BELAWAN, SUMUTPOS.CO – Selama puluhan tahun, warga Kampung Nelayan Lingkungan XII Kelurahan Belawan Satu, Kecamatan Medan Belawan, harus hidup tanpa fasilitas kesehatan. Oleh karena itu, mereka berharap kepada Pemko Medan atau Pemkab Deliserdang untuk membangun fasilitas kesehatan seperti Puskesmas ataupun Puskesmas Pembantu di tempat tinggal mereka.
Selama ini, untuk menjaga kesehatannya, para warga harus menyeberang menggunakan sampan selama 10 menit untuk ke darat. Kampung Nelayan ini berlokasi di kawasan pesisir pantai. Daratan yang dikeliling lautan ini menjadi tempat tinggal bagi 670 kepala keluarga (KK).
Rumah warga di Kampung Nelayan ini seluruhnya berada di atas air, dengan konstruksi bangunan yang masih menggunakan papan dan kayu, namun, aliran listrik sudah terpasang di rumah-rumah warga.
Tidak ada akses darat menuju Kampung Nelayan ini. Masyarakat setempat sehari-harinya naik perahu motor atau sampan untuk menyeberang ke daratan.
Seorang warga Kampung Nelayan, Aslamiyah (63) mengatakan, sejauh ini keluhan tinggal di sini hanyalah fasilitas kesehatan. Sedangkan akses jalan ataupun pencarian kerja tidak menjadi keluhan baginya.
“Kami di sini hanya kesulitan kalau sedang sakit. Sebab, tak ada puskesmas 24 jam di sini,” ucap wanita yang sudah tinggal lebih dari 40 tahun di Kampung Nelayan ini.
Dijelaskannya, di Kampung Nelayan cuma ada dua mantri. Dan tidak setiap hari berada di rumahnya. Saat air surut, warga tak mengalami kesulitan menuju tempat sandaran sampan.
Lain hal bila air laut sedang pasang, warga harus lewat pelabuhan dan menuruni tangga yang curam.
“Kalau gak pasang tinggal bawa (sampan) saja kan. Tapi kalau pasang kita harus lewat pelabuhan dan turun tangga curam untuk sampai ke sampan itu,” ucapnya.
Dikatakannya, meski hanya 10 menit menyeberang namun bisa cukup membahayakan masyarakat jika dalam keadaan kurang sehat.
“Apalagi kalau sakitnya cukup membahayakan. Kita berharap minimal di sini ada pertolongan pertama yang siap 24 jam membantu kalau ada yang sakit,” jelasnya.
Anna, warga setempat juga menyatakan untuk berobat ke mantri juga harus mengeluarkan uang sebesar Rp60 ribu. Ditambah dengan obat bila ada keluhan tertentu.
“Sedangkan obat yang gratis, terkadang kosong. Jadi, tidak sepenuhnya ada obat,” ungkapnya.
Kepala Lingkungan XII Sarawiyah mengatakan, pihaknya sudah berkali-kali mengajukan pembuatan puskesmas atau puskesmas pembantu (Pustu) di wilayahnya. Namun, permohonan itu terkendala di administrasi wilayah. Secara geografis, Kampung Nelayan berada di wilayah Kabupaten Deliserdang.
“Sudah berkali-kali kami ajukan ke Camat Belawan. Tetapi, mereka bilang Pemerintah Kota tidak bisa mendirikannya karena wilayah tempat kami tinggal ini (masuk wilayah) Deliserdang,” jelasnya.
Permohonan pembuatan Puskesmas atau Pustu juga sudah diajukan ke Pemkab Deliserdang. Namun, belum ada respons yang diharapkan masyarakat.
“Mereka belum ada respon lanjutan. Katanya, karena banyak warga kami yang ber-KK dan KTP Kota Medan,” ucapnya.
Tetapi, karena puluhan tahun tidak ada kejelasan, akhirnya sesama warga. Seperti pembentukan kader secara swadaya untuk memudahkan masyarakat berkeluh kesah.
“Kami buat sendiri kadernya. Ini kader Posyandu, ada kader lansia, kader anak, kader UMKM dan lain-lain,” ucapnya.
Untuk itu, ia berharap pemerintah bisa mendirikan puskesmas di tempatnya.
“Harapan kami, entah Pemkab Deliserdang atau Pemko Medan bersedia bangun puskesmas untuk kami,” ucapnya.
Hal senada disampaikan Kader Posyandu Lansia Kampung Nelayan, Rosmawati. Menurutnya, sejauh ini yang sering mengadakan pengecekan kesehatan berasal dari pihak swasta.
“Kalau pengecekan kesehatan banyak dari Coorporate Sosial Responsibility (CSR) namun untuk malam hari yang kita agak kesulitan,” ucapnya.
Apalagi dikatakan Rosmawati, ada banyak warga lansia yang tinggal di Kampung Nelayan ini.
“Kalau sakit itu yang sering di sini gula, kolestrol, asam urat dan angin duduk. Di mana penanganan kesehatannya harus rutin dan cepat ditangani kalau sudah kambuh,” ucapnya.
Namun sejauh ini dikatakannya, belum ada warga yang meninggal akibat terlambat diobati.
“Belum ada, jangan sampai ada. Hanya saja kalau tahun 90-an dulu itu ada satu yang meninggal. Kita harapkan ini tidak terulang lagi,” jelasnya. (mag-1/ram)