27.8 C
Medan
Thursday, May 2, 2024

Honorer & PHL Segera Dihapus, Pemko Medan Menunggu Keputusan Pusat

SIRAM TAMAN: PHL menyiram tanaman di Lapangan Merdeka, Medan, Sabtu (19/11).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Komisi II DPR, Kementerian PAN-RB, dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) telah sepakat untuk secara bertahap menghapuskan jenis-jenis pegawai seperti tenga honorer. Ini untuk memastikan tidak adanya lagi pegawai-pegawai yang jenisnya di luar undang-undang. Skema tersebut ditujukan khususnya bagi yang bekerja di lembaga nonstruktural. Pemko Medan saat ini masih menunggu keputusan pusat.

“Kalau regulasinya harus dihapus, pasti kami ikuti. Ya kita akan hapus para PHL itu, tapi sampai sekarang belum ada keputusan pada pertemuan tersebutn

Jadi ya kita tunggu saja regulasinya dari pusat, bagaimana secara teknisnya yang harus dihapus,” ujar Kepala Badan Kepegawaian Daerah dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKDPSDM) Kota Medan.

Dijelaskannya, PHL tidak bisa disamakan dengan honorer. Sebab PHL dipekerjakan sesuai kebutuhan dengan cara memperpanjang kontrak setiap tahun. Dari jumlah 9000-an tenaga PHL di Pemko Medan, mereka memprioritaskan penempatan di Dinas Kebersihan dan Pertamanan. Sebab dinas tersebut banyak membutuhkan para PHL, salah satunya yang menangani para penyapu jalan.

Adanya aturan yang menyebutkan ASN hanya terdiri dari 2 kategori, yakni PNS dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kontrak (PPPK), membuat pihaknya belum mengetahui pasti apa yang akan dilakukan kepada para penyapu jalan tersebut.

“Misalnya para penyapu jalan, apakah mereka harus masuk PPPK atau mungkin secara outsourching, itu yang kita belum tahu regulasinya. Makanya kita harus tunggu regulasinya keluar dulu, supaya jelas. Karena perekrutan PPPK itu tidak sembarangan, harus melalui proses ujian dulu,” paparnya.

Namun, lanjutnya, bila aturannya mengharuskan para PHL dijadikan sebagai tenaga outsourcing atau karyawan kontrak, Pemko Medan juga akan tetap mengikutinya.

“Bayangkan, berapa ton sehari sampah yang dihasilkan warga Medan setiap harinya. Jika para PHL itu tidak dipekerjakan, mau jadi apa kota ini. Demikian pula para pengorek parit. Kalau tidak dipekerjakan, bagaimana jadinya Kota Medan,” bilang Muslim.

Dia menekankan, berapa pun biaya yang harus dikeluarkan, akan dipenuhi demi kepentingan jalannya roda pemerintahan. “Semuanya agar rakyat merasa nyaman hidup di Kota Medan,” pungkasnya.

Dikonfirmasi mengenai hal ini, Ketua Forum Honorer Indonesia (FHI) Kota Medan, Fahrul Lubis mengatakan, bahwa pihaknya sebenarnya setuju dengan adanya pengkategorian ASN menjadi dua jenis, yakni PNS dan PPPK. “Ya tentu itu bagus, jadi jelas status para pekerja ini, biar gak ada lagi yang berstatus sebagai pegawai honor, kontrak ataupun PHL,” jawab Fahrul.

Namun begitu, kata Fahrul, pihaknya tidak setuju apabila proses perekrutan ASN dengan kategori PPPK tersebut dilakukan dengan harus melalui tahapan proses ujian terlebih dahulu.

