MEDAN, SUMUTPOS.CO – Mewabahnya penyakit pneumonia di China yang bersumber dari virus Corona, menyebabkan Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Sumatera Utara (Sumut) menetapkan status siap siaga. Pasalnya, virus Novel Coronavirus (nCoV) ini dapat menular lewat manusia dan dikhawatirkan menjadi epidemi atau wabah, menyusul libur Tahun Baru China atau Hari Raya Imlek. Ribuan orang diperkirakan mudik ke berbagai negara, khususnya ke Cina.
SEKRETARIS Dinkes Sumut, dr Aris Yudhariansyah, mengatakan kesiapsiagaan terhadap virus Corona tertuang dalam surat Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sumut Nomor: 443.1/485/Dinkes/I/2020 tanggal 10 Januari 2020. Surat tersebut menyusul surat edaran Direktur Jenderal (Dirjen) Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes RIn
Nomor: PM.04.02/III/43/2020 tanggal 5 Januari 2020, serta surat nomor: SR.03.04/II/55/2020 tanggal 6 Januari 2020.
Surat tersebut meminta dinas-dinas kesehatan siaga mengantisipasi penyebaran penyakit pneumonia berat yang belum diketahui etiologinya, yang wabahnya berawal dari Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat Tiongkok.
“Berdasarkan surveilans pneumonia, hingga 20 Januari 2020 belum ada laporan kasus suspect pneumonia, baik Indonesia terutama di Sumut. Virus Corona atau nCoV ini merupakan virus jenis baru yang belum pernah diidentifikasi sebelumnya pada manusia,” ungkapnya kepada wartawan, Kamis (23/1).
Aris menjelaskan, China sendiri mengidentifikasi pneumonia tersebut sebagai jenis baru. Karena itu, sesuai rekomendasi WHO untuk kegiatan surveilans nCoV yang terjadi di Wuhan, informasi akan terus diperbaharui. “Pedoman sementara untuk surveilans nCoV mengacu pada pedoman Middle East Respiratory Coronavirus (MERS-CoV), dan akan di-update secara berkala,” jelas dia.
Ia menyebutkan, tujuan utama dari surveilans adalah untuk mendeteksi kasus yang terinfeksi virus corona. Selain itu, adanya bukti yang memperkuat penularan dari manusia ke manusia, menentukan faktor risiko dan wilayah berisiko terhadap penularan virus ini.
“Masih diperlukan investigasi untuk menentukan karakteristik klinis utama infeksi virus tersebut. Seperti masa inkubasi penyakit, spektrum penyakit, dan perjalanan klinis penyakit. Kemudian investigasi pada karakteristik epidemiologi penularan, seperti sumber penularan, faktor risiko, serta cara penularannya,” terang Aris.
Dia memaparkan, investigasi dan pemeriksaan kemungkinan virus Corona dapat dilakukan pada penderita infeksi saluran pernapasan akut berat atau Severe Acute Respiratory Infection (SARI), dengan riwayat demam dan batuk serta penyebab yang belum pasti.
Misalnya, bagi yang memiliki riwayat perjalanan atau tinggal di Wuhan, China dalam waktu 14 hari sebelum timbulnya gejala. Termasuk juga, bagi petugas kesehatan yang sakit dengan gejala SARI setelah merawat pasiennya, tanpa memperhatikan tempat tinggal atau riwayat perjalanan.
Selanjutnya, sambung Aris, seseorang yang sakit dengan gejala klinis yang tidak biasa seperti terjadi penurunan kondisi umum mendadak. Meskipun, telah menerima pengobatan yang tepat, tanpa memperhatikan tempat tinggal atau riwayat perjalanan.
“Begitu juga pada penderita Infeksi Saluran Pernapasan akut (ISPA) ringan atau berat, yang dalam 14 hari sebelum timbulnya penyakit. Misalnya, yang telah kontak erat dengan kasus positif infeksi nCoV, mengunjungi fasilitas pelayanan kesehatan di negara-negara terjangkit nCoV,” jabarnya.
Aris menambahkan, yang dimaksud dengan kontak erat ini adalah mereka yang merawat langsung pasien nCoV, bekerja dengan petugas kesehatan yang terinfeksi nCoV, maupun yang mengunjungi pasien atau tinggal di lingkungan yang sama dengan pasien nCoV.
“Hal ini juga termasuk bagi yang bekerja bersama dalam jarak yang dekat atau berada dalam ruangan yang sama dengan pasien nCoV, berpergian bersama dengan pasien nCoV dengan jenis transportasi/kendaraan apapun, serta tinggal bersama dalam satu rumah dengan pasien nCoV,” imbuhnya.
Wabah virus Corona seperti Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) yang menyebar di China ini bisa menular dari manusia ke manusia. Virus Corona pertama kali ditemukan di Wuhan.
WHO menyatakan, kemungkinan sumber utama dari penyebaran virus corona adalah hewan, namun menular terbatas antarmanusia karena terlalu dekat.
Di luar China, virus corona terkonfirmasi di Korea Selatan, Jepang, dan Thailand, di mana semua pasien sebelumnya telah mengunjungi China.
Diduga Berasal dari Ular
Hasil analisis genetika mengungkapkan, virus corona yang mewabah di Wuhan, China, kemungkinan berasal dari ular. Virus corona ini memang pertama kali mewabah di pasar makanan laut di Wuhan.
Namun perlu diketahui bahwa pasar tersebut tidak hanya menjual makanan laut, tetapi juga hewan-hewan liar hidup lainnya, seperti kelelawar, ular, kelinci, dan marmut. Hal ini membuat para ahli kebingungan mengenai dari hewan mana virus corona jenis baru ini berasal.
Untuk menjawabnya, sekelompok peneliti yang dipimpin oleh Wei Ji dari Peking University of China melakukan perbandingan genom antara lima sampel virus yang baru dengan 217 virus serupa yang didapatkan dari berbagai spesies. Rupanya, virus corona baru ini secara genetik paling mirip dengan virus yang terdapat pada ular, meskipun ia juga mirip dengan virus pada kelelawar.
Temuan ini membuat para ahli meyakini bahwa virus corona jenis baru yang sedang mewabah ini kemungkinan berasal dari ular. Meski demikian, seperti diungkapkan oleh Haitao Guo dari University of Pittsburgh in Pennsylvania yang menelaah studi ini, temuan tersebut masih berupa spekulasi dan membutuhkan eksperimen lebih lanjut.
Peter Rabinowitz dari University of Washington in Seattle juga sependapat. Dia berkata bahwa kemiripan virus jenis baru dengan virus pada ular dan kelelawar mungkin bisa dijelaskan demikian: virus berasal dari ular, tetapi kemudian bergabung dengan virus pada kelelawar dan membentuk virus jenis baru yang sedang mewabah.
Dugaan Rabinowitz ini bukan sesuatu yang mustahil karena di pasar makanan laut Wuhan, ular memang biasa dikurung dalam jarak dekat dengan kelelawar. Setelah bergabunglah, ujar Rabinowitz, virus corona jenis baru kemudian masuk ke pernapasan manusia.
“Ini baru spekulasi, tetapi jika virus ada pada sekresi atau feses ular, bisa jadi ia kemudian menguap dan dihirup (oleh manusia) jika ada cukup banyak ular dan cukup banyak manusia,” katanya. Hasil penelitian ini telah dipublikasikan dalam Journal of Medical Virology. (ris/kps)