 3.000 (ton) supaya dialihkan ke Sumatera Barat,” kata Pimpinan KPK Alexander Marwata, Kamis (22/9).

Dia menerangkan, berdasarkan hasil sadapan telepon memang diketahui Irman mengontak petinggi Bulog. Dalam percakapan itu, Irman langsung menyebut nama Xaveriandy Sutanto sebagai pihak yang bisa dipercaya untuk menyalurkan gula impor di Sumatera Barat.

“Dia minta bulog, bilang ‘ada teman saya di sana yang bisa dipercaya’. Ya seperti itulah. Ya cuma itu saja merekomendasikan. Bahwa di Sumbar ada si XS,” sebut Alex.

Pihak KPK pun masih mendalami soal apakah uang Rp 100 juta yang ditemukan saat menangkap Irman adalah pemberian pertama atau ada pemberian sebelumnya. Yang pasti, KPK akan membongkar tuntas kasus ini.

“Itu kan sedang didalami oleh penyidik. Sejauh ini yang diterima kan baru Rp 100 juta. Apakah Rp 100 juta itu baru uang muka atau apa, itu masih didalami penyidik,” ujarnya.

“Ibaratnya tadi sudah dikatakan. Itu baru rantingnya. Batang, cabangnya, pohonnya itu belum tergambarkan. Kita juga berharap nanti bisa menyasar untuk impor gula secara keseluruhan. Kita berharap itu tidak hanya mengambil rantingnya. Tapi kita bisa menangani untuk menertibkan impor gula. Itu kan bagus,” tambahnya.

Sementara itu, Wakil Ketua KPKLaode M Syarief menambahkan, kasus suap kuota impor gula di Sumbar akan menyeret pejabat Badan Urusan Logistik (Bulog). Sebab, dalam kasus ini Irman diduga menerima suap atas pemberian rekomendasi yang disampaikan secara lisan kepada Bulog.

“Tergantung hasil pengembangan. Kalau ada buktinya yang ke arah sana harus dilakukan penyelidikan yang lebih lengkap,” katanya di Gedung DPR, Senayan, Jakarta.

Dia menjelaskan, Irman ditangkap karena adanya pembicaraan dengan Bulog, sehingga keluarlah rekomendasi dari Bulog untuk memberikan jatah impor gula kepada CV Semesta Berjaya di Sumbar.

“Ini sudah materi penyelidikan, tapi yang bisa mengantar ke KPK ke situ (Irman, Red) ya karena ada pembicaraan. Salah satunya itu, adanya rekomendasi,” sebutnya.

Sebagai informasi, KPK menetapkan tiga orang sebagai tersangka kasus dugaan suap rekomendasi penambahan kuota impor gula wilayah Sumatera Barat tahun 2016 yang diberikan Bulog kepada CV Semesta Berjaya.

Irman selaku penerima suap dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b dan atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). Sementara Xaveriandy dan Memi sebagai pemberi suap dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (bay/dyn/c17/agm/bbs/jpg/ril)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/