“Lantas bagaimana kami yang sudah belasan bahkan puluhan tahun jadi honorer? Apakah kami harus melalui proses ujian juga? Itu kan tidak adil. Sedangkan kami sudah sangat lama mengabdi, harusnya masa bakti kami yang harus diprioritaskan bukan sekadar hasil ujian yang hanya di atas kertas,” pungkasnya. (map/ila)

SIRAM TAMAN: PHL menyiram tanaman di Lapangan Merdeka, Medan, Sabtu (19/11).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Komisi II DPR, Kementerian PAN-RB, dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) telah sepakat untuk secara bertahap menghapuskan jenis-jenis pegawai seperti tenga honorer. Ini untuk memastikan tidak adanya lagi pegawai-pegawai yang jenisnya di luar undang-undang. Skema tersebut ditujukan khususnya bagi yang bekerja di lembaga nonstruktural. Pemko Medan saat ini masih menunggu keputusan pusat.

“Kalau regulasinya harus dihapus, pasti kami ikuti. Ya kita akan hapus para PHL itu, tapi sampai sekarang belum ada keputusan pada pertemuan tersebutn

Jadi ya kita tunggu saja regulasinya dari pusat, bagaimana secara teknisnya yang harus dihapus,” ujar Kepala Badan Kepegawaian Daerah dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKDPSDM) Kota Medan.

Dijelaskannya, PHL tidak bisa disamakan dengan honorer. Sebab PHL dipekerjakan sesuai kebutuhan dengan cara memperpanjang kontrak setiap tahun. Dari jumlah 9000-an tenaga PHL di Pemko Medan, mereka memprioritaskan penempatan di Dinas Kebersihan dan Pertamanan. Sebab dinas tersebut banyak membutuhkan para PHL, salah satunya yang menangani para penyapu jalan.

Adanya aturan yang menyebutkan ASN hanya terdiri dari 2 kategori, yakni PNS dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kontrak (PPPK), membuat pihaknya belum mengetahui pasti apa yang akan dilakukan kepada para penyapu jalan tersebut.

“Misalnya para penyapu jalan, apakah mereka harus masuk PPPK atau mungkin secara outsourching, itu yang kita belum tahu regulasinya. Makanya kita harus tunggu regulasinya keluar dulu, supaya jelas. Karena perekrutan PPPK itu tidak sembarangan, harus melalui proses ujian dulu,” paparnya.

Namun, lanjutnya, bila aturannya mengharuskan para PHL dijadikan sebagai tenaga outsourcing atau karyawan kontrak, Pemko Medan juga akan tetap mengikutinya.

“Bayangkan, berapa ton sehari sampah yang dihasilkan warga Medan setiap harinya. Jika para PHL itu tidak dipekerjakan, mau jadi apa kota ini. Demikian pula para pengorek parit. Kalau tidak dipekerjakan, bagaimana jadinya Kota Medan,” bilang Muslim.

Dia menekankan, berapa pun biaya yang harus dikeluarkan, akan dipenuhi demi kepentingan jalannya roda pemerintahan. “Semuanya agar rakyat merasa nyaman hidup di Kota Medan,” pungkasnya.

Dikonfirmasi mengenai hal ini, Ketua Forum Honorer Indonesia (FHI) Kota Medan, Fahrul Lubis mengatakan, bahwa pihaknya sebenarnya setuju dengan adanya pengkategorian ASN menjadi dua jenis, yakni PNS dan PPPK. “Ya tentu itu bagus, jadi jelas status para pekerja ini, biar gak ada lagi yang berstatus sebagai pegawai honor, kontrak ataupun PHL,” jawab Fahrul.

Namun begitu, kata Fahrul, pihaknya tidak setuju apabila proses perekrutan ASN dengan kategori PPPK tersebut dilakukan dengan harus melalui tahapan proses ujian terlebih dahulu.

“Lantas bagaimana kami yang sudah belasan bahkan puluhan tahun jadi honorer? Apakah kami harus melalui proses ujian juga? Itu kan tidak adil. Sedangkan kami sudah sangat lama mengabdi, harusnya masa bakti kami yang harus diprioritaskan bukan sekadar hasil ujian yang hanya di atas kertas,” pungkasnya. (map/ila)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/