Penolakan keras warga terhadap pengosongan di pagi itu dikarenakan kuat dugaan adanya konspirasi antara pihak developer atau pengembang dengan TNI AU untuk menguasai kembali lahan yang sudah diberikan oleh Kesultanan Deli (wilayah urung Sukapiring) kepada warga Pepabri Purnawirawan/Warakawuri. Namun, hak pakainya sudah dibatalkan oleh pengadilan negeri sampai pengadilan tinggi akibat pengalihan fungsi oleh pihak TNI AU menjadi CBD (central bisnis distrik).
“Lihat saja, nanti 2 atau 3 tahun lagi, ini udah pindah ke tangan ketiga. Sebelumnya nggak pernah ada kejadian begini,” ungkap warga.
Kuat dugaan masyarakat komplek Karangsari 1, bahwa TNI AU ingin menghidupkan kembali sertifikat hak pakai nomor 1 yang sudah dicabut dengan cara pengosongan paksa rumah warga. Rumah yang dikosongkan pun dikatakan TNI AU diperuntukkan untuk anggota TNI AU yang aktif dan belum memiliki rumah. Ironisnya rumah di lahan Soewondo dialihkan menjadi bisnis. Sedangkan mess Soetopo di Jalan Juanda ditelantarkan.
“Saya bicara atas nama Pepabri. Hal ini juga pernah terjadi tahun 2005, 1 sampai 2 yahun kemudian dengan alasan di ruislag atau dijual ke pihak ke 3 PT Bina Reksa Estate (BRE), kami Menolak terkecuali dengan 3 hal, negosiasi, kompensasi, relokasi. Ini sama sekali tidak ada,”ungkap Nova.
Sebelumnya surat peringatan (SP) 1 diberikan pihak TNI AU Soewondo kepada seluruh kepala keluarga (KK) yang berjumlah 134 KK tanggal 7 Agustus 2014. Lalu anehnya SP 2 hanya diberikan kepada 5 KK saja yang ditandatangani oleh Komandan pangkalan TNI AU Soewondo, S Chandra Siahaan, SIP, Dipl of MDS.
“Kami bertanya, ada apa ini? 5 KK yang dapat SP 2 itu semuanya udah berumur 75 tahun. Saat ini masih ada juga yang masih aktif di sana. SP ketiga juga udah datang sekitar 3 hari lalu. Cuma tanggal pengosongan cuma disampaika secara lisan aja, tanggal 22,23, 25 dan 27. Ada 4 rumah, di Karangsari 1 ada 3 rumah dan karangsari 2 ada 2 rumah ini yang dapat SP ketiga,”ungkap Agus bersama warga lainnya.
Agus menyayangkan sikap TNI AU Soewondo yang tidak memikirkan nasib ratusan pensiunan di sana yang tidak memiliki rumah selain di komplek Karang Sari 1. Tidak pernah ada pembicaraan secara kekeluargaan antara pihak warga dan TNI AU Soewondo terkait perintah pengosongan ini.
Agus pun menceritakan sejarah berdirinya rumah dinas berwarna biru muda itu. Awalnya rumah dinas itu dibangun sebagai persiapan bagi purnawirawan yang memasuki masa pensiunan atas intruksi Menhamkam saat itu untuk mendirikan rumah murah bagi Purnawirawan. Lalu rumah itu Pembangunan pertama dilakukan pada 1974 dengan 30 rumah diketahui Menhamkam saat itu. Namun listrik dan air belum menghiasi rumah tersebut. Keadaan sekitar rumah pun masih dipenuhi dengan rawa-rawa dan bukit-bukit.
Karena di tempat terpencil, hanya 5 KK saja yang awalnya menempati rumah tersebut. Lalu di tahap kedua dilakukan pada 1976 dengan pembangunan total 60 rumah. Masing-masing rumah memiliki luas 450 meter persegi. Baru 134 rumah selesai dibangun lengkap dengan pasokan listrik dan pasokan air pada tahap ketiga beberapa tahun kemudian dengan total luas tanah sebesar 9 hektar.
“Jadi tahun 1975 sampai 1980an kami masih pakai petromax dan pompa air manual. Setelah listrik dan air masuk, semua tagihan kami yang bayar. Ga pernah kami merasakan sepeser pun uang negara sampai sekarang. PBB pun kami bayar sendiri,”ungkapnya.